KRIS BPJS SOLUSI LAYANAN KESEHATAN RAKYAT?


Oleh : Ima Amalia


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berencana akan menghapus layanan kelas 1, 2, dan 3. Sebagai gantinya adalah program Kelas Rwat Inap Standar (KRIS). 

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan, program KRIS tersebut menurut rencana akan diuji coba pada Juli 2022 ini. Namun, proses standarisasi kelas masih dalam perumusan konsep (Kompas.com, 10/6/20220).

Mengenai besaran iurannya, peserta yang memiliki gaji atau upah, diterapkan besaran iuran sebanyak 5 persen. Jumlah tersebut akan dipotong sebanyak 1 persen dari pekerja dan 4 persen dari pemberi kerja.
Adapun batas tertinggi penghasilan pekerja yang dijadikan dasar penghitungan iuran BPJS Kesehatan adalah Rp12 juta. Sedangkan batas terendahnya mengacu pada Upah Minimum Regional (UMR) kabupaten atau kota.

Sementara, untuk iuran ibu rumah tangga atau lansia yang tidak bekerja, akan dibayarkan pemerintah pusat atau daerah, dengan syarat, peserta tersebut masuk kategori miskin atau tidak mampu dan memenuhi syarat masuk di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Pertanyaan yang muncul, apakah kebijakan ini nantinya tidak akan memberatkan rakyat Indonesia? Akankah menuai kritik dan kemarahan dari rakyat seperti kebijakan yang lalu? Banyak spekulasi. Dengan melihat fakta yang terjadi selama ini, untuk iuran kelas 3 belum semua rakyat bisa mengikuti, bahkan ada yang menunggak. Dan tentu saja, jika ada keterlambatan pembayaran  iuran tiap bulannya, maka akan dikenakan denda secara paksa. Padahal masa berlaku BPJS ini berlaku seumur hidup dan juga masa pembayaran seumur hidup pula. Dan  uang yang dibayarkan tidak bisa diambil maupun dikembalikan. Kecuali saat sakit, dalam bentuk pelayanan kesehatan. 

Begitulah negara bersistem kapitalis menerapkan kebijakannya. Kebijakan yang tidak pro rakyat, dan cenderung mengambil keuntungan sebesar-besarnya untuk kepentingan korporasi dan  melepaskan tanggung jawab sebagai pelindung rakyatnya. Negara hanya bersikap sebagai regulator, yaitu pengatur ketersediaan layanan antara rakyat dan pihak ketiga (swasta).

Berbeda dengan negara bersistem Islam. 
Islam memandang bahwa kesehatan merupakan salah satu  perkara yang menjadi perhatian negara. Negara harus  menjamin pelayanannya dengan maksimal, berbiaya gratis, layanan kesehatan mutlak ditanggung negara, bukan diserahkan pengelolaannya pada korporasi (swasta). Dan bukan pula rakyat yang menanggung dengan sendiri dengan membayar iuran. dan berlaku bagi seluruh rakyatnya. 

Negara berperan sebagai raa’in (pemelihara urusan rakyat) dan junnah (pelindung/pencegah) masyarakat dari berbagai kesulitan, serta sebagai pelaksana konsep shahih bahwa kesehatan adalah kebutuhan dasar publik yang harus dipenuhi oleh negara. 

Negara dengan sistem Islam  menjamin layanan kesehatan agar terwujud dengan nyata. Sumber pembiayaannya diambilkan dari kas baitul mal yang berasal dari pos pengelolaan harta kepemilikan umum. 

Terbukti dalam sejarah, selama 1336 tahun dunia dibawah kepemimpinan sistem Islam, rakyat sejahtera, terlindungi hak-hak, terpenuh kebutuhan dan i hajat hidupnya. 

Tidakkah kita menginginkan kehidupan yang seperti ini? 
Kehidupan yang telah diatur oleh Sang Pencipta manusia, yang jelas membawa kebaikan dan keberkahan. Hidup mulia dalam naungan negara bersistem Islam. Allahu Akbar. 
_Wallahu'alam bishshowab_

Post a Comment

Previous Post Next Post