CORONA MELANDA KEUTUHAN KELUARGA,ISLAM SOLUSI TUNTAS

Goresan pena: Irmaya, S.Pd.I

 

Keluarga adalah fondasi masyarakat. Keluarga adalah benih lahirnya generasi berkualitas. Keluarga adalah pilar peradaban.Setiap keluarga pasti menginginan keutuhan, ketentraman, dan ketenangan. Sebab, dengan tumbuh keluarga lengkap akan mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak. Pada umumnya, anak-anak bermasalah biasanya bermula dari kondisi keluarga yang retak dan tidak harmonis.

Pandemi corona yang belum diketahui secara pasti kapan berakhir, rupanya hendak menguji seberapa kuat bangunan keluarga hari ini. Ketahanan keluarga pun diuji agar bisa melewati badai corona. Dilansir dari BBC Indonesia (17/12/2020), angka peceraian di masa pandemic melonjakdi berbagai dunia.

Selama Juli-Oktober, Inggris menerima 12% dokumen permohonan cerai.Persentase ini meningkat disbanding tahun 2019. Di Amerika Serikat, angka perceraian meningkat menjadi 34%. Pasangan yang baru menikah dalam lima bulan terakhir menyumbang 20% di antaranya.

Tren yang sama juga terjadi di China, salah satu Negara yang memberlakukan karantina wilayah paling ketat di dunia. Di Swedia, dimana penanganan Covid-19 diserahkan secara swadaya kepada warganya, tren perceraian ini juga melonjak.

Di Indonesia pun sama,. Angka perceraian meningkat dimasa pandemi. 80% kasus perceraian yang masuk di pengadilan agama diajukan oleh pihak istri. Peningkatan perceraian ini diprediksi akan terus terjadi  di tahun 2021. Sekitar 76% kasus perceraian baru diajuan prempuan. Naik signigikan disbanding tahun 2019sebesar 60%.

KESENGSARAAN PEREMPUAN AKIBAT SISTEM KAPITALIS

Pandemi menjadikan kaum perempuan lebih banyak menghabiskan waktunya mengurus rumah tangga. Pada akhirnya, mereka pun mengeluh akibat tertekan dengan tugas domestik dan mendampingi anak-anak belajar daring.Seolah peran ibu adalah beban berat yang tak sanggup dipikul. Alhasil, perceraian menjadi solusi bagi perempuan yang merasa terbebani. Itulah factor internal.

Adapun jika dilihat dari faktor eksternal, kondisi ekonomi paling banyak memicu perceraian. Suami yang di-PHK, lalu cemas, kemudian frustasi yang memungkinkan terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Perselisihan karena berkurangnya pendapatan ditambah istri yang merasa terbebani. Pada akhirnya bercerai dianggap solusi terbaik.

Padahal, jika kita tilik kembali pandemi bukanlah sebab utama meningkatnya perceraian. Potret keluarga hari ini mencermin kan gagalnyakehidupan sekuler mempertahankan rumah tangga. Utamanya keluarga muslim. Kehidupan sekuler berhasil merapuhkan iman di segala lini. Saat mendidik anak tidak didasari dengan nilai-nilai Islam. Saat masalah datang, mudah melihat kekurangan pasangan. Bukan sikap bijasana yang ditunjukan, namun keegoisan dan kemarahan yang dijadikan ekspresi ketidakpuasan materi dan psikologi.

Inilah sistem sekuler yang mengandung prinsip kebebasan. Prinsip inipun melahirkan keseraan gender yang merusak dalam tatanan keluarga. Ide yang menuntut keseraan hak dan kewajina bagi laki-laki dan perempuan. Akibat tuntutan keseraan ini, bangunan rumah tangga goyah dan hancur. Perempuan tidak ingin terkungkung dengan tugas domestik sebagai rumah tangga. Alhasil, saat pandei menuntut perempuan lebih banyak di rumah, ia mudah stress dan tertekan dengan tugas domestiknya. Artinya rumah tangga rapuh bukan hanya pandemi. Namun akar permasalahannya adalah terletak pada sistem sekuler yang diterapkan.

