Generasi Muda Kian Rusak, Siapa yang Bertanggung Jawab?


Oleh: Fitri Suryani, S.Pd
(Guru dan Penulis Asal Konawe)

Polisi menangkap tiga anak berhadapan dengan hukum (ABH) atau istilah bagi tersangka untuk anak di bawah umur atas kasus pembacokan yang menewaskan ARSS (14). Diketahui, pembacokan itu terjadi pada Rabu (22/3) lalu di Sindangpalay, Cibeureum, Kota Sukabumi.
Ketiga ABH itu di antaranya berinisial DA (14), RA alias N (14) dan AAB alias U (14). Peristiwa pembacokan ini geger di masyarakat karena korban merupakan target kedua kali dan pembacokan itu ditayangkan secara langsung melalui siaran Instagram (Detik.com, 24/03/2023).

Selain itu, perang sarung antargeng meresahkan warga Purworejo, Jawa Tengah. Insiden ini terjadi pada Jumat (24/3/2023) sekitar pukul 01.00 WIB, di Desa Brenggong, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo. Atas insiden ini, 13 orang telah ditangkap oleh pihak kepolisian. Sementara puluhan lainnya berhasil kabur saat didatangi petugas. 

Belasan barang bukti berhasil disita oleh polisi. Termasuk sarung yang sudah dimodifikasi untuk digunakan sebagai senjata perang antargeng tersebut. Pun Kapolsek Purworejo, AKP Bruyi Rahman mengatakan sarung sudah dibendel dan diisi dengan beban (batu dan pasir). Sehingga kalau dipukulkan akan melukai. AKP Bruyi menyebut, kebanyakan dari anggota geng-geng ini adalah anak-anak. Rata-rata SMP dan SMA (Kompas.com, 24/03/2023).

Dua fakta tersebut tentu hanya secuil fakta dari banyaknya kasus kekerasan/kriminal yang dilakukan oleh para generasi muda saat ini. Hal itu jelas sangat memprihatinkan, bagaimana tidak kekerasan yang dilakukan oleh generasi muda termasuk pelajar kian hari jumlahnya makin meningkat. Pun kekerasan yang dilakukan makin beragam.

Kekerasan/tindak kriminal yang dilakukan generasi muda tentu banyak penyebabnya, di antaranya mereka kemungkinan besar pernah menjadi korban kekerasan. Baik kekerasan itu terjadi di lingkungan tempat tinggal dan terpapar kekerasan dari media atau internet yang mana saat ini begitu banyak media yang menyajikan tayangan atau tontonan yang minim nilai edukasi bahkan mampu mengarahkan generasi muda ke arah yang tak beradab.

Tak hanya itu, kekerasan yang dilakukan generasi muda saat ini  juga dapat disebabkan korban dari masalah rumah tangga, berupa kemiskinan, pengabaian, perceraian, minim/tidak mendapatkan pengasuhan dari orang tua dan masih banyak lagi.

Di samping itu, sistem sekuler yang ada saat ini pun sangat memiliki andil yang besar atas bobroknya generasi muda saat ini. Karena dalam sistem ini agama nampak tak boleh berperan dalam mengatur persoalan kehidupan manusia, sebab hampir semua dikembalikan kepada akal manusia yang sifatnya lemah dan terbatas yang kadang menimbulkan pertentangan.

Dari itu, hal ini butuh kerja keras dari semua pihak, di antaranya: Pertama, peran lingkungan keluarga. Keluarga dalam hal ini orang tua memiliki peran yang begitu penting, karena lingkungan keluarga dalam hal ini  orang tua merupakan sekolah utama dan pertama anak dalam memperoleh edukasi, baik sifatnya moral ataupun spritual. Sebab, hal tersebut akan mampu membentuk kepribadian anak.

Kedua,  peran lingkungan masyarakat. Peran masyarakat pun penting dalam membantu pendidikan yang telah ditanamkan oleh orang tua di rumah. Sebab, betapapun orang tua telah memberikan pendidikan yang terbaik, namun jika lingkungan masyarakat buruk, maka anak juga akan cenderung terpengaruh oleh keburukan yang ada di lingkungan masyarakat. Dari itu penting adanya saling melakukan amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, karena manusia tak lepas dari salah dan khilaf.

Ketiga, peran negara. Negara tak kalah penting dari peran lingkungan keluarga dan masyarakat, sebab negara memiliki kekuatan hukum dalam membuat peraturan dan memberi sanksi bagi pelaku keonaran, kekerasan bahkan kriminal. Untuk itu peran negara begitu strategis dalam menciptakan dan mengondisikan lingkungan masyarakat tak terkecuali para generasi muda termasuk para pelajar dalam membentuk karaktek mereka menjadi lebih baik.

Pun jika menilik dalam kaca mata islam dalam membantu membentuk kepribadian luhur generasi muda, maka salah satu tujuan pendidikan yang akan ditanamkan, yakni membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat baik akidah ataupun hukum. Kemudian strategi pendidikannya adalah untuk membentuk pola pikir dan pola sikap islam. Sehigga nantinya akan mampu membentuk generasi muda yang berkepribadian islam, yang mana setiap perbuatan yang dilakukan bukan berdasarkan hawa nafsu, tapi tuntunan syariat. 

Oleh karena itu, saat ini nampak sulit mengondisikan generasi yang memiliki pola pikir dan sikap yang luhur, jika kurang sinergi antara peran lingkungan keluarga, masyarakat hingga negara. Karenanya sudah saatnya bahu-membahu mengarahkan generasi muda agar tak hanya cerdas secara akademis, tapi juga memiliki budi pekerti yang luhur. Wallahu a’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post