DUKA SEPAKBOLA: TRAGEDI KANJURUHAN


Oleh : Ummu Mirza 

Sepak bola kembali berduka. Olahraga yang banyak diminati berbagai kalangan kini memakan korban.

Muhammad Riandi Cahyono merupakan salah satu Aremania yang turut menjadi korban dalam tragedi tersebut. Dia dan kekasihnya sengaja menyaksikan pertandingan tersebut dengan mengendarai motor dari Blitar. "Sekarang saya tidak tahu di mana pacar saya, belum ketemu sampai sekarang," ucap pria yang berusia 22 tahun tersebut di RSUD Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Ahad (2/10/2022).

Pada saat kejadian, Riandi tak menampik ikut turun ke lapangan bersama Aremania lainnya. Hal ini semata-mata untuk menyampaikan protesnya karena Arema FC kalah dengan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan.

Bukannya respons positif, Riandi justru mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi. Banyak Aremania yang dipukul oleh petugas sehingga membuatnya sedih dan kecewa. Ditambah lagi, petugas melakukan penembakan gas air mata ke suporter.

Berdasarkan pengamatan Riandi, gas air mata ditembak ke arah dekat papan skor. Tak hanya di area stadion, gas mata juga ditembakkan di luar stadion. Situasi ini menyebabkan banyak suporter sesak napas hingga jatuh kesakitan.

Saat ini, Riandi mengaku sudah tidak merasakan sesak napas kembali. Yang tersisa hanya sakit yang dirasakan sekujur tubuhnya. Hal ini terutama bagian tangannya yang mengalami patah tulang.

Tak hanya Riandi, Novandra Zulkarnain (20 tahun) dan Aldita Putri juga turut menjadi korban. Keduanya sama-sama ikut terinjak sehingga menyebabkan mereka mengalami luka ringan saat tragedi tersebut terjadi. Hal ini bisa terjadi karena mereka panik saat gas air mata ditembakkan ke arah suporter.

Sedikitnya 129 orang dilaporkan tewas setelah terjadi kerusuhan suporter di Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/2022). 

Kerusuhan yang terjadi di Kanjuruhan adalah potret buruk fanatisme golongan, yang sudah berulang terjadi, dan kali ini adalah yang paling parah akibatnya. Berulangnya  kerusuhan dalam pertandingan sepak bola seolah  menunjukkan negara membiarkan atas hal ini.
Di sisi lain, tragedi ini menunjukkan tindakan represif aparat dalam menangani kerusuhan yang terjadi.  Hal ini nampak pada penggunaan gas air mata, yang sejatinya dilarang penggunaannya dalam pertandingan sepak bola
tragedi ini tak akan terjadi ketika fanatisme tak menjadi acuan dan aparat bertindak tepat dalam mengatasi persoalan.

Di dalam Islam hilangnya nyawa seorang muslim lebih lebih besar perkaranya dari pada hilangnya dunia.
Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi SAW bersabda:
Ù„َزَÙˆَالُ الدُّÙ†ْÙŠَا Ø£َÙ‡ْÙˆَÙ†ُ عَÙ„َÙ‰ اللَّÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ Ù‚َتْÙ„ِ Ù…ُؤْÙ…ِÙ†ٍ بِغَÙŠْرِ Ø­َÙ‚ٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani). 

Jika kehilangan satu nyawa saja lebih berharga daripada kehilangan dunia, bagaimana keadaan sepak bola kita hari ini telah banyak nyawa yang hilang melayang akibat kelalaian yang terjadi.

Hari ini boleh saja semua pihak yang bertanggung jawab dalam hal ini berdalih apa saja dan memberikan keterangan apapun tentang peristiwa yang terjadi tanpa merasa berdosa dan bersalah. Namun semua disaksikan oleh Allah Subhanahu Wata'ala karena “Allah tidak pernah melupakan tindakan orang dzalim.” 

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal  di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa’[4] : 39). 

Allah Ta’ala Maha Adil. Segala perbuatan pasti akan berbuah balasan yang setimpal. Kalau pun tidak dibalas di dunia, pasti Allah akan menyediakan balasan yang sebanding dengannya di akhirat nantinya. Wallahu a'lam bisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post