Larangan Sholat Idul Adha di Zona PPKM Darurat


By : ummu Aqiil

PPKM Darurat yang,telah diberlakukan oleh pemerintah khususnya untuk wilayah yang terkategori darurat terinfeksi virus seperti di Jawa dan Bali menyisakan sedih yang berkepanjangan.

Bagaimana tidak? Sejak wabah Covid-19 mengintai negeri ini sejumlah kebijakan selalu menyasar pada masalah ibadah. Belum sirna duka akibat terjadi pembatalan haji 1442 hijriah baru ini yang mengakibatkan jemaah haji asal Indonesia harus menahan diri dari kerinduan menjadi tamu Allah di Baitullah, walaupun faktanya mereka telah mampu dalam hal fisik maupun finansial.

Setelah pembatalan haji, wacana penutupan kegiatan sholat Idul Adha juga menjadi kebijakan yang akan direalisasikan oleh pemerintah. 
Hak tersebut disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas usai menggelar rapat bersama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Polri, Kementerian Ketenagakerjaan, Dewan Masjid Indonesia (DMI), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jumat, (2/7/2021).

"Sholat Id di Zona PPKM Darurat ditiadakan," katanya.

Larangan sholat Id mengacu pada ketentuan PPKM Darurat yaitu melarang peribadatan di tempat ibadah. Tak terkecuali tempat ibadah agama lain yang masih terkategori di zona PPKM Darurat.

"Kementerian Agama juga sudah menyiapkan peraturan peniadaan peribadatan di tempat-tempat ibadah di luar agama Islam seperti di masjid, pura, vihara, klenteng dan sebagainya. Kita siapkan secara bersamaan kita akan sampaikan kepada kawan-kawan,"tegasnya.

Mirisnya, pemerintah juga melarang aktivitas takbiran yang seharusnya jadi momen dalam menyambut hari raya Idul Adha 1442 H dan juga ungkapan rasa syukur dalam mengagungkan kebesaran Allah. Namun takbiran hanya di anjurkan di rumah masing-masing.

Begitu juga soal penyembelihan hewan kurban yang dibatasi aktivitasnya di tempat terbuka. Dan hanya boleh disaksikan oleh pihak yang melakukan kurban.

"Kemudian daging kurban yang biasanya pembagiannya itu seringkali mengundang  kerumunan dengan membagi kupon kita sudah atur bahwa pembagian hewan kurban itu harus diserahkan langsung kepada yang berhak ke rumah masing-masing," pungkasnya.
(liputan6.com, Jakarta, 2 Juli 2021)

Peringatan Hari Raya Kurban yang diperkirakan jatuh pada Selasa, 20 Juli 2021 dan bertepatan dengan PPKM Darurat akibat pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai membuat publik bertanya-tanya terkait pelaksanaanya.

Pasalnya aturan yang terdapat pada PPKM Darurat yang sudah diberlakukan pemerintah akan menutup tempat ibadah umum, seperti masjid, yang dilarang untuk dibuka.

Pertanyaan terkait pelaksanaan Idul Adha 2021 di tengah PPKM Darurat membuat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis, buka suara lewat akun Twitter pribadinya @cholilnafis, Minggu 4 Juli 2021.

"Ada yang tanya soal pelaksanaan Idul Adha?" cuit Cholil Nafis.

"Saya Jawab, silahkan ikuti ketentuan pemerintah," sambungnya.

Cholil Nafis juga menjelaskan terkait peran ulama, cendikiawan, dan pemerintah.
(pangandaran.com, 4 Juli 2021).

Menilik kebijakan PPKM Darurat yang telah direalisasikan pemerintah mulai Sabtu, 3 Juli hingga 20 Juli, sebenarnya terdapat beberapa aturan baru yang lebih ketat terkait pelaksanaan PPKM Darurat, diantaranya yaitu menutup beberapa sarana publik dan sektor pekerjaan, termasuk penutupan rumah ibadah dan kegiatan konstruksi.

Sementara kegiatan proyek konstruksi berjalan 100 persen, semua rumah ibadah di Jawa dan Bali ditutup sementara.
Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan pun membagikan dokumen peraturan batu ini. Sebagaimana PikiranRakyatPangandaran.com
kutip dari kanal Youtube Sekretariat Negara pada Kamis, 1 Juli 2021, 
Tempat ibadah yang ditutup meliputi masjid, hereka, pura, vihara, klenteng, dan tempat lain yang digunakan sebagai tempat ibadah.

"(Sejumlah) tempat ibadah (masjid, mushola, gereja, pura, vihara, dan  klenteng, serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah ditutup sementara," bunyinya.

