Kerusakan Moral Generasi, Buah dari Pendidikan Sekuler

 

Oleh: Endah Ratnasari

Aktivis Muslimah

 

 

Pendidikan kita saat ini semakin miris. Maraknya pelajar dan anak di bawah umur menjadi pelaku beragam kejahatan mencerminkan rusaknya generasi.  Ini menjadi bukti bahwa kurikulum pendidikan gagal mencetak generasi yang berkualitas. Sebagaimana yang dilansir laman kompas.com, Siswi di Lampung Diperkosa 10 Pria, Disekap 3 hari tanpa makan dan ditemukan dalam kondisi yang mengenaskan. Korban berinisial N, pelajar SMP berusia 15 tahun di Kabupaten Lampung Utara diperkosa 10 pria. Korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gedung di wilayah Lampung Utara pada Sabtu (17/2/2024). Polisi yang turun tangan mengamankan enam pelaku yakni AD, DA dan R yang masih di bawah umur. Serta tiga pria dewasa yakni AL alias IR, A dan MI. Sementara empat pelaku lainnya masih buron.


Inilah yang terjadi pada pendidikan kita saat ini. Sebagai orang tua mendengar kasus pemerkosaan, bullying hingga kasus bunuh diri pada remaja saat ini, membuat hati terasa tersayat. Pendidikan yang diharapkan orang tua dapat mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih baik serta melahirkan generasi yang bertakwa justru sebaliknya. Sekolah hanya ajang untuk pamer dan gengsi semata. Sekolah dengan bayaran termahal serta fasilitas terlengkap pun tidak menjamin anak kita akan menjadi pribadi yang shalih dan shalihah.

 

Rusaknya generasi kita saat ini buah dari diterapkannya pendidikan sekuler dalam sistem kapitalis liberal. Para pengusaha membuat banyak sekolah swasta dengan fasilitas yang memadai dan harga yang tidak murah. Sedangkan pemerintah hanya menyediakan sekolah biasa dengan fasilitas yang standar. Para pengusaha akan mengantongi sejumlah uang yang tidak sedikit demi kepentingannya tanpa melihat output siswa yang didapat di akhirat kelak.

 

Orientasi para penguasa dan pengusaha pun sama hanya mementingkan kepribadiannya saja. Tanpa memikirkan cara melahirkan generasi yang cemerlang itu seperti apa. Hingga pemerintah abai akan tanggung jawabnya sebagai kepala negara yang seharusnya memberikan pendidikan secara cuma-cuma demi kesejahteraan seluruh rakyat yang ia pimpin.

 

Selain itu, lingkungan yang rusak juga berpengaruh dalam membentuk kepribadian generasi, termasuk maraknya konten kekerasan dan seksual. Hal ini juga tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah yang seharusnya memberikan konten edukasi yang bermanfaat untuk anak-anak. Pemerintah seharusnya bisa memblokir seluruh konten porno atau konten lainnya yang dapat merusak generasi. Bukan malah membiarkannya menjamur untuk meraup keuntungan semata.

 

Memang, pemerintah saat ini berkomitmen akan terus mendorong dan mempertajam upaya-upaya penanganan tindak kekerasan terhadap perempuan melalui penguatan regulasi dengan mempercepat keluarnya turunan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang tertuang dalam Pedoman Nomor 1 tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana; Pedoman Nomor 2 tahun 2023 tentang Akomodasi yang layak dan Penanganan Perkara yang aksesibel dan inklusif bagi Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan; serta Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 6 tahun 2021 tentang Pedoman Perkara Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak dan Tindak Pidana Perbuatan Cabul terhadap Anak. 

 

Namun, implementasi dari UU Nomor 12 tahun 2022 tentang TPKS masih menemui tantangan dan hambatan di lapangan bagi aparat penegak hukum, yaitu perlu dilakukan sosialisasi dan implementasi peraturan pelaksanaan dari UU TPKS, agar dapat digunakan menjerat pelaku, memulihkan korban, bahkan mencegah terjadinya TPKS berulang.

 

Tapi, tetap saja semua itu tidak menyelesaikan masalah selama aturan yang diterapkan pemerintah saat ini sistem sekuler kapitalis. Sistem yang dibuat manusia selamanya tidak akan menyelesaikan masalah. Lain halnya dengan sistem Islam, sistem bersumber dari aturan Sang Pencipta manusia, Allah SWT.

 

Pasalnya sistem Islam memiliki sistem pendidikan yang kuat karena berasas akidah Islam. Dengan metode pengajaran talkiyan fikriyan akan mampu mencetak generasi yang beriman bertakwa. Berbeda dengan kurikulum saat ini yang terus berganti sesuai pesanan dari pemerintah serta investor. Kurikulum yang dipesan pun tidak menjadikan siswa dan anak menjadi pribadi yang shalih serta generasi yang dapat mengubah peradaban. Di sistem saat ini dengan kurikulum yang digunakan hanya melahirkan generasi rusak secara akhlak maupun fisiknya. Mereka terus dicekoki akan hal negatif yang sangat mudah mereka dapat dari manapun.

 

Adapun solusi dalam sistem Islam, maka: Pertama, akan membuat masyarakat menjadi orang yang takut akan berbuat salah dengan adanya sanksi yang berat bagi para pelanggar hukum, contohnya mencuri dengan jumlah sekitar seperempat dinar atau lebih akan dipotong tangannya. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits `Aisyah, bahwa Nabi SAW bersabda, ”Tidak dipotong tangan (pencuri) terkecuali pada seperempat dinar atau lebih.” Hukumannya akan disaksikan seluruh masyarakat agar membuat masyarakat lain yang melihat akan berpikir berulang kali untuk melakukan hal yang sama. Masyarakat yang dibentuk dengan kesamaan perasaan untuk tidak melakukan hal-hal yang buruk.

 

Kedua, dengan menciptakan lingkungan yang penuh dengan ketakwaan senantiasa dekat dengan Allah SWT. Masyarakat yang diatur sesuai dengan peraturan Allah SWT berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunah. Saling bahu membahu mencipatkan lingkungan yang syar'i antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Ketiga, menanamkan keimanan sejak dini, mengajarkan pada anak hukum-hukum Allah sejak dini. Keempat, perlu adanya sebuah negara yang bisa menerapkan sistem iIlam bukan sistem buatan manusia seperti saat ini.

 

Dengan dukungan penerapan Islam dalam berbagai sistem kehidupan, akan membentuk generasi berkepribadian Islam. Penerapan hukum Islam tidak akan bisa terwujud dengan sistem yang ada saat ini maka perlunya adanya perubahan sistem agar tercipta kesejahteraan serta kedamaian untuk seluruh makhluk ciptaan-Nya.[]

 

 


Post a Comment

Previous Post Next Post