Strategi Menangani Kelangkaan Bahan Pangan Haruskah dengan Impor?

Oleh : Nelly, M.Pd
Aktifis Peduli Negeri, Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Politik

Sudah hampir dua pekan harga bawang putih di pasaran mengalami kenaikan harga yang melonjak gila-gilaan sangat mahal. Saat ini, diberbagai daerah harga bawang putih dijual beragam, berdasarkan data Pusat Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) harga bawang putih di Kalimantan Timur mencapai Rp58.000 per kilogram, di Provinsi DKI mencapai Rp57.500/kilogram, sementara di Yogyakarta Rp56.250 per kilogram, di Batam dengan kisaran harga hingga Rp 55 ribu per kilogram (tirto.id). Tingginya, harga bawang putih ini dikeluhkan oleh sejumlah Masyarakat, terutama oleh para ibu rumah tangga dan para pengusaha rumah makan.

Menurut Menteri Pertanian Syahrul Yasin Virus korona yang baru dinamakan Covid-19 ternyata masih menjadi penyebab melambungnya harga bawang putih. China adalah pengimpor utama bawang putih untuk Indonesia, (Okezone). Untuk menanggulangi harga dan pasokan bawang putih ini pemerintah akan segera mengambil tindakan dengan melakukan impor, dari laman Pasardana.id, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan, izin impor bawang putih akan segera diterbitkan. Impor ini untuk menekan harga bawang putih yang melonjak di pasaran akibat isu virus korona.

Sekretaris Jenderal Kemendag, Oke Nurwan mengatakan, surat pemberitahuan impor (SPI) untuk bawang putih tengah diproses. Rekomendasi impor produk hortikultura (RPIH) untuk komoditas tersebut telah diterima dari Kementerian Pertanian. Sedangkan menurut menteri pertanian Syahrul Yasin mengungkap India dan Amerika Serikat dapat menjadi alternatif impor menggantikan China yang sedang dilanda virus Covid-19.

Bebicara mengenai kelangkaan pangan, harga yang melambung tinggi dan kasus importir sudah lama menjadi salah satu masalah di negeri ini, apalagi masalah bawang putih. Di Indonesia bawang putih memang terbilang langka. Factor geografis membuat sayuran berwarna putih itu sedikit sulit diproduksi di seluruh Indonesia. Tercatat, dalam rentang waktu 2013-2017 hanya NTB, Jawa Tengah, dan Jawa Barat yang menduduki kasta teratas dalam urusan produksi Bawang Putih. 

Walaupun demikian produksi yang dihasilkan sangat jauh dari harapan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2017 produksi bawang putih Indonesia sebanyak 19.150 ton dari lahan seluas 2148 Ha itupun mengalami penurunan sebesar 7,75% dari 2016 yang menghasilkan 21.150 ton. Jelas, sangat kewalahan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang mencapai 400 ribuan ton/tahun. Hanya memenuhi 1/30 nya saja dari total konsumsi. Padahal pemerintah melalui Kementerian Pertanian menargetkan swasembada bawang putih pada tahun 2021.

Dengan kondisi seperti ini, Indonesia terpaksa doyan melakukan kegiatan impor setiap tahun. Bawang putih menjadi komoditi yang rutin menguasai impor pada tanaman hortikultura Indonesia. Dalam rentang 2013-2018 rata-rata volume impor bawang putih mencapai 501.944,5 ton/tahun dan memiliki tren naik setiap tahunnya. Puncaknya volume impor tertinggi pada tahun 2018 yang tercatat 582.995 ton. Bahkan, dari seluruh stok bawang putih yang ada pada tahun 2018 sebanyak 93,68% di antaranya diperoleh dari impor.

Indonesia mendapat julukan raja impor bawang putih. Tidak berlebihan jika Indonesia disebut demikian karena pada realitanya Indonesia merupakan negara dengan volume impor bawang putih terbesar di dunia menurut data UN Comtrade.. Sangat berbeda jauh dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Filipina yang berada di urutan ke-2 dan ke-3 dengan masing-masing 74,986 dan 74,697 ton. Pada tahun 2018, UN Comtrade merekam China menjadi negara penyuplai bawang putih terbesar bagi Indonesia. Sebanyak 580.845 ton atau 99,6% bawang merah dikirim dari negara yang berjuluk tirai bambu tersebut. Sisanya berasal dari India yang menyuplai 464 ton, kemudian negara Asia lainnya sebesar 1684 ton.(suara.com)

Jika kita melihat sekilas, Impor adalah cara yang paling mudah, murah dan cepat untuk mengatasi kekurangan suatu komoditi dalam suatu negeri. Hanya saja, adanya impor justru akan membuat masalah baru dengan meningkatkan ketergantungan terhadap negara lain dan mematikan produksi di dalam negeri.

