Balada Impor Garam yang Merugikan Petaninya

Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I.

Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok  

 

Usai seruan Jokowi benci produk asing, kembali terjadi impor bahan pokok yaitu impor garam. Lengkap sudah benci produk asing tetapi cinta impor. Setelah impor beras, gula dan saat ini garam. Pemerintah dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, atau kualitas garam lokal yang belum sebagus garam impor maka kebijakan pemenuhan kebutuhan garam akhirnya harus dipasok dari impor.

Pada prinsipnya kebutuhan garam terbagi menjadi dua bagian yaitu kebutuhan konsumsi dan kebutuhan industri, sebagian besar atau sebanyak 3,9 juta ton kebutuhan garam ada pada industri manufaktur. Dengan alasan produktivitas dan kualitas garam lokal yang masih jauh kualitasnya lebih rendah dari garam impor adalah salah satu alasan kebijaksanaan impor dijalankan. Bukannya mencari solusi agar rakyat sejahtera khususnya petani garam dengan peningkatan ilmu dan teknologi atau mengajarkan cara pengelolaan tambak garam yang baik dan benar, sebagai upaya pemerintah memperbaiki produksi dan kualitas garam lokal, guna meningkatkan penghasilan dan taraf hidup masyarakat petani garam.

Sedih rasanya di negara yang memiliki luas lautan terbentang dengan julukannya ‘Nenek moyangku seorang pelaut’ yang merupakan modal dasar pembuatan garam, tetapi berperilaku seperti negara miskin yang sulit mencari air laut sebagai modal dasar pembuatan garam. Memakai garam impor bukan karena tidak ada garam di dalam negeri sendiri untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya, tetapi ketidakmampuan mengolah produksi air laut yang telah Allah SWT anugerahkan dan disiapkan untuk negara maritim yang tercinta ini. Dengan tersedianya air garam yang berlimpah ruah... Sungguh memalukan.

Hal ini memberikan contoh betapa tidak berpihaknya pemerintah kepada rakyatnya sendiri. Bila ayah melihat anaknya belum mampu untuk mandiri berdiri dan berjalan sendiri, maka yang harus dilakukannya dengan ajarkan, beritahu caranya, bimbing, dampingi untuk menjadi anak yang mandiri. Bukannya ditinggalkan  karena belum mampu. Please help me. mungkin ini jeritan petani garam.

Yang menjadi pertanyaan besar kita apakah kebijakan impor kebutuhan atau ketagihan? Atau apakah ada kepentingan oligarki di dalam kebijakan? Karena pemerintah kita melakukan impor setiap tahun dan tetap menjadi masalah yang tidak pernah ada solusinya. Astaghfirullah....

Alasan pemerintah membuka kembali impor garam sebanyak 3 juta ton pada tahun ini, menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi berkaitan dengan kuantitas dan kualitas garam lokal. Pada dasarnya garam impor tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri karena kualitas garam lokal belum sesuai dengan yang dibutuhkan industri.

Jika garam impor tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan industry, maka kualitas garam lokal dinyatakan belum sesuai dengan yang dibutuhkan industri. Jadi bukan jumlahnya saja yang mesti dipenuhi, tetapi juga kualitasnya. Nah ini yang sebenarnya menjadi semangat industri nasional bisa melihat kesempatan untuk perbaiki struktur industri garam nasional.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono  pun mengungkapkan, produksi garam dalam negeri diperkirakan mencapai 2,1 juta ton pada 2021. Sementara kebutuhan garam nasional tahun ini sebanyak 4,6 juta ton.  Dan pada saat yang sama juga Susi Pudjiastuti mantan menteri kelautan juga berpendapat bahwa seharusnya tak lebih dari 1,7 Juta pemerintah putuskan segera impor garam... Terlihat lagi ketidaksamaan dalam data. Seharusnya input pelaporan data kebutuhan dan stok data yang ada juga harus sama agar disaat pengolahan data sesungguhnya sebagai output dan dijadikan landasan kebijakan bisa tepat.

Jangan sampai ada yang berpendapat atau menilai impor garam ini sama saja kebijakan yang membasmi petani garam pelan-pelan, atau menjadikan wacana pertanyaan “Apa ini cara membasmi petambak? Sebenarnya Indonesia hanya memerlukan impor 2,57 juta ton sehingga keputusan jumlah impor menghasilkan surplus 500 ribu ton.

Dari pendapat di atas, sangat disayangkan, keputusan impor garam yang terus berlanjut, apalagi disertai pembatalan target swasembada. Impor garam akan semakin membuat petambak terpuruk karena harga garam di tingkat petani akan semakin tertekan sedangkan kegiatan oligarki semakin melambung tinggi dalam sejahtera seiring membanjirnya pasokan garam impor. Belum lagi masuknya garam impor akan membuat pengusaha semakin enggan menyerap garam petani, karena membutuhkan tambahan dana untuk mengolah agar sama atau minimal sejajar dengan kualitas garam impor.

Penurunan produksi garam akan terus terjadi. Penambak garam sudah bosan dan putus asa dengan keadaan ini, tidak ada yang memperhatikan perekonomiannya. Sudah otomatis petani garam memilih beralih menjadi kuli bangunan yang bisa memiliki pendapatan gaji yang tetap perbulannya, minimal antara tenaga yang dikeluarkan sebanding dengan pendapatan yang diterima. Selanjutnya siapa yang akan mengelola sumber alam yang telah Allah SWT anugerahkan kepada negara Indonesia tercinta ini...

Kita pun perlu melihat, seperti apa yang dilakukan negara dalam sistem pemerintahan Islam memandang masalah ini? Ternyata, Islam mampu mengaturnya. Dalam Islam Ketahanan dan kedaulatan perekonomian rakyat bisa terwujud karena pemerintah mendukung pendanaannya. Orientasi kepemimpinannya adalah riayah su'unil ummah yang artinya mengurus kebutuhan rakyat. Islam mewujudkan kemandirian dalam semua aspek perekonomian dan jaminan pasokan kebutuhan rakyatnya terjamin, dengan mengoptimalkan daerah kekuasaannya yang bagus untuk tambak garam dan  cara peningkatan produksi garam berkualitas dan bermutu serta produksi garam yang memenuhi kebutuhan rakyat melalui eksistensi peningkatan teknologi dan edukasi ilmu pengolahan garam yang bisa sejajar atau lebih dari kualitas garam impor.

Dalam Islam untuk meningkatkan produksi lokal, tentu akan melakukan peningkatan penyimpanan garam di atas garam bukan garam di atas tanah sehingga memiliki garam yang berkualitas. Dengan Peningkatan teknologi yang tinggi akan mendukung peningkatan hasil panen garam yang lebih besar. Semua itu dilakukan oleh pemerintah Islam sebagai sistem yang benar-benar memikirkan kesejahteraan hidup rakyatnya, bukan menjauhi dan meninggalkan rakyatnya berlepas dari tanggung jawabnya. []


Post a Comment

Previous Post Next Post