Prestasi Utang, Dedikasi Turun Temurun Penguasa Sekuler.


Goresan Pena : Sahara (Aktivis Dakwah Lubuk Pakam)


2020 akan segera berakhir, hanya tinggal menghitung jam. Kita akan sampai pada awal tahun yang baru. Insyaallah. Di awal tahun, setiap orang pasti menginginkan kehidupan yang lebih baik lagi dari tahun sebelumnya. Umat pasti menginginkan kesejahteraan dan kenyamanan.

Tapi semua ini adalah halusinasi, ada beban berat yang harus ditanggung jawabi. Yaitu hutang negara yang tidak ada habisnya. Tahun 2020 menorehkan catatan pahit dalam buku hutang Indonesia. Pemerintah menarik hutang yang besar guna meredam anjloknya ekonomi akibat wabah COVID-19 yang merebak dari Wuhan China akhir 2019.

Kementerian Keuangan memperkirakan defisit APBN 2020 akan melebar dari target yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 sebesar Rp1.039, 2 triliun atau 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Dengan adanya defisit yang besar, pemerintah harus mencari alternatif pembiayaan APBN lainnya, termasuk melalui hutang. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hutang yang dibuat di tengah masa krisis untuk selamatkan rakyat.(Viva.com)

Mengamati tujuan kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan distribusi yang real di lapangan sangat jauh berbeda dengan kenyataannya. Pasalnya kalimat dari "selamatkan rakyat" , faktanya hanya sebagian rakyat yang mendapatkan bantuan tersebut. Bantuan yang tebang pilih ini apakah bisa menjamin keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Belum lagi harga bahan pokok di akhir tahun dan awal tahun harganya kian hari kian melonjak naik.Dana bantuan sosial juga tidak didapatkan setiap hari, bukan? Sementara itu rakyat dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing dengan nominal pengeluaran yang mencekik. Misalnya tuntutan mengenai pajak listrik yang harus dibayar, Pajak Kendaraan, BPJS, dll.

Dikatakan kas Negera sedang defisit, tapi rakyat setiap bulan nya di tuntut untuk membayar pajak ini itu. Ditambah lagi Indonesia bukanlah Negeri kering kerontang yang tidak bisa menghasilkan komoditas produk apapun. Lantas kemanakah hasil keuntungan sumberdaya alam dan akumulasi pajak yang di dapatkan ? memberikan bantuan pada rakyat dengan cara berhutang, adalah solusi yang memalukan dan hina. Sebab secara tidak langsung, pemerintah bukan memberikan bantuan tapi membagikan hutang secara cuma-cuma pada rakyatnya. Setelah itu rakyat dipaksa membayar hutang negara dengan kenaikan pajak atau iuran lain lain nya. Apakah ini solusi?

Hutang yang dipinjam Juga pasti berbunga, tentu hal ini adalah riba. Jika terjadi keterlambatan pembayaran, bunga hutang akan meningkatkan. Mengakibatkan nominal uang yang dibayarkan juga akan bertambah, ditambah lagi hutang lama yang sampai detik ini belum  terselesaikan. Jelas ini adalah tindakan perilaku yang membuat kemurkaan Allah SWT. Pemerintah seperti menggali lubang jurang untuk rakyatnya sendiri.

 

Pemerintah gagal fokus dalam menuntaskan masalah rakyat. Kebijakan berhutang ini sebenarnya bukan menyelamatkan rakyat,tapi menyelamatkan diri sendiri sebab untuk menjaga eksistensi kekuasaan dan meredam amukan rakyat karena ketidakbecusan nya memimpin dan mengelola. Hingga akhirnya terjadi defisit negara dan menjadikan Pandemi covid 19 sebagai dalih untuk membenarkan tindakan berhutang ini.  Di negara manapun yang terjangkit Pandemi covid 19 ini pasti mengalami kerugian tapi solusi yang diambil bukanlah menambah hutang demi memberikan bantuan sosial ke pada rakyat nya, seharusnya memanfaatkan sumber penghasilan negara yang selama ini dikelola.

