MEMBURU BJORKA, MELEPAS DOSA SAMBO?


Oleh : Ummu Fahri
( Aktivis Dakwah Perindu Perubahan)

Beberapa pekan terakhir publik dihebohkan dengan beredarnya hacker Bjorka yang terang-terangan membongkar berupa data- data pribadi para pejabat. Pemerintah beserta jajarannya sampai membentuk tim khusus untuk memburu hacker bjorka agar segera tertangkap. 

Hacker Bjorka kini dianggap pahlawan oleh masyarakat karena mampu membongkar data para pejabat. Hacker Bjorka disebut-sebut sebagai “Robinhood” digital abad ini, alias pencuri data yang menjadi “penolong” rakyat. Walaupun pada akhirnya data rakyat juga dicuri, tetapi publik merasa puas karena beberapa data pejabat terkuak.

Di tengah keputusasaan rakyat, hadirlah Bjorka yang mengungkap data-data pejabat. Publik lebih percaya pada data yang dibongkar Bjorka karena dianggap lebih valid daripada pernyataan Menkominfo, “Kalau pemerintah sudah bilang hoaks, ya dia hoaks. Kenapa membantah lagi?” (Kompas.tv, 15/10/2020).

Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Syaifuddin mengungkapkan aksi peretasan ini berhasil memecah ombak berbagai isu kejahatan yang sedang terjadi, salah satunya kasus pembunuhan Brigadir J oleh Sambo.

Ia pun kemudian menghimbau agar masyarakat sambil terus melihat tontonan aksi Bjorka dan respons negara atas aksinya, harus tetap bisa menjaga daya nalar kritis dalam mengawal proses penyelidikan Ferdy Sambo.

Selain itu, dugaan pengalihan isu dari kasus Ferdy Sambo ke kasus peretasan oleh Bjorka ini juga ramai menjadi perbincangan di kalangan warganet terutama Twitter.

Apabila kita telisik, peristiwa yang berkaitan dengan institusi kepolisian, bukan kali ini saja terjadi. Jauh sebelumya, beragam kasus bermunculan dan ada yang dilakukan oleh keluarganya, sehingga tak ayal kasus tersebut menjadi sorotan publik. Pasalnya, mereka yang seharusnya menjadi panutan masyarakat dalam menaati berbagai peraturan yang ditetapkan pemerintah, namun sebaliknya, justru mencoreng institusinya sendiri dengan melakukan perbuatan melanggar hukum.

Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penegak hukum menjadi salah satu instrumen penting dalam mengukur kualitas layanan lembaga penegak hukum. Selain itu, sebagai indikator sejauh mana penerapan penegakan hukum yang adil.

Jika masyarakat sudah kehilangan kepercayaan kepada penegak hukum, keadilan bisa jadi sudah menjadi barang langka di negeri ini. hilangnya kepercayaan akan beriringan dengan hilangnya rasa aman bagi masyarakat. Karena sejatinya, lembaga penegak hukumlah yang berkewajiban memberikan rasa aman bagi rakyat.

Hukum sekuler kaidahnya mengikuti pikiran manusia yang berpotensi berubah-ubah, standarnya adalah manfaat yang rentan terjebak kepentingan, dan mudah dimanipulasi. Sistem sekuler meminggirkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Alhasil, masyarakat yang terbentuk darinya tidak menjadikan agama (Islam) sebagai panduan dalam beramal. Keyakinan adanya hisab dari setiap aktivitas selama hidup di dunia pun perlahan memudar. Sekularisme telah mengikis keimanan itu hingga kriminalitas meningkat dengan aneka jenis kejahatan dan kebengisannya.

Maka dari itu, harus ada sebuah institusi negara yang bisa mengimplementasikan penerapan dan penegakan hukum yang berasal dari Allah SWT, yakni negara dengan sistem Islam sebagai standar hidup masyarakat sekaligus dalam menjalankan pemerintahannya. Penerapan hukum di dalamnya melalui sistem sanksi yang akan dilaksanakan oleh seorang khalifah sebagai pemimpin yang ditunjuk dan diamanahi untuk menegakkan hukum-hukum Allah SWT. Sedangkan bentuk dari sistem sanksi tersebut diklasifikasikan menjadi empat macam yakni, hudud, jinayat, ta’zir dan mukhalafat. Keempat jenis sanksi itu masing-masing memiliki barometer dan fungsinya sendiri sesuai dengan jenis pelanggaran hukum atau kejahatan yang dilakukan seseorang.

Wallahu a'lam Bishshawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post