Narkoba Buah Sistem Liberal



Oleh: Endah Nursari 
(Ummahat Peduli Umat)

Aktor sinetron "Ada Apa Dengan Cinta" Rivaldo Fifaldi Surya Permana harus kembali berurusan dengan pihak kepolisian terkait penyalah gunaan narkoba untuk ketiga kalinya. Saat ini, Rivaldo berstatus sebagai tersangka dan diamankan di Polda Metro Jaya usai ditangkap di apartemen Green Pramuka City, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023)

Pemeran Rangga dalam sinetron AADC ini sudah  2 kali ditangkap karena urusan narkoba. Tidak kunjung kapok, kini ia mengulangi aksinya. Hal tersebut menunjukan bahwa jerat narkoba begitu kuat terhadap penggunanya.

Tidak hanya Rivaldo, sederet artis juga terbukti pernah menyalahgunakan narkoba. Kebanyakan mereka adalah artis muda yang menjadi figur publik di tengah-tengah masyarakat. Bagi mereka narkoba seolah sudah menjadi kebutuhan. Meski sudah ditangkap dan pernah dipenjara, mereka tetap mengkonsumsinya lagi dan lagi. 

Sistem sanksi yang berlaku tampak tidak efektif dan tidak membuat mereka jera. Maraknya penyalahgunaan narkoba di kalangan artis menjadi cermin maraknya peredaran barang haram ini di tengah masyarakat. Meski penduduk mayoritas negeri ini muslim, ternyata Indonesia menjadi pasar peredaran narkoba. Tidak hanya pasar bahkan sudah menjadi produsennya.

Pada 15 Januari lalu, Polda Metro Jaya menggeledah sindikat industri pembuatan likuid Vape yang mengandung narkoba jenis sabu cair di Jakarta Barat. Sabu cair merupakan narkoba jenis baru yang menyasar kalangan muda. Sabu tersebut dikonsumsi dengan mencampurkannya ke dalam kopi/cairan rokok elektronik (Vape). Dengan demikian sasarannya adalah anak muda yg sering mengisap Vape. 

Padahal narkoba menyebabkan kerusakan fisik dan psikis yang luar biasa bagi penggunanya. Di masyarakat, pengguna narkoba bisa sampai bertindak kejahatan, kekerasan, dan perusakan.

Dengan kasus yang sedemikian besar bisa kita bayangkan, betapa hancurnya generasi muda muslim jika mereka terkena jerat "monster" narkoba. Fisik dan akal mereka rusak. Psikis mereka juga bermasalah. Padahal para pemuda adalah pemegang estapet peradaban Islam dan kekuatan terbesar dalam perjuangan Islam.

Namun sayang sekali begitu banyak serangan-salah satunya-narkoba untuk menghancurkan generasi muda muslim agar potensi mereka hancur lebur dan tidak bisa menjadi garda terdepan perjuangan Islam. Akibat narkoba generasi muda muslim menjadi lemah dan rusak. Jangankan memikirkan persoalan kaum muslim yg sedemikian peliknya, persoalan diri sendiri pun tak mampu mereka selesaikan.

Maraknya narkoba di tengah generasi muda berangkat dari persepsi yang salah terhadap narkoba. Padahal setiap muslim wajib menjadikan halal haram sebagai tolok ukur dalam mengkonsumsi sesuatu.

Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqaroh ayat 168:
"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu." 

Hadits dari Ummu Salamah, ia berkata," Rasulullah SAW melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (membuat lemah)."
[HR Abu Daud no 3686 dan Akhmad 6:309.]

Dengan demikian, narkoba hukumnya haram dan terkategori zat yang memabukkan dan membuat lemah. Keharaman narkoba juga berdasarkan kaidah fikih Al-Ashlu fi al-madhar-at -tahrim.(hukum asal benda yang berbahaya(mudarat)adalah haram)." 

