KTT ASEAN, Makin Mengukuhkan Penguasaan Asin


By : Ummu Farhan

Dilansir dari Muslimah News.com, INTERNASIONAL -
 Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) menjadi agenda utama dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) virtual ASEAN yang berlangsung pada 12-15/11/2020.

Akhirnya semua negara dijadwalkan meratifikasi kesepakatan dagang yang mengikat 15 negara Asia Pasifik, yakni negara anggota ASEAN, ditambah Cina, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru, dalam sebuah zona ekonomi baru. RCEP yang digagas pada 2012 akan menjadi kesepakatan perdagangan bebas terbesar di dunia.

Adapun Ambisi Geopolitik Cina
RCEP yang digalang Cina menggeser zona perdagangan bebas usulan Amerika Serikat (AS) untuk kawasan Asia Pasifik yang dibatalkan oleh Presiden Donald Trump beberapa tahun silam. RCEP yang mewakili 30% Produk Domestik Bruto (PDB) global diyakini bisa menjadi langkah positif yang besar menuju liberalisasi perdagangan dan investasi.

Tentu saja bagi negara-negara ASEAN, pakta tersebut membuka peluang besar untuk memulihkan ekonomi menyusul resesi panjang akibat pandemi corona. Sementara untuk Cina, perjanjian ini bisa menjadi mekanisme efektif untuk mendikte aktivitas perdagangan di Asia Pasifik, yang mengalami vakum setelah Presiden Donald Trump membatalkan keterlibatan AS dalam perjanjian dagang Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Sebab itu RCEP dinilai memberikan keunggulan bagi ambisi geopolitik Cina.

Terlebih lagi, negara-negara ASEAN mendapat iming-iming prioritas utama pembagian vaksin dari Cina. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyelesaian konflik di Laut Cina Selatan semakin mengarah pada peta jalan damai yang digagas Beijing, yakni melalui kemitraan dagang RCEP yang dianggap bisa membantu menyelamatkan ekonomi dengan lebih cepat.

Sikap Indonesia
Dalam pidatonya pada KTT ke-23 ASEAN-RRT secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Kamis, 12 November 2020, Presiden Joko Widodo mendorong perkuat kerja sama ASEAN dengan Cina. Ada tiga hal utama dalam pidato yang disampaikan presiden.

Pertama, Jokowi berpandangan bahwa transformasi ekonomi dari konvensional menuju ekonomi berbasis digital merupakan hal krusial yang saat ini harus dilakukan. ASEAN dan Cina, kata Jokowi, juga harus segera mereaktivasi kerja sama ekonomi antara lain melalui harmonisasi kebijakan dan memastikan rantai pasok global dengan menghapus hambatan perdagangan.

Kedua, di KTT ASEAN Jokowi menyampaikan mengenai pemenuhan ketersediaan vaksin dan obat-obatan di kawasan.

Yang ketiga, Jokowi menyinggung soal stabilitas dan perdamaian di kawasan Indo-Pasifik yang menurut pandangannya belakangan ini diwarnai dengan ketidakpastian, termasuk rivalitas dan ketegangan di Laut Cina Selatan. 
Presiden berharap agar kemitraan antara ASEAN dan Cina ke depannya dapat mencapai lebih banyak kemajuan bersama melalui kerja sama yang terjalin kedua belah pihak.

Presiden Jokowi menyerukan negara-negara ASEAN untuk tetap mempertahankan netralitas saat adanya upaya perebutan keberpihakan dari dua kekuatan besar dunia di kawasan, seraya menyampaikan pentingnya para mitra ASEAN untuk menghormati hukum internasional yang berlaku. Menurut Jokowi upaya menarik ASEAN untuk berpihak pada salah satu dari dua kekuatan dunia – AS dan Cina – merupakan hal yang “sangat normal”.

Liberalisasi Ekonomi Makin Kuat
Sikap Indonesia ini menunjukkan bahwa Indonesia dan negara-negara ASEAN memiliki posisi yang lemah di kawasan. ASEAN selalu terombang-ambing di antara dua kekuatan negara besar yaitu AS dan Cina. Padahal seharusnya ASEAN yang memiliki kekuatan ekonomi besar mampu menjadi kekuatan yang independen, tidak dihegemoni asing.

Jika ASEAN mau bersatu secara riil akan terwujud kekuatan yang menggentarkan dunia, apalagi jika dipimpin oleh ideologi yang kuat. Indonesia bisa mengambil posisi sebagai pemimpin negara-negara ASEAN untuk mewujudkan kekuatan regional ini. Sayang sekali, kesempatan ini diabaikan oleh Indonesia.

Pasca meratifikasi kesepakatan dagang RCEP, Cina akan makin mudah menguasai ekonomi ASEAN. Liberalisasi ekonomi akan makin kuat karena adanya penghapusan hambatan perdagangan antarnegara. Produk Cina akan makin menguasai pasar ASEAN.

Sehingga slogan “Cintailah Produk-produk Indonesia” hanya akan menjadi slogan kosong karena realitasnya pasar dibanjiri produk Made in Cina. Tinggallah pengusaha dalam negeri yang gigit jari karena menjadi tamu di negeri sendiri. 
Wallahu'alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post