Tahun Baru Islam: Hijrah Total Menuju Sistem Islam Global


Oleh: Endah Nursari 
(Ummahat Pecinta Literasi Islam)


Kaum muslim memiliki banyak peristiwa bersejarah, diantaranya peringatan 1 Muharram sebagai Tahun Baru Islam.

Berbagai kegiatan seperti pawai, tabligh akbar dan sejenisnya turut menyemarakan moment tahun tersebut.

Satu Muharram mengingatkan kita pada peristiwa hijrahnya Rasulullah shallallāhu 'alayhi wasallam dan para shahabat dari Darr Kufur (Makkah) menuju Darr Islam (Madinnah). 

Agar tidak sekedar euforia dan seremonial semata pelajaran apa yang bisa kita ambil dari peringatan 1 Muharram 1444 Hijriah kali ini?

Bagi kaum muslim, hijrah bukan sekedar ungkapan kegembiraan dimulainya Tahun Baru Islam. Akan tetapi, peristiwa hijrah merupakan sejarah baru di mulainya kehidupan kaum muslim. Hijrahnya Rasulullah shallallāhu 'alayhi wasallam dan para shahabat adalah cikal bakal berdirinya negara Islam dan peradabannya. Selama 13 tahun berdakwah di Makkah, Rasulullah shallallāhu 'alayhi wasallam dan para shahabat mengalami berbagai penindasan dan penyiksaan  oleh kaum kafir Quraisy. Segala upaya beliau upayakan untuk menyebarkan Islam di Makkah, tetapi tidak banyak penduduk yang menerima dakwahnya. Hanya sebagian kecil yang mau menerima, sedangkan kabilah Quraisy tak bergeming dan membatu.

Melihat ini, Rasulullah shallallāhu 'alayhi wasallam mulai memikirkan strategi agar dakwah ini berlanjut, yaitu merancang untuk meminta dukungan dan keamanan kepada para pembesar Quraisy dan negeri-negeri yang ada di sekitar Makkah. Namun, usaha itu tidak membuahkan hasil.

Pada 621 Masehi datanglah 12 orang dari Madinah ke Makkah. Mereka mendengar perihal Agama baru (Islam) yang dibawa Nabi shallallāhu 'alayhi wasallaam. Mereka tertarik dengan Islam dan menemui Nabi shallallāhu 'alayhi wasallam di bukit Aqabah. Mereka berbai'at keimanan kepada Rasul dan menyatakan masuk Islam. Peristiwa tersebut dikenal dengan Baiat Aqabah pertama. 

Ketika 12 orang ini hendak kembali, Rasul meminta Mush'ab bin 'Umair untuk mengajarkan mereka tentang Islam, dan menyebarkan Islam di Madinnah. Mush'ab pun dikenal sebagai duta Islam pertama.

Pada 622 Masehi, 73 orang datang ke Makkah untuk berhaji. Mereka berasal dari suku Aus dan Khazraj yang berniat menemui Nabi shallallāhu 'alayhi wasallam dan menyatakan komitmennya untuk membela dan mengikuti Nabi shallallāhu 'alayhi wasallam beserta kaum Muslim dari kaum Quraisy. Mereka pun siap menyerahkan kekuasaannya kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wasallam agar beliau hijrah ke Madinah.
Peristiwa ini dikenal dengan bai'at Aqobah kedua.

Dari sini perintah hijrah turun kepada Nabi shallallāhu 'alayhi wasallam, peristiwa yang menjadi benih berdirinya negara Islam. Setelah hijrah, Rasulullah shallallāhu 'alayhi wasallam membangun masyarakat Islam di Madinah dengan penerapan Islam secara Kaffah.

Kata "hijrah" merupakan isim (kata benda) dan fi'il "hajara" yang berarti tarku al-ulaa li ats-tsaniyah (meninggalkan dari yang pertama menuju yang kedua).

Allah Subhānahu wa Ta'ālā berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan Rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun Maha Penyayang." (TQs. Al-Baqarah: 218).

Dalam ayat lain disebutkan, "Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang sangat luas dan rezeqi yang banyak. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan bermaksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian kematian menimpanya (sebelum ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun Maha Penyayang." (TQs. An-Nisa: 100).

Menurut Imam Al-Jurjani, hijrah berarti berpindah dari darr kufur menuju darr Islam. Menurut Ibnu Hazm, hijrah adalah taubat meninggalkan segala dosa. Sedangkan menurut Ibnu Rajab al-Hanbali hijrah berarti meninggalkan dan menjauhi keburukan untuk mencari, mencintai dan mendapatkan kebaikan.

Patutlah kita merenungi secara mendalam makna hijrah sebagaimana Rasulullah shallallāhu 'alayhi wasallam sampaikan, "Seorang Muslim adalah orang yang menjadikan Muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya. Seorang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang di larang Allah." (HR Al-Bukhariy, Abu Dāwūd, An-Nasai, Ahmad, Hakim, Ibnu Hiban, Humaidi).

Spirit hijrah bagi kaum Muslim semestinya tidak terbatas pada perubahan individu dan masyarakat. Ada makna yang lebih luas jika kita berkaca pada peristiwa hijrahnya Rasulullah shallallāhu 'alayhi wasallam, yaitu menegakkan sistem dan kepemimpinan Islam secara menyeluruh dalam tatanan bernegara.

Spirit hijrah bagi seorang Muslim adalah bersegera melaksanakan Syari'at Islam   dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh.

Harus kita akui sistem kehidupan saat ini masih jauh dari makna hijrah yang sesungguhnya. Boleh jadi individu berhijrah, tetapi negara kita belumlah dikatakan berubah menjadi lebih baik. 

Sejak merdeka Indonesia tidak mengalami banyak perubahan. Bahkan fasca reformasi, kondisi Indonesia makin mengkhawatirkan. Apa indikasinya?

Pertama, dari dimensi politik  Indonesia masih menerapkan sistem demokrasi.

Sistem ini melahirkan pemerintahan korup. Dari tingkat pusat hingga tingkat daerah, banyak pejabat terlibat praktik korupsi. Setelah reformasi korupsi masih saja terjadi. Berdasarkan indeks Persepsi Korupsi 2021, Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara. Sementara berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 Indeks Perilaku Anti Korupsi  berada di kisaran 3,88% (kata data, 08/02/2022). Artinya yang mengorupsi lebih dominan dibanding yang tidak. Ini karena sistem demokrasi memberi celah dan kesempatan untuk bertindak korupsi. Pemilu mahal, modal harus besar dan balik modal dengan jalan korupsi seakan menjadi kegiatan "rutin" pejabat terpilih.

Kedua, dari dimensi ekonomi, penerapan ideologi kapitalis sungguh menyengsarakan. 

Kemiskinan, kelaparan dan pengangguran adalah indikator rusaknya ideologi ini.

Dalam kapitalisme, rakyat hanya menjadi tumbal keserakahan para kapitