P2DK, Bantuan 15 Ekor Sapi Diduga Mark Up



Salah Seorang Petani Memperlihatkan Bantuan Sapi P2DK Kepada Awak Media
(Photo : Ahmad F)
N3,Sarolangun - Program Percepatan Pembangunan Desa dan Kelurahan (P2DK) di Kabupaten Sarolangun merupakan progran unggulan Bupati Sarolangun. Sesuai namanya, program ini bertujuan untuk percepatan pembangunan di desa dan kelurahan se Kabupaten Sarolangun.

Sebelumnya alokasi dana P2DK yang berjumlah Rp. 200 juta per desa /kelurahan, 40 persennya digunakan untuk pembangunan fisik dan 60 persennya untuk program ekonomi kerakyatan. Namun pada tahun 2018 seluruh jumlah dana tersebut dialokasikan untuk pemberdayaan ekonomi kerakyatan, atau Rp 190 juta setelah dipotong dana operasional dan dana lain -lain, peruntukannya sesuai hasil rapat desa/kelurahan, dilaksanakan sesuai dengan petunjuk tekhnis (Juknis) yang ditetapkan Pemerintah.

Dalam pelaksanaannya, jumlah dana yang digelontorkan dari APBD Kabupaten Sarolangun ini seharusnya diaplikasikan dengan Juknis yang telah ditetapkan itu, agar tujuan program ini tercapai demi percepatan pembangunan dan perbaikan ekonomi masyarakat. 
Namun diduga yang terjadi, belum maksimal sesuai Juknis yang berlaku, terindikasi di beberapa desa ditemukan aplikasi dana yang diperuntukkan untuk perbaikan ekonomi masyarakat itu, terlaksana di luar Juknis dan ada indikasi mark-up.

Menurut penelusuran awak media, ada dibeberapa desa yang mengaplikasikan dana P2DK untuk program pengadaan sapi betina , diduga  terjadi dalam pelaksanaan pembelian sapi di luar Juknis dan ada indikasi permainan (mark-up) harga.

Salah satunya di Desa Mekar Sari Kecamatan Pelawan, Kabupaten Sarolangun. Dalam pengadaan bibit sapi, Desa Mekar Sari yang terdiri dari 5 dusun, mengalokasikan dana P2DK untuk membeli bibit sapi sebanyak 15 ekor, dengan 3 sapi per dusun, besaran dan umur sapi tidak sesuai dengan Juknis. Bagaimana tidak, Sapi yang diberikan kepada masyarakat berumur sekitar 8 bulan, atau sapi betina yang masih kecil, tentu saja lingkar dada, tinggi pundak dan panjang badan, juga tidak sesuai juknis.

Bagaimana dengan harga? Menurut nara sumber media ini, TH dan JJ (nama diinisialkan) harga pasaran sapi tersebut berkisar Rp 8 juta.

"Kalau disini harganya orang beli sekitar 8 juta, umurnya sekitar 8 bulan ini pak, masih kecil, paling satu tahun lagi bisa dikawinin", sebut JJ kepada media ini, Senin (5/11)

"Kalau programnya, sapi siap beranak, katanya, ini malah kecil sekali", tambah JJ seraya berucap di desanya mendapat 15 ekor sapi betina, "di desa ini tiga orang satu dusun, disini 5 dusun, jadi semua sapi 15 ekor", Ungkap JJ .

Hal yang sama diakui TH, "Saya ini yang terakhir, sapinya kecil sekali, paling umuran 8 bulan, disini harganya 6 jutaan", katanya.

Namun walaupun sudah menerima sapi program P2DK, TH mengaku kurang paham dengan aturannya, Ini aturannya macam mana, pak, katanya induknya untuk saya, anak pertama untuk orang", urainya.

Dengan kondisi sapi yang belum cukup umur, TH menyebut akan lambat mendapatkan hasil dan lama bisa berkembang, "Paling dua tahun lah bisa beranak ", imbuh TH. namun dirinya merasa senang, "Kalau ditanya senang, yah senang lah, dikasih", pungkas TH.

Dengan pengakuan dua orang nara sumber media ini, dapat dihitung berapa dana yang habis untuk membeli 15 ekor sapi yang tidak sesuai Juknis tersebut? Hanya berkisar Rp 120 juta, sedangkan dana untuk pembelian Sapi berjumlah Rp 190 juta, dan kemana dana yang tersisa Rp 70 juta digunakan? Dengan kalkulasi sederhana tersebut, sudah jelas ada indikasi dan dugaan mark-up pada progran P2DK Desa Mekar Sari. 

Namun Ali Umar, Kabid UEM Dinas PMD Sarolangun menampik dugaan tersebut, "Kami sudah turun, dan tidak menemukan pelaksanaan di luar Juknis", katanya, Senin (5/12/2018) kepada media ini. (**)
Previous Post Next Post