Lantas adakah solusi yang lebih baik untuk benar-benar bisa menuntaskan perihal hutang negara atau seluruh problematika umat saat ini?

Islam adalah agama sempurna dan paripurna, Islam diturun bukan sebagai pemenuhan fitrah bergama saja. Tapi juga memiliki pedoman aturan hidup yang universal, baik aturan  dalam hal yang sederhana hingga ke tahap yang lebih kompleks. Bisa dikatakan dari bangun tidur sampai bangun negara, Islam punya aturan nya. Mengapa demikian ? Sebab yang menurunkan Islam beserta aturan nya bukanlah manusia, yang status nya hanyalah makhluk yang memiliki kelemahan. Melainkan Allah SWT , sang Khaliq. Ilmu Allah dan kekuasaan nya meliputi seluruh alam semesta beserta isinya bahkan lebih dari itu. Allah SWT yang lebih tahu tentang baik buruk ciptaannya, apa yang di butuhkan dan apa yang harusnya dijalankan. Untuk itu dengan curahan kasih sayang Nya, Allah turunkan Islam pada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril untuk disampaikan kepada seluruh alam, dan menjadikan Nabi Muhammad sebagai suri tauladan untuk umat.

Lantas apa solusi Islam mengenai hutang negara?  Seperti apa seharusnya?

Kondisi resesi akibat utang ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Dalam Islam Khilafah memiliki 12 sumber pendapatan negara yang telah ditetapkan syariat yaitu (1) Anfal, Ghanimah, Fa’i, dan Khumus; (2) Al Kharaj; (3) Al Jizyah; (4) Macam-macam harta milik umum; (5) Pemilikan Negara berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pemasukannya; (6) Al Usyur; (7) Harta tidak sah para penguasa dan pegawai, harta yang didapat secara tidak sah dan harta denda; (8) Khumus rikaz(barang temuan) dan tambang; (9) Harta yang tidak ada pewarisnya; (10) Harta orang yang murtad; (11) Zakat; (12) Pajak

Dalam khilafah, resesi ini tidak mungkin terjadi. Jika pun terjadi hanya kemungkinan kecil nya saja. Sebab dengan penerapan syariat Islam potensi pendapatan negara akan sangat besar. Terutama dari pos harta milik umum, seperti sumber daya alam yang dikelola oleh negara.

Apabila memang terjadi defisit dalam daulah khilafah maka ada 3 cara untuk mengatasinya :

1. Mengambil dana atas pengelolaan kepemilikan umum

2. Dikenakan pajak bagi kaum muslim yang memang mampu

3. Mencari pinjaman non Ribawi

Khilafah tidak akan pernah melakukan kerjasama dengan pihak asing maupun Aseng yang masih menggunakan sistem sekuler untuk nilai kerjasama nya, apalagi sampai berhutang pada mereka. Tentu hutang tersebut tidak akan pernah diberikan jika mereka tidak mendapatkan keuntungan. "No Free Lunch" tidak ada makan siang yang gratis. Selain itu mereka juga pasti memberikan syarat dan prasyarat untuk membebani daulah khilafah serta mau tidak mau khilafah akan terikat pada mereka dan akhirnya tunduk dalam kekuasaan mereka. Sungguh seorang Khalifah yang memimpin daulah nantinya tidak akan pernah mau mengambil kerjasama seperti ini. Jika pun terjadi kerjasama dengan pihak lain, yang diterapkan hanyalah sistem aturan Islam. Hanya itu , tidak ada sistem yang lain.

 

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2]: 275)

Pada masa Khulafaur Rasyidin maupun masa Bani Umayyah, pernah mengalami Pandemi wabah. Tapi sejarah tidak pernah mencatat terjadinya resesi pendapatan daulah dalam menangani wabah tersebut. Justru setelah wabah itu kehidupan umat beranjak pulih dan sejahtera. Wallahu a'lam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post