Korupsi Berulang, Bukti Kapitalisme Tak Mampu Memberi Solusi Benderang


Oleh Susci U 
(Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Bangai Laut Sulteng)

Gurita korupsi kembali melanda pemerintah Banggai Laut. Hal ini terkait korupsi pembangunan stadion. 

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) menetapkan tersangka dugaan korupsi pembangunan stadion Banggai Laut. 

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng, Reza Hidayat S.H.,M.H., dalam siaran Persnya mengatakan, bahwa Kejati Sulteng melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka dugaan korupsi pembangunan stadion Banggai Laut tahun 2020. (kabarbenggawi.com, 29/7/2022). Sepekan kemudian, ada penambahan tersangka baru dengan kasus korupsi proyek yang sama. 

Menurut keterangan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang semester 1 tahun 2020 ditemukan 169 kasus korupsi dengan kerugian mencapai Rp. 39,2 triliun. 

Secara faktual, korupsi yang terus terjadi akan memberikan kerugian signifikan bagi warga negara. Sumber pendapatan negara baik yang terdapat pada pusat maupun daerah pada hakikatnya menjadi hak warga negara. Namun, dibelokkan pemanfaatannya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. 

Jika korupsi menjadi tindakan yang merugikan negara, maka menjadi tugas negara untuk menyelesaikan problem tersebut dan berupaya mencegahnya. Namun, realitas yang terjadi justru korupsi tampak menjadi pasaran di tengah-tengah masyarakat. Tak heran, masyarakat tidak kaget lagi dengan kasus korupsi yang hampir tiap tahunnya ditampakkan.

Korupsi yang terus berulang menggambarkan kinerja negara dalam memberantas tindak korupsi. KPK sebagai lembaga yang berdiri untuk memberantas korupsi nampaknya gagal mencegah adanya tindak korupsi berulang.

Kegagalan negara dalam memberantas tindak korupsi tidak bisa dilepaskan dari paradigma penerapan kapitalisme sekularisme. Sistem yang dibangun berdasarkan pemikiran dan spekulatif manusia. Sistem ini tidak membentuk kepribadian seseorang berdasarkan akidah, sehingga mencetak para pemimpin dan pejabat yang tidak amanah dan cenderung mementingkan kepentingan pribadi, dibandingkan ikhlas mengurusi urusan masyarakat. 

Kapitalisme sekularisme menjadi asas pemisahan antara agama dengan kehidupan, akan menjadikan setiap individu berbuat tanpa adanya standarisasi halal dan haram. 

Selain itu, kapitalisme sekularisme menghadirkan aturan yang bersifat tebang pilih. Pihak-pihak yang terlibat kasus korupsi akan dibiarkan saja ketika posisinya dekat dengan para penguasa ataupun pejabat lain. Hal tersebut yang dilakukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menggungat KPK lewat proses praperadilan di Pengadilan Negeri (PN). MAKI menilai terdapat 5 kasus korupsi di tahun 2021 yang terlihat jalan ditempat atau bahkan tidak ada kemajuan dalam prosesnya.

Alasan lain kasus korupsi terjadi karena negara yang belum menjalankan politik ri'ayah. Politik ri'ayah adalah politik yang bertujuan untuk mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa, bukan tunduk pada kepentingan para oligarki maupun pemilik modal. Maka ketika politik ri'ayah dapat dijalankan negara, maka mereka akan menjalankan kepengurusan masyarakat dengan sepenuh hati dan tidak akan mudah digerakan oleh pihak-pihak manapun.

Tindak korupsi juga biasa dilakukan karena para pejabat yang merasa tidak cukup dari segi pemberian gaji. Gaji yang diberikan negara tidak bersinergi dengan kebutuhan primer sekunder bahkan tersier yang dibutuhkan oleh oknum yang melakukan tindak korupsi.

Selain itu, tidak adanya sanksi tegas dan efek jera atas hukuman yang diberikan kepada para koruptor. Sanksi yang diberikan terkesan ringan dan tidak memunculkan efek jerah. Tak heran, kasus korupsi terus berulang.

Pemberantas Korupsi dalam Islam

Dalam Islam, korupsi dapat dicegah sedini mungkin. Islam akan memperhatikan penyelesaian dengan memandang hulu terlebih dulu sebelum menuju hilir. Islam dengan sigap memperhatikan pemicu dari munculnya tindak korupsi.

Islam akan membina akidah dan kepribadian para pejabat negara agar zuhud dan merasa bertanggung jawab atas apa yang telah diamanahkan masyarakat. Para pejabat tidak akan dengan mudah melakukan berbagai macam tindakan yang memunculkan murka Allah Swt. Mereka menyadari bahwa amanah mengurusi urusan masyarakat akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. 

Islam akan menghadirkan lembaga majelis umat yang bertugas mengkritik dan menasihati para penguasa maupun pejabat. Apabila melanggar dengan sengaja etika dan moral dalam bernegara apalagi sampai menimbulkan kerugian bagi negara dan masyarakat, lembaga majelis akan menindak mereka. 

Islam akan memastikan terpenuhinya kebutuhan masyarakat baik itu para penguasa, pejabat hingga masyarakat kecil. Para pejabat akan diberikan gaji besar yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga. Gaji yang diberikan akan disesuaikan dengan jasa yang telah dikeluarkan.

Pertimbangan gaji yang diberikan Islam terhadap para penguasa tidak bisa dilepaskan dari pengelolaan instrumen tambahan yakni keuangan. Pengelolaan ekonomi yang diberlakukan Islam sangatlah independen dan tidak ada intervensi dari pihak manapun. Islam tidak akan membiarkan pengelolaan harta kepemilikan umum seperti sumber daya alam dikuasai oleh asing maupun para korporasi. Pengelolaan yang tidak independen akan menjadikan negara memiliki ketergantungan dengan pihak manapun. Hal tersebut akan melemahkan kedaulatan negara. 

Selain itu, Islam akan memiliki pengaturan dalam memberikan sanksi bagi pelaku korupsi, sanksi yang diberikan Islam berupa jawabir (penebus) dan zawajir (pencegah). Sanksi dalam Islam akan memberikan efek jera bagi pelaku dan bagi orang yang melihat atau menyaksikan hukuman tersebut. Sanksi yang tegas akan mencegah terjadinya kasus-kasus berulang.

Oleh karena itu, sudah seharusnya umat menyadari bahwa hanya Islamlah yang mampu memunculkan solusi yang menyentuh titik persoalan. Korupsi akan mampu diberantas jika diterapkannya sistem Islam yang bersumber dari Allah Swt.

Wallahua'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post