Indonesia Terpedaya Janji Manis Proyek KCJB

Oleh: Arbiah, S.Pd

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) penuh dengan drama silih berganti. Dimulai saat awal proyek di 2015 diambil oleh China dari Jepang karena saat itu China dianggap mampu membangun proyek ini lebih murah dan mumpuni.

Awalnya China merinci dana sebesar US$ 5,13 miliar atau Rp. 76 triliun pada proposal awal, tetapi perlahan berubah menjadi US$ 6,071 miliar lalu melonjak lagi jadi US$ 7,5 miliar atau setara Rp. 117,75 triliun (kurs Rp. 15.700).

Direktur Utama PT. Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi sempat menyampaikan, bengkak biaya proyek KCJB adalah US$ 1,449 miliar atau Rp 22,7 triliun. Data tersebut berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) per 15 September 2022 (CNBC Indonesia, 15/02/2023).

Pembangunan proyek KCJB lagi-lagi penuh dengan drama yang mengecewakan. Proyek KCJB terus menunai panen kritik. Biaya investasi proyek kerja sama Indonesia-China membengkak sangat besar (cost overrum). Pemerintah pun harus terpaksa menambah biaya pembengkakan dengan APBN meski hal itu sejatinya mengingkari janji awal pemerintah. Mega proyek tersebut diperkirakan memakan biaya investasi hingga Rp. 113,9 triliun sampai Rp. 117,75 triliun, biaya yang sangat fantastis bukan?

Bengkaknya biaya KCBJ menunjukkan perencaaan yang tidak cermat dari pemerintah dalam membangun kerjasama dengan investor. Apalagi untuk proyek yang sejatinya bukan program prioritas dan bemanfaat untuk banyak orang di tengah ketiadaan dana negara. Apalagi Utang seperti ini juga bisa membahayakan kedaulatan negara.

Negara semestinya mengurusi persoalan yang penting untuk keberlangsungan hidup masyarakat. Bukan sibuk membangun proyek yang sekadar untuk menghabiskan anggaran yang akhirnya menjadi proyek mubazir. Di sisi lain, masih banyak problem prioritas yang menanti solusi tuntas negara, seperti mengentaskan kemiskinan, stunting, rumah layak huni , bangunan sekolah, jalan dan lain-lain.

Ironis hidup dalam kungkungan sistem kapitalisme yang asasnya asas manfaat. Beragam proyek infrastruktur itu, tidak terkecuali KCJB tentu saja hanya kamuflase dari jebakan ekonomi. Karena pola penjajahan ekonomi ala negara kapitalis juga Cina berlakukan di sini. Ini artinya, polemik KCJB bisa lebih parah lagi sehingga sangat mungkin akan makin menjerumuskan negeri ini dalam penjajahan.

Demikianlah, negara kapitalis menggelontorkan utang sama sekali bukan demi membantu, melainkan karena ada asas manfaat yang ingin di raih. Utang adalah instrumen yang akan senantiasa membuat umat menderita. Dengan utang itu negara-negara kapitalis akan menekan dan melakukan intervensi bahkan menduduki wilayah negeri-negeri muslim tersebut. Ini jelas mengancam kedaulatan negara yang bersangkutan.

Lebih dari itu, utang luar negeri tidaklah diberikan oleh negara-negara kapitalis kecuali dengan riba, padahal riba itu haram bagi umat Islam. Dengan demikian, hukum syarak utang luar negeri adalah haram.

Islam memiliki skala prioritas proyek pembangunan. Juga memiliki sumber dana yang luar biasa yang mampu menyokong proyek-proyek negara. Dengan demikian negara tak tergantung pada negara lain, bahkan terlibat hutang dengan riba, sesuatu yang diharamkan dalam Islam.

Hal yang tidak kalah penting dalam pembangunan infrastruktur tentu saja perihal pendanaan. Islam tidak akan sembarangan melakukan utang luar negeri apalagi yang berbasis riba. Biaya untuk pembangunan berasal dari dana kas negara yang pastinya tanpa utang luar negeri.

Oleh karena itu hanya Islam lah satu-satunya sistem yang mampu mengatur masalah infrastruktur yang layak di bangun dan tidak. Mampu mengontrol APBN untuk disalurkan atau distribusikan untuk kemaslahatan umat.

Wallahualam Bishawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post