Semakin Banyak Kota Layak Anak, Mengapa Kekerasan Tetap Mewabah?


Oleh: Yuni Damayanti
 (Pemerhati Sosial Asal Konawe)

Miris kasus kekerasan seksual terhadap anak sampai saat ini masih terus berlangsung. Setelah menaikkan status kasus penyekapan dan eksploitasi seksual anak dibawah umur ke tahap penyidikan Polda Metro Jaya akan melakukan gelar perkara pada, Senin (19/09/2022). Dalam kasus ini remaja putri berinisial NAT (15 tahun) mengaku disekap dan dijadikan pekerja seks komersial selama 1,5 tahun, (republika.id, 19/09/2022).

Maraknya kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak juga dibuktikan dengan Lembaga Save  The Children yang sedang melakukan pendampingan terhadap 32 kasus kekerasan terhadap anak dan 28 kasus kekerasan terhadap perempuan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Lembaga kemanusian itu menyatakan bahwa tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan di NTT cukup tinggi. “Kasus kekerasan terhadap anak didominasi kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan,” kata Manager Save The Children wilayah Sumba, David Walla, (tempo.id, 13/09/2022).

Tahun 2022 ada 320 daerah dianugrahi Kabupaten dan Kota Layak Anak (KLA). Penghargaan itu diberikan kepada delapan daerah di kelompok Utama, 66 Nindya, 117 Madya, dan 121 Pratama. Apresiasi juga diberikan kepada delapan provinsi yang telah melakukan upaya keras untuk mewujudkan Provinsi Layak Anak (PROVILA). Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, berharap penghargaan ini menjadi penyemangat daerah untuk lebih melindungi kelompok anak di daerah masing-masing,( mediaindonesia.com, 23/09/2022).

Kota Layak Anak (KLA) merupakan kota yang mampu merencanakan, menetapkan, serta menjalankan seluruh program pembangunan dengan orientasi hak dan kewajiban anak. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Namun semakin banyaknya jumlah kota layak anak  nyatanya tetap belum mampu meminimalisir jumlah kekerasan terhadap anak. 

Seyogianya pemerintah tidak hanya menggaungkan program Kota Layak Anak (KLA) dan dijadikannya prioritas pembangunan daerah. Apalah arti sebuah nama  Kota Layak Anak (KLA)?, jika fakta dilapangan menunjukan kasus kekerasan anak bukanya menurun tetapi justru meningkat dengan berbagai modus baru.  Tentu ini menggambarkan kegagalan negara dalam melindungi anak dan kemandulan   program  Kota Layak Anak (KLA) untuk memberikan jaminan sistem perlindungan terhadap anak.

Kasus kekerasan terhadap anak pun akan terus muncul jika minim kontrol negara dan sanksi yang tegas bagi pelaku kekerasan/pelecehan. Kasus semacam ini juga sudah terjadi selama bertahun-tahun dan jumlahnya selalu mengalami peningkatan. Hal ini menjadi bukti tidak ada tempat yang aman bagi anak,  sekali pun daerah itu bergelar Kota Layak Anak. 

Padahal anak adalah generasi penerus bangsa yang harus mendapatkan perlindungan baik secara fisik maupun mental. Apa jadinya jika anak-anak yang mengalami pelecehan selalu bertambah,  kemudian akan menyisakan trauma. Karenan itu, seyogianya negara wajib memberikan perlindungan bagi semua warga negaranya serta menjamin pendidikan bagi anak-anak sebagai bekal kelak menjadi generasi penerus yang cerdas intelektual dan berakhlak mulia.

Sanksi hukum yang berat semata tidak cukup untuk memberantas dan mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, karena itu diperlukan upaya hukum yang komprehensif. Perlu dilakukan tindakan preventif di masyarakat, dengan memberikan sosialisasi perundang-undangan terkait dengan tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak, melalui pendidikan formal dan non formal.

Peran orang tua, tokoh masyarakat sangat dibutuhkan dalam upaya preventif timbulnya tindak kekerasan terhadap anak. Upaya preventif ini harus dimulai dari keluarga/ rumah tangga. Pembelajaran sosial yang berkualitas di dalam rumah tangga atas dasar iman dan taqwa menjadi sangat penting untuk tumbuh kembangnya generasi yang berkualitas, sehingga tindak kekerasan terhadap anak tidak akan terjadi lagi di masyarakat. 

Tak lupa pula pemerintah perlu melakukan pencerahan tentang dampak pelecehan seksual dan kekerasan terhadap anak kepada masyarakat. Ketika masyarakat sadar akan keberadaan pelecehan seksual dan  kekerasan pada anak sebagai masalah yang serius, maka dengan sendirinya akan tumbuh keinginan dalam diri masyarakat tersebut, untuk membantu seluruh upaya layanan, program maupun kebijakan yang terkait dengan pencegahan pelecehan seksual dan kekerasan pada anak.

Dengan demikian kasus kekerasan terhadap anak akan mudah diminimalisir  Sebab, pemerintah dan masyarakat saling bahu-membahu untuk melindungi anak-anak. Bukan hanya membuat program tapi nir solusi, wallahu a’lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post