Peran Perempuan Mulia dalam Sistem Khilafah

Penulis : Ummu Ainyssa
(Member Akademi Menulis Kreatif)

Propaganda barat terhadap peran perempuan masih terus digaungkan.
Dalam aksi maupun diskusi tentang perempuan, terkesan selalu diawali dengan pra anggapan bahwa perempuan selalu berada pada lapisan bawah (low-layer), tertindas, dan tidak berdaya. 

Mereka mengambil sederet kasus seperti soal TKW, PRT, buruh perempuan, eksploitasi perempuan dalam bisnis dan sebagainya.

Oleh karenanya kemudian menurut mereka , diperlukan perjuangan menuju derajat emansipasi.

Selanjutnya agar perempuan mampu memperjuangkan kepentingan dirinya tanpa tergantung orang lain , diperlukan upaya pemberdayaan (empowerment) perempuan.

Bahkan mereka juga menganggap bahwa Islam lah yang telah membuat perempuan dalam kemunduran dan penindasan tersebut. Fenomena jilbab, perbudakan, poligami, hak talak pada suami, hak waris dan persaksian perempuan yang hanya separuh laki-laki, penekanan pada peran domestik perempuan dan sebagainya selalu di tunjuk sebagai bukti kebenaran tuduhan tadi. Tambah lagi menurutnya, di bidang politik dan kemasyarakatan Islam dituduh sama sekali tidak menghargai peran kaum perempuan. Mereka kemudian menakut-nakuti para perempuan bahwa saat negara Khilafah menerapkan aturan Islam maka perempuan akan semakin terkekang dan tidak bisa bebas berekspresi.

Semua penilaian diatas tentu saja tidak benar. Semua itu tidak lain hanyalah bagian dari sistem sekuler-kapitalis yang memisahkan peran agama dari kehidupan. Sehingga para muslimah dipaksa untuk meninggalkan kewajibannya sebagai seorang perempuan.

Sementara dalam pandangan Islam perempuan menempati posisi yang mulia. Baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat dan negara, yang tentunya berbeda dengan kaum laki-laki.

Islam memuliakan perempuan dan menempatkannya pada posisi dan peran yang tepat, sesuai kodrat penciptanya. Di dalam keluarga perempuan adalah ibu generasi. Dipundaknya terletak tanggung jawab yang besar untuk melahirkan dan mendidik generasi berkualitas tinggi sebagai aset bangsa.

Agar peran tersebut berjalan dengan baik, Islam menerapkan sejumlah aturan yang mengatur pola relasi antara laki-laki dan perempuan agar terwujud keselarasan dan keharmonisan dalam rumah tangga.
Aturan-aturan tersebut meliputi hukum tentang pernikahan, penyusuan, jaminan nafkah, pendidikan anak , dll.

Pelanggaran kehormatan sebagai istri, kekerasan domestik, dan penganiayaan terhadap istri adalah perkara yang dilarang oleh Islam. Karena sesungguhnya tujuan dari pernikahan adalah untuk mencari keberkahan dan kedamaian dalam hubungan suami istri.

Rasulullah SAW bersabda : "Orang yang imannya paling sempurna di antara kalian adalah yang paling berakhlak mulia, dan yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya" (HR-Tirmidzi)

Sementara saat Islam berbicara tentang kewajiban berdakwah, mendidik umat, di bidang politik boleh menjadi anggota majlis syuro misalnya, dan untuk itu ia harus keluar rumah, maka dalam hal ini Islam sedang berbicara tentang masyarakat dan peran perempuan dalam membentuk masyarakat yang baik.

Namun di balik dua hal di atas Islam sama sekali tidak menghilangkan keberadaan perempuan sebagai individu. Ia dibolehkan untuk menuntut ilmu, berpendapat, bekerja, mengembangkan hartanya, memimpin sendiri usahanya, dan sebagainya. Jadi tuduhan adanya bias gender di dalam ajaran Islam sangatlah tidak beralasan.

Islam juga mendorong laki-laki dan perempuan untuk mempelajari alam sekitar guna memanfaatkan ciptaan Allah SWT. Dalam rangka untuk memberikan manfaat bagi umat, baik di bidang kedokteran, pengetahuan, industri dan teknologi.

Sehingga tidak mengherankan jika negara khilafah mampu melahirkan ribuan ulama perempuan yang unggul dalam bidang-bidang studi, seperti kedokteran, astronomi, matematika, kaligrafi, syair, sains dan teknologi.

Ibunda Aisyah ra misalnya, berperan penting dalam mendidik umat Islam, utamanya para generasi muda. Ia juga mendirikan majelis ilmu untuk kaum muslimah. Darinya pula para sahabat mendapatkan pokok-pokok disiplin ilmu, semisal ilmu fiqih, dan tafsir Al Quran. Di awal-awal peradaban Islam beliau sudah termasuk di jajaran intelektual.

Dalam masyarakat pun para shahabiyah memiliki peran penting saat terjadi peperangan. Mereka sering sekali menjadi perawat yang membantu pasukan yang terluka. Atau mereka berpartisipasi memberikan semangat bagi kaum muslim yang sedang berperang. Bahkan tidak sedikit mereka yang ikut terjun ke medan perang untuk mendapat syahidah fii sabilillah, sebagaimana yang dilakukan oleh shahabiyah Nusaibah binti Ka’ab atau sering di sebut Ummu Imarah.

Contoh lain, Sutayta Al Mahamali, ia adalah sosok yang multitalenta yang lebih dikenal sebagai pakar matematika, khususnya aritmatika. Bahkan menjadi salah satu ilmuwan yang berhasil memecahkan solusi sistem persamaan dalam matematika yang sistem itu kemudian banyak dikutip oleh para matematikawan yang lain. Dan masih banyak lagi contoh yang lain...

Peran besar ibu dan kemuliaannya ini tidak lain hanya dapat diwujudkan bila aturan-aturan Islam diterapkan secara sempurna dalam naungan daulah Khilafah. Namun saat ini faktanya sistem Khilafah tidak diterapkan, sehingga perempuan hanya dijadikan objek pencetak uang, perempuan dieksploitasi, kehormatannya tidak dilindungi, dilecehkan, dan sebagainya.

Karena itu para ibu pun harus ikut berjuang untuk mengubah sistem kapitalis yang eksploitatif menjadi sistem Islam yang dapat mensejahterakan , bukan malah terjerumus dalam keadaan yang eksploitatif.

Maka dari itu jelaslah bahwa Khilafah adalah kebutuhan seluruh umat manusia, berjuang untuk menegakkannya adalah kewajiban. Karena tegaknya Khilafah merupakan janji Allah SWT. Sebagaimana yang sudah diterangkan di dalam surat An-Nuur :55 yang artinya :"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai…. "

Begitu juga hadist Rasulullah ,:"....kemudian akan ada lagi Khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian, setelah itu Rasulullah diam." (HR.Ahmad dalam Musnad-nya, di mana semua perawinya adalah tsiqqat).

Post a Comment

Previous Post Next Post