Tempat kegiatan publik seperti pusat perbelanjaan (Mall), lokasi kegiatan seni dan budaya, sarana olahraga, serta tempat publik yang memiliki potensi menyebabkan kerumunan juga ditutup sementara.

PPKM Darurat ini juga meliputi pertautran kerja di rumah (WFH) 100 persen untuk sektor-sektor nonesensial.

Sementara, untuk sektor esensial dapat menerapkan work from office (WFO) sebanyak 50 persen  dengan protokol kesehatan.

Sedangkan kegiatan yang dibuka 100 persen adalah pelaksanaan kegiatan konstruksi atau projek pembangunan.

"Pelaksanaan kegiatan konstruksi (tempat konstruksi dan lokasi proyek) beroperasi 100% (seratus persen) dengan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat," ujarnya.

Adanya peraturan PPKM Darurat dianggap dapat menghambat laju penyebaran Covid-19.

Mirisnya, beberapa sanksi terhadap masyarakat juga terdapat jika tidak patuh terhadap peraturan PPKM Darurat ini.
(pangandaran.com, 1 Juli 2021).

Berbagai kebijakan yang dianggap pemerintah merupakan solusi terbaik dalam upaya memutus mata rantai penyebaran  Covid-19 faktanya tidak menemukan hasil yang signifikan.

Ironinya, kebijakan tersebut selalu merugikan masyarakat dan juga terkesan menghalangi umat menjalankan ibadahnya. Karena semua rumah ibadah di zona PPKM akan ditutup.
Disisi lain, pemerintah tetap membuka kegiatan proyek konstruksi yang boleh berjalan 100 persen. 

Apalagi pemerintah selalu terkesan tegas dengan umat Islam dari setiap Ramadhan hingga menjelang Idul Fitri dan juga ketika menjelang hari raya kurban. Sementara Idul Fitri yang lalu pemerintah membuka pariwisata yang sudah tentu mengundang kerumunan. Bagaimana Covid-19 akan melandai jika kebijakan tidak terarah?

Namun masukan agar pemerintah menerapkan penguncian wilayah (lock down) belum juga di tanggapi. Padahal lock down solusi satu-satunya agar wabah cepat berakhir. Karena Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sendiri pernah mencontohkan.
Sebagaimana sabda Rasullullah Shalallahu alaihi wasallam:

Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)

Umar bin Khattab ketika masa kepemimpinannya juga pernah mencontohkan sesuai hadits Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Saat itu Umar bin Khattab sedang  dalam perjalanan ke Syam lalu tersiar kabar wabah penyakit melanda negeri Syam. 

Dan akhirnya Umar tidak jadi melanjutkan perjalanan. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits:

أَنَّ عُمَرَ، خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ، فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ "‏ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ ‏"‏‏

Artinya: "Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhori).

Penguncian wilayah (lock down) juga berpotensi tetap terkendalinya perekonomian negara. Karena lock down hanya berlaku bagi daerah yang tertimpa wabah. Namun wilayah yang tidak terkena wabah masih bisa beraktivitas seperti biasa. Rakyat pun tidak kesulitan dalam mencari nafkah seperti di era pandemi sekarang.

Pemerintah juga seharusnya tidak serta merta menutup tempat ibadah karena menutup tempat ibadah merupakan upaya menjauhkan manusia dari Penciptanya. 

Adanya wabah semestinya menjadi bahan muhasabah bagi seluruh manusia tidak terkecuali seorang penguasa. Bukankah Allah Swt telah berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ {٤١}
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Al-Rûm [30]: 41)

Sejatinya penguasa di sistem sekuler kapitalisme memang enggan untuk mengambil nilai-nilai agama yang sudah jelas dalam syariat Islam.
Hal tersebut sebenarnya wajar, karena sistem sekuler kapitalisme bukan dari Islam. Sekulerisme yang berarti telah memisahkan agama dari peraturan bernegara. Sehingga menganggap kecerdasan manusia bisa menyelesaikan segalanya. 

Padahal Allah lah pemilik alam semesta, yang Maha tahu terhadap seisinya sehingga hanya aturan Allah saja yang layak untuk diambil manusia dan diterapkan tanpa harus khawatir mudharat  yang menimpa. Karena hakikatnya jika manusia mengikuti aturan Allah pasti keberkahan akan dilimpahkan kepada seluruh alam semesta. Dan hal tersebut dapat terwujud jika kita sebagai umat Islam mau memperjuangkannya dengan ikhtiar dan doa. Bersama bersatu dalam barisan pejuang Islam dalam penegakan Khilafah
Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post