Namun dalam sistem kehidupan sekuler liberal yang diterapkan di Indonesia saat ini, haram/haram tidak menjadi tolok ukur. Semua hal dianggap serba boleh, asalkan menyenangkan. Generasi muda pun menganut gaya hidup having fun yg menghalalkan segala hal meski haram dan berbahaya.

Narkoba misalnya, tidak dianggap sesuatu yang buruk, haram, dan berbahaya. Narkoba justru dianggap sebagai bagian modernitas gaya hidup kekinian dan cermin kemapanan finansial. Inilah persepsi salah narkoba.

Kehidupan sekuler memunculkan kehidupan individualis yang meninggalkan aktifitas amal ma'ruf nahi Munkar. Kontrol sosial tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Bahkan artis pengguna narkoba tetap saja dipuja dan mendapat panggung, seolah tidak tidak ada sanksi sosial terhadap mereka.

Penyelesaian terhadap masalah narkoba oleh penguasa saat ini tidaklah menyentuh akar. Persoalan narkoba merupakan akibat dari penerapan sistem sekuler liberal kapitalisme yg serba boleh dan bebas. Padahal sistem sekuler liberal inilah yang menjadikan narkoba bebas beredar masif di tengah masyarakat. 

Sanksi yang diberlakukan juga tidak efektif membuat pelakunya tidak jera karena persepsi yang salah tentang penggunaan narkoba. Seharusnya, pengguna narkoba diposisikan sebagai pelaku kejahatan sehingga harus dihukum berat. 

Ironisnya, di negeri ini pengguna narkoba diposisikan sebagai "korban" sehingga malah "dihadiahi" rehabilitasi medis. Pengistimewaan ini akhirnya membuat pengguna narkoba tidak kapok toh sanksinya hanya diharuskan rehabilitasi.

Pihak yang dianggap sebagai pelaku kriminal hanyalah pengedar dan produsennya. Itu pun ada mafia yang menjadikan sindikat narkoba di negeri ini "aman" tidak tersentuh hukum, meski tetap ada beberapa penangkapan oleh aparat.

Badan Narkotika Nasional (BNN) memetakan bahwa ada 98 jaringan sindikat narkoba beroperasi di Indonesia, 27 diantaranya berskala internasional. Kuatnya sindikat narkoba ini tidak lepas dari peran oknum sebagai bakingnya yang dikonfirmasi oleh kompolnas sendiri.( Merdeka,10/11/14).

Adanya aparat hukum yg menjadi baking sindikat  narkoba menunjukan bahwa persoalan narkoba demikian sistemis. Walhasil butuh perubahan mendasar untuk memberantas narkoba secara tuntas. 

Sistem Islam menjadikan hukum syara sebagai tolok ukur perbuatan. Sesuatu yang haram dikonsumsi, seperti narkoba akan dilarang beredar. Untuk memastikan tidak ada peredaran narkoba di tengah masyarakat, negera memberlakukan patroli oleh polisi. Aparat juga akan menjaga perbatasan, baik darat, laut, maupun udara agar tidak ada narkoba yang bisa masuk wilayah daulah, baik berupa produk jadi maupun bahan bakunya.

Aparat keamanan dipilih dari orang-orang pilihan yang tidak saja mampu, tetapi bertakwa. Dengan demikian, mereka tidak tergiur untuk menjadi beking sindikat narkoba. Negara akan menerapkan sanksi tegas bagi pengguna, pengedar dan produsen narkoba. Sanksinya adalah takzir, yaitu jenis dan kadarnya ditentukan oleh qadhi, misalnya penjara, dicambuk dsb.

Hukuman bagi pengguna baru akan berbeda dengan pengguna lama. Takzir bagi pengedar dan produsen tentu lebih berat dari pengguna bahkan bisa hukuman mati. (lihat Abdurahman Maliki, Nizamul Uqubat,1990, hal 81 dan 98). Aparat yg terbukti membaking jaringan narkoba jelas akan mendapat sanksi berat. Inilah gambaran solusi tuntas yang bisa memberantas narkoba.
Wallahu'alam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post