Selain itu, rendahnya pengawasan pemerintah dan lemahnya penegakan hukum membuat proses impor yang terjadi rentan terhadap kecurangan yang akhirnya merugikan masyarakat. Jumlah banyaknya mafia pangan dan perusahaan bawang putih yang diblack list oleh pemerintah menujukkan bahwa memang akan selalu ada orang-orang yang berusaha mengambil keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan kesulitan yang dialami masyarakat.

Dalam masalah impor ini kalau kita lihat sebenarnya tidak lepas dari kebijakan liberalisasi ekonomi (ekonomi neolib) yang diambil oleh rezim. Ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi politik akhir abad 20 yang prinsip dasarnya adalah menolak intervensi pemerintah dalam ekonomi.

Ekonomi neoliberal memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas. Merobohkan semua hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi. Maka jadilah rezim penguasa di negara berkembang sebagai fasilitator diterimanya berbagai bentuk agreement perdagangan bebas, yang kena dampaknya pastilah rakyat itu sendiri.

Berbagai bentuk agreement perdagangan bebas tersebut dipaksakan melalui lembaga dunia-World Trade Organization (WTO). Sejak WTO digagas di Peru tahun 1994, dominasi AS dan Uni Eropa nampak dominan dalam setiap pengambilan keputusan WTO. Masih tingginya domestic support negara maju dan kuatnya tekanan kepada negara berkembang untuk membuka pasar (market access) membuat negara-negara berkembang yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari sektor pertanian harus menghadapi pertarungan yang asimetris dengan negara maju.

Institusi tersebut telah memaksa negara-negara miskin untuk membuka pasar mereka sebelum produsen lokal memiliki kapasitas untuk berkompetisi. Konsekuensinya kekuatan ekonomi yang timpang antarnegara maju dan negara-negara berkembang dan miskin yang tergabung dalam WTO didorong untuk beradu dalam ring pasar bebas. Ibarat petinju kelas berat yang berhadapan dengan petinju kelas bulu, negara-negara maju dengan mudah menganvaskan negara berkembang ke sudut ring.
Haiti adalah contoh bagaimana liberalisasi memakan korbannya. Negara yang hingga dua puluh tahun lalu dapat memenuhi 95 persen kebutuhan berasnya dari produksi domestik, kini malah dibanjiri beras AS yang mencapai 75 persen, produk yang mendapat subsidi besar-besaran dari pemerintah AS.

Penyebabnya tarif impor beras sebesar 35 persen yang selama ini membentengi petani Haiti, atas desakan IMF pada tahun 1995 diturunkan hingga tiga persen. Kini hampir 50 persen penduduk Haiti didera kemiskinan dan kekurangan pangan (www.phi.org). Petani-petani di India, Afrika Barat, Ghana, dan sejumlah negara-negara berkembang lainnya termasuk Indonesia juga menjadi korban akibat kebijakan liberasasi perdagangan ini.

Menurut Abdul Qadir Zallum, tujuan utama dari kebijakan liberalisasi perdagangan tidak lain agar negara-negara berkembang di seluruh dunia dapat membuka pasar mereka terhadap barang dan investasi AS dan negara-negara maju yang memiliki superioritas dari negara-negara berkembang.

Akibatnya negara-negara berkembang terus menjadi konsumen utama dari komoditas dan investasi negara-negara maju. Di sisi lain kebijakan tersebut membuat struktur perekonomian negara-negara berkembang sangat sulit dalam membangun fondasi ekonomi yang tangguh sebab terus bergantung kepada negara-negara industri. Dengan demikian mereka tidak akan bergeser menjadi negara industri yang kuat dan berpengaruh.

Lalu bagaimana strategi agar pangan tetap bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, tanpa adanya kelangkaan dan harga yang mahal. Tsunami impor akan terus menggerus negeri ini selama rezim tetap berpegang pada kebijakan ekonomi neolib. Untuk menghentikannya dibutuhkan negara yang punya visi jelas, pemerintah yang berperan sebagai pelayan bukan pebisnis, serta sistem ekonomi syariah bukan ekonomi yang prokapitalis.  

Islam memperbolehkan negara untuk mengimpor komoditas-komoditas yang memang dibutuhkan oleh rakyat. Namun demikian, harus benar-benar dipilih dan ditentukan komoditas strategis nasional.

