Omnibus Law Dan Masa Depan Pekerja Dalam Islam



Goresan Pena Abu Mush'ab Al Fatih Bala
(Pemerhati Politik Asal NTT)

Aroma penggodokan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sudah lama tercium kaum buruh atau pekerja. Sebagai kaum yang banyak memberikan kontribusi bagi dunia perindustrian Indonesia, mereka wajar menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diduga banyak merugikan.

Kaum buruh merasa nafkah mereka terancam. Diduga ada unsur kapitalisme yang tertuang dalam RUU tersebut. Sebelumnya pada tanggal 1 Januari 2020, seperti dilansir dari MuslimahNews.com, diperkirakan sebanyak 100 ribu massa dari seluruh provinsi di Indonesia akan turun dalam aksi menolak Omnibus Law tersebut.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan aksi unjuk rasa akan berlangsung pada 16 Januari 2020 mendatang di depan Gedung DPR/MPR RI. salah satu tuntutan KSPI adalah terkait wacana perubahan sistem upah menjadi per jam.

Bila aturan ini diterapkan, Pemerintah secara tidak langsung berencana menghapus prinsip upah minum. Upah minimum berdasarkan jam kerja diduga merugikan kaum pekerja atau buruh.

Kemudian kasus ini berkembang lagi menjadi lebih rumit. Seperti dilansir dari Tempo.co (15 Februari 2020), ada 5 aturan Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggap merugikan pekerja. Serikat Buruh mengatakan bahwa beberapa aturan yang dianggap tak berpihak ke kalangan pekerja di RUU Cipta Kerja antara lain sebagai berikut.

Pertama, upah minumum Kota atau Kabupaten terancam hilang. Diduga hanya menggunakan Upah Minimum Provinsi yang di beberapa tempat malah lebih rendah daripada Upah Minimum Kota atau Kabupaten. Contoh: UMP Jawa Barat Rp.1,6 juta sedangkan UMK Karawang Rp.4.594.324, Kota Bekasi Rp. 4.598.708 dan Kabupaten Bekasi Rp. 4.498.961. Kedua, besaran pesangon PHK berkurang.

Ketiga, Cuti haid bagi perempuan diduga akan dihapus. keempat, nasib outsourcing tak jelas. Kelima, pekerja bisa dikontrak seumur hidup.

Ditambah lagi ada dugaan intervensi pemerintah dalam salahsatu pasal Omnibus Law Cipta Kerja. Pasal 170 diduga membuat aturan baru yang mana PP (Peraturan Pemerintah) bisa mengubah UU (Undang-Undang). Belakangan beberapa pihak mengatakan bahwa narasi PP mengubah UU ini adalah salahketik naskah RUU.

Dilihat dari perkembangan sosial politik yang sedang terjadi ini, Kaum Pekerja atau Buruh perlu dilindungi. Mereka punya tanggungan keluarga di tengah meroket nya harga barang dan jasa di negeri ini.

Kenaikan BPJS, tarif tol, harga-harga kebutuhan pokok serasa mencekik leher para buruh. Belum ditambah lagi dengan persaingan buruh asing semisal China. Di duga ada jutaan tenaga kerja kasar yang didatangkan dari China ke Indonesia.

Tentu saja para buruh merasa disaingi dan ditindas oleh sistem. Belum lagi mereka harus membayar pajak yang sangat tinggi dan bertambah jenis pajaknya. Diperkirakan jumlah pajak yang nenyokong APBN Indonesia sebanyak 85 %. Dan salahsatu wajib pajaknya adalah kaum pekerja atau buruh.

Hal yang serba sulit seperti ini belum pernah ditemukan dalam Sejarah Khilafah Islam. Ketika Umat Islam masih dalam satu Kepemimpinan Islam global menerapkan ideologi Islam. Dalam Islam kesejahteraan masyarakat diperhatikan.

Misalnya pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak ditemukan masyarakat wajib zakat di Afrika karena taraf masyarakat sudah diatas garis kemiskinan. Uang zakat yang berlimpah digunakan untuk membayar utang dan biaya pernikahan pemuda dan pemudi di Afrika.

Struktur ekonomi Khilafah juga jauh dari Pajak. Pajak diharamkan kecuali ketika kas negara kosong karena tidak ada pemasukan lainnya. Negara memanfaatkan pos pemasukan dari Zakat, Sumber Daya Alam, Perdagangan dan Jizyah.

Berbeda dengan Indonesia pada zaman milineal ini yang lebih mengutamakan pajak dan tidak mengambil alih Sumber Daya Alam dari tangan para kapitalis. Besarnya pajak dan Utang luar negeri mengakibatkan rakyar menderita termasuk kaum buruh.

Jika kaum pekerja atau buruh ingin kembali makmur maka satu-satunya jalan adalah kembali kepada Sistem Islam. Belum pernah ditemukan dalam Sejarah Islam, para buruh mogok atau bentrok kepada pengusaha. Pengusaha dan buruh dimakmurkan dengan kekayaan Khilafah Islam yang melimpah ruah saat itu.

Keadilan sosial begitu terasa. Lapangan kerja begitu banyaknya dan Islam mewajibkan para pengusaha berlaku baik kepada pekerjanya. Selain itu Islam meminta pekerja bekerja maksimal untuk para majikannya. Keindahan ini belum pernah terusik hingga datangnya ideologi Kapitalisme.

Ideologi Kapitalisme mengakibatkan runtuhnya sistem Islam dan membuat kesenjangan yang lebar antara Pengusaha dan Pekerja di Timur dan Barat. Kemudian datang ideologi Komunisme yang memanfaatkan sisi sosialisme dari pekerja untuk melawan pengusaha. Sayangnya jalan yang ditempuh oleh komunisme menggunakan kekerasan.

Padahal Islam merupakan ideologi yang mampu menguatkan tali sila ukhuwah antara Pengusaha dan Pekerja. Pekerja selalu makmur dan optimal dalam pembangunan negara.

Sebagai Contoh, pekerja yang membangun kota Baghdad sebanyak 100.000 orang. Mereka digaji dengan sangat layak, mendapatkan jaminan kesehatan dan pendidikan secara gratis bagi para pekerja dan keluarganya. Biaya pembangunan Kota Baghdad kala itu mencapai Rp.4.800.000 dirham. Bukankah kita rindu masa dimana para pekerja makmur dan mencintai negaranya? Sehingga terjadi keharmonisan antara Penguasa dan Masyarakatnya. []

Bumi Allah SWT, 19 Februari 2020

#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan

Post a Comment

Previous Post Next Post