Penistaan Agama Berulang, Islam Kafah Solusi Cemerlang




Oleh Rumaisha

Pengasuh Majelis Taklim


Sungguh miris! Penistaan agama terus berulang di negeri yang mayoritas muslim ini. Penguasa tidak punya gigi untuk menghentikannya. Perbuatan yang keji ini akan terus terjadi, dengan pemain dan bentuk baru, selama demokrasi masih bercokol di pangkuan ibu pertiwi. Kebebasan berpendapat yang ada dalam demokrasi, nyatanya hanya melahirkan orang-orang yang berani menista dan menghujat Islam dan aturan yang dibawanya. Seperti yang lagi viral akhir-akhir ini.

Lina Mukherjee, seorang selebgram ditetapkan sebagai tersangka penista agama ketika mengunggah fotonya saat makan olahan babi mengucapkan bismillah. Padahal, ia tahu babi adalah makanan haram dalam Islam. Padahal, dia sendiri mengaku beragama Islam. Setelah cukup bukti dan keterangan dari beberapa orang saksi dan ahli, akhirnya ancaman hukuman diberikan oleh penyidik Subdirektorat V Siber Kepolisian Daerah Sumatera Selatan dengan ancaman hukuman enam tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar. (cnnindonesia.com, 29/4/2023)

Penistaan agama bukan kali ini saja. Kita masih ingat tahun 2022, kafe Holywings di Jakarta mengunggah promosi minuman beralkohol gratis untuk pengunjung yang mempunyai nama "Muhammad" dan "Maria". Sebelumnya tahun 2021, terjadi kasus penistaan agama Islam oleh M. Kace yang menghina Nabi Muhammad saw. dengan menyebut Rasulullah sebagai pengikut jin. Penistaan demi penistaan terus berulang bagai fenomena gunung es.

Rentetan  peristiwa-peristiwa yang berulang, adalah bukti bahwa hukuman yang diberikan penguasa tidak membuat pelakunya jera. Mirisnya, pemerintah baru bertindak jika umat berteriak dan turun ke jalan minta keadilan, barulah dugaan penistaan agama ini ditindaklanjuti. Jika umat Islam diam, kasus penistaan ini akan menguap begitu saja. Apalagi kalau pelakunya dekat dengan kekuasaan.

Tindakan penguasa yang lunak terhadap penista agama adalah sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi sekuler. Padahal, rakyat dan para pejabatnya mayoritas beragama Islam, seharusnya umat marah ketika agamanya dilecehkan. Namun, sekularisme, telah memposisikan agama sebagai urusan individu dan berada di wilayah privat. Negara tidak berhak untuk mengurusinya. Wajar, aktivitas membela agama dan melindunginya dari para penista bukan hal yang penting.

Kebebasan berpendapat yang diagung-agungkan dalam sistem demokrasi, telah dijadikan panggung bagi para pembenci Islam untuk mengekspresikan kebenciannya. Mereka bebas mengeluarkan pendapat sekalipun menista manusia agung yang telah membebaskan manusia dari kegelapan jahiliah. Walhasil, jika negeri ini masih menghamba sistem demokrasi, penistaan agama akan terus berulang.

Islam yang datang dari sisi Allah Swt. mempunyai seperangkat aturan yang akan membuat para penista agama jera. Karena, Islam bukan hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga mengatur permasalahan kehidupan termasuk hukum pidana bagi para penista agama. Menurut Syekh Abdurrahman As Sa'di rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan, bahwa menghina Allah, ayat-ayat dan Rasul-Nya adalah penyebab kekafiran. Pelakunya keluar dari agama Islam (murtad), pelakunya harus ditindak dengan tegas. Bahkan kalau tidak bartaubat, hukuman mati solusinya.

Penerapan Islam kafah  oleh seorang khalifah adalah solusi cemerlang dalam menyelesaikan penistaan terhadap agama. Bagi seorang khalifah menjaga kemuliaan Islam adalah harga mati dan menjadi tanggung jawabnya.

Seharusnya, penguasa saat ini meneladani sikap para pemimpin Islam. Khalifah Abdul Hamid II langsung mengultimatum kerajaan Inggris yang akan merencanakan pementasan drama karya Voltaire yang akan menistakan kemuliaan Rasulullah saw. Khalifah mengancam akan mengobarkan jihad akbar kalau pementasan itu tetap diselenggarakan. Inggris pun membatalkan pementasan tersebut.

Masih percaya kepada sistem demokrasi sekuler? Padahal, sistem ini telah melahirkan berbagai kerusakan di setiap sendi kehidupan. Saatnya, umat segera kembali ke pangkuan khilafah, satu-satunya sistem pemerintahan yang menerapkan hukum Islam kafah.


Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post