Bahaya Liberisasi Dibalik Pembangunan PLTA

Oleh : Mega 
(Mahasiswi)

Menteri koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk tidak terlibat dalam pembangunan-pembangunan listrik. Hal itu, dia ungkapkan setelah menggelar rapat bersama PLT direktur utama PT PLN Sripeni Inten Cahyani di Kantor Kemaritiman Jakarta.

"Saya pengen, PLN lebih efesienlah. Terus kemudian kalian (PLN) jangan terlalu banyak dulu lah terlibat dalam pembangunan listrik, biarin aja private sektor yang lebih masuk, seperti 51% harus untuk Indonesia power untuk waste to energy, jadi konsolidasi aja dulul, biarkan private sektor main." Ujar dia, Rabu (Okefinance.com 14/8/2019).

Dia menuturkan, waste to energy sudah hampir 18 tahun tidak beres-beres. Oleh karena itu biarkan saja beauty contest jalan. Karena sudah ada Peraturan Presiden (Perpes-nya) yang jelas harganya berapa sen terus kemudian tipping feenya 500.

Begitu hal nya yang dilansir dari (Detik.com 15/8/2019) bahwa pemerintah dan Tiongkok menandatangani MOU pembangunan PLTAyang mampu menghasilkan listrik 9.000 MW dan ini akan mengaliri listrik untuk wilayah Tanjung Palas Timur, Kabupaten  Bulungan, Kalimantan Utara.

PENGELOLAAN TAK TEPAT SASARAN.

Sungguh pengelolaan energi listrik ini tak semestinya dikelola swasta karena ini menjadi kebutuhan khalayak umum, Karena listrik merupakan kebutuhan pokok rakyat dan merupakan bentuk pelayanan masyarakat yang wajib dilakukan negara. Oleh karena itu, negara tak semestinya menyerahkan penguasaan dan pengelolaan listrik kepada swasta sebagaimana halnya dari hasil barang tambang yang tidak boleh dikuasai oleh swasta apalagi individu.

Jika investasi ini diberikan peluangnya pada swasta, maka rakyat dalam memperoleh pelayanan dari PLTA ini akan kesulitan, malah akan dibebani pembiayaan yang rumit. Ironis memang, ketika hal ini akan terealisasi maka keuntungan pemilik modal akan semakin bertambah dan rakyat pun menjerit terlebih dimasa sulitnya persaingan ekonomi saat ini. 

Begitu disayangkan ketika aseng diberdayakan malah nasib rakyat yang dipertaruhkan, harusnya pemerintah melihat kondisi kasus black out PLN ini dengan cermat dan mencari solusi alternatif yang tepat, bukan malah lepas tangan begitu saja.

Sesungguhnyamasalah pembangunan kelistrikan ini dapat diatasi ketika bahan baku minyak bumi diganti dengan batu bara dan gas alam. Namun karena batu bara dan gas alam lebih banyak diekspor, maka pasokan dalam negeri termasuk untuk keperluan pembangkit listrik tidak dapat dipenuhi. Alhasil terjadi inefisiensi.

PANDANGAN ISLAM TERKAIT KELISTRIKAN.

Menurut Islam, listrik merupakan kepemilikan umum yang wajib dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Karena listrik merupakan kebutuhan pokok rakyat dan merupakan bentuk pelayanan masyarakat yang wajib dilakukan negara. Oleh karena itu, negara tidak boleh menyerahkan penguasaan dan pengelolaan listrik kepada swasta sebagaimana mana negara juga tidak boleh menyerahkan penguasaan dan pengelolaan bahan baku pembangkit listrik kepada swasta. Hal ini karena listrik dan barang tambang yang jumlahnya sangat besar adalah milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh swasta dan individu.

Berkaitan dengan ini Rasulullah saw bersabda “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.”(HR. Abu Daud).

Termasuk dalam api disini adalah energi berupa listrik. Yang juga termasuk kepemilikan umum adalah barang tambang yang jumlahmya sangat besar.

Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia meminta kepada Rasulullah saw untuk dibolehkan mengelola tambang garam. Lalu Rasulullah saw memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki bertanya : “Wahai Rasullullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir.”Rasulullah saw kemudian bersabda : “Tariklah tambang tersebut darinya”(HR. At-Tirmidzi).

Tindakan Rasulullah saw yang membatalkan pengelolaan tambang yang sangat besar (bagaikan air yang mengalir) menjadi indikasi yang menunjukkan bahwa barang tambang yang jumlah sangat besar tidak boleh dimiliki oleh pribadi, karena tambang tersebut merupakan milik umum.

Oleh karena itu, barang-barang tambang seperti migas, batubara, emas, perak, besi, tembaga, timah, dan lain sebagainya adalah kepemilikan umum. Dalam Islam, kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara karena negara adalah wakil umat. Kepemilikan umum tidak boleh dikuasai dan dikelola pribadi atau swasta apalagi pihak asing. Karena listrik termasuk milik umum, seharusnya listrik dapat diperoleh masyarakat dengan harga murah bahkan kalau perlu gratis.

Sehingga sangat penting untuk kembali pada sistem paradigma kepemimpianan Islam, yang akan menjadi raa'in dan junnah dalam menjaga eksistensi kehidupan saat ini yang mewujudkan kedaulatan dan kemakmuran rakyat yang senantiasa menerapkan aturan yang telah Allah SWT tetapkan yakni sesuai dengan Al-quran dan As-sunnah. Hanya dengan kembali pada syariat Allah, maka semua problematik ummat ini mampu terselesaikan yang sesuai dengan fitrah manusia. Wallahu A'lam Bissawab[].

Post a Comment

Previous Post Next Post