Oleh karena itu, pemerintah perlu ada perbaikan dari sisi supplay chain atau rantai pasok agar berbagai produk dimasyarakat, seperti komoditi pangan, bisa cukup diproduksi dan didistribusi secara merata sehingga impor-impor pangan bisa dihindari. Adapun tata cara peningkatan produksi dan pemerataan distribusi bisa dilakukan dengan intensifikasi, ekstensifikasi, efisiensi tataniaga, pembangunan infrastruktur dan sistem informasi pasar yg memadai.

Pemerintah juga harus menguatkan pengawasan terhadap praktik-praktik kecurangan yg merugikan masyarakat dan memberikan sanksi yang membuat jera, bukan hanya sekedar ancaman basa basi atau hukuman yang bisa dibeli dengan uang.

Namun demikian, yang lebih penting dari itu semua adalah adanya paradigma sistem dan kepemimpinan yang sahih yang dimiliki oleh negara dan masyarakat didalamnya yaitu Islam. Karena visi-misi dalam sistem Islam bahwa negara adalah tugasnya untuk melayani dan bertanggungjawab terhadap masyarakat. Dengan penerapan sistem Islam yang kaaffah menyeluruh baik dalam permasalahan ekonomi dan ketersediaan pangan dan harga yang murah.
Seperti diketahui bahwa faktor penyebab kenaikan harga pangan ada faktor yang tercipta secara alami antara lain  yaitu langkanya ketersediaan bahan pangan tertentu akibat gagal panen, serangan hama, jadwal panen dan lain-lain. Kemudian bisa saja karena penyimpangan ekonomi yang diterapkan negeri ini dengan neoliberalnya dan ini tentu saja menyalahi dari hukum-hukum syari’ah Islam, seperti terjadinya ihtikâr (penimbunan), permainan harga (ghabn al fâkhisy), hingga liberalisasi yang menghantarkan kepada ‘penjajahan’ ekonomi. 
Jika melambungnya harga saat ini karena faktor alami yang menyebabkan kelangkaan barang, maka disamping umat dituntut bersabar, Islam juga mewajibkan negara untuk mengatasi kelangkaan tersebut dengan mencari suplay dari daerah lain. Jika seluruh wilayah dalam negeri keadaannya sama sedang defisit pasokan pangan, maka bisa diselesaikan dengan kebijakan impor dengan masih memperhatikan produk dalam negeri. 
Namun jika melambungnya harga disebabkan penerapan sistem ekonomi kapitalisme neoliberal, maka penguasa harus mengatasi agar hal tersebut tidak terjadi. Hal ini pernah dicontohkan oleh kepemimpinan Islam selama kurun waktu 1300 tahun lebih, masa itu pernah Rasulullah saw sampai turun sendiri ke pasar untuk melakukan ‘inspeksi’ agar tidak terjadi penipuan harga maupun penipuan barang/alat tukar, beliau juga melarang untuk menimbun barang. 
Contoh yang tak kalah heroiknya tatkala Khalifah Umar bahkan melarang orang yang tidak mengerti hukum fikih (terkait bisnis) dari melakukan bisnis. Para pebisnis secara berkala juga pernah diuji apakah mengerti hukum syara’ terkait bisnis ataukah tidak, jika tidak faham maka mereka dilarang berbisnis. Hal ini dilakukan karena setiap kemaksiatan apalagi kemaksiatan terkait ekonomi akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan ekonomi.
Hal yang paling urgen adalah tanggungjawab pemerintah, dalam Islam pemimpin harus memaksimalkan upaya dan antisipasi dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian sehingga negara tidak boleh kosong dari riset dan penemuan baru dibidang pangan. Bahkan, pemerintah seharusnya memberikan perhatian terhadap sarana dan prasarana yang menunjang distribusi hasil pertanian misalnya penyediaan alat transportasi yang memadai serta perbaikan infrastruktur jalan karena pertanian merupakan salah satu pilar ekonomi negara, bahkan negara bisa mengalami kegoncangan jika pertanian dikuasai ataupun bergantung pada negara lain. Pemerintah harus menyediakan bibit tanaman, pupuk yang murah dan segala fasilitas untuk memudahkan dan mendukung para petani.
Negara yang betul-betul mengayomi masyarakat dengan sepenuhnya amanah seperti ini hanya kita dapatkan dalam sistem Islam yang menerapkan Islam secara sempurna hingga dalam pengaturan kenegaraan termasuk dalam menangani permasalahan kelangkangan pangan dan soal harga. Maka sudah saatnya kita kembali pada aturan Islam agar mendapatkan keberkahan. 

Post a Comment

Previous Post Next Post