Allah SWT telah berfirman: “ Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan, dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka buat”. (QS An-Nahl:112)

Rasulullah saw, bersabda : “Hampir-hampir kemiskinan itu menjadikan seseorang kufur” (HR.Abu Nu’aim)

Ayat dan hadits di atas tepat sekali menggambarkan kesengsaraan di dunia saat ini karena manusia meninggalkan hukum-hukum Allah menerapkan kapitalis-sekuler.

ISLAM MENJAMIN KETAHANAN KELUARGA

Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh . Selain mencakup pemikiran dasar mengenai aqidah, Islam juga mengatur aspek siyasiyah (dalam arti pengaturan urusan manusia ) , baik dalam masalah ekonomi, sosial, budaya, politik, hankam, termasuk hukum-hukum keluarga. Dalam konteks hukum-hukum keluarga, Islam pun telah menetapkan seperangat aturan yang begitu agung dan sempurna, baik yang menyangkut masalah perkawinan, waris,nasab, perwalian, thalaq, ruju’ danlain-lain.Semua aturan ini sejalan dengan pandangan Islam yang sangat concern dengan masalah keluarga dan menemptkannya sebagai bagian penting dlam masyarakat. Bahkan dalam Islam, keluarga bisa diibaratkan sebagai benteng pertahanan terakhir dalam menghadapi berbaggai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang akan merusak dan menghancurkan tatanan masayarakat Islam yang bersih dan tinggi.

Hubungan suami istri dibangun atas dasar persahabatn dan kasih sayang. Dengan begitu, situasi pandemic seperti saat sekarang ini akan merekatkan hubungan yang mungkin sempat merenggang. Baik hubungan ayah-ibu dengan anaknya atau hubungan suami dengan istrinya. Bukan malah memicu perceraian dan kekerasan.

Tingginya angka perceraian saat ini diperburuk dengan kondisi pandemi. Bagaimana keluarga muslim menghadapi? Wabah mestinya dipahami sebagai ujian Allah kepada hamba-Nya. Hadirnya pandemic harusnya meningkatkan iman dan kesabaran setiap keluarga. Ika suami kehilangan pekerjaan, maka istri harus member motivasi dan dukungan.

Bukan hanya keluarga, peran Negara dalam mengurangi beban ekonomi rakyat juga teka kalah penting.Negara akan menyelesaikan wabah denga efektif dan cepat. Dengan penanganan wabah yang cepat tanggap, hal itu tidak akan menimbulkan efek domino berkepanjangan. Jika wabah ditangani, kegiatan ekonomi bisa berjalan kembali normal. Hal ini juga akan mempengaruhi produktifitas manusia.Sistem ekonomi Islam akan memberikan sejumlah kebijakan yang mendukung terlaksananya peran suami sebagai pencari nafkah.Seperti menyediakan lapangan pekerjaan, atau memberi modal usaha bagi yang tidak memiliki pekerjaan..

Islam menetapkan mekanisme yang menjamin perempuan dan ana mendapatkan nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dlam kondisi apapun. Mekanisme nya adalah:

Suami sebagai kepala keluarga wajib emberikan nagkah kepada anak istrinya. Firman Allah: “Kewajiban ayah memberikan makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf (TQS Al Baqarah [2]:233)

 

Bila kepala keluarga tidak mampu missal sakit, cacat,tua,atau meninggal dunia, kewajiban nafkah kepada ahli warisnya sesuai hukum perwalian . Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam lanjutan ayat QS Al Baqarah di atas “Dan warisan pun berkewajiban demikan”

Dan jika pemenuhan pokok tidak bisa dipenuhi oleh suami atau ayah mereka, ahli waris atau kerabat dekat mereka, Islam tetap menetapkan kewajiban atas Negara. Negara memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan harta yang ada di baitul mal, baik dari pos zakat atau jika pos zakat kosong, diambil dari pos lainnya. Dalam pandangan Islam, Negara bertindak sebagai pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya dan bertanggung jawab mewujudkan kemaslahatan bagi mereka melalui penerapan hukum Islam secara kaffah. Rasulullah Saw bersabda:”Seorang imam seperti penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya”. (Al-Hadits).

Jika baitul mal benar-benar kosong, maka Negara akan mewajibkan pemenuhannya kepada seuruh kaum muslim yang mampu. Firan Allah SWT: “ Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bahagian”. (TQS.Adzariyat [51]:19)

Wallahu’alam Bi Ashowab

Post a Comment

Previous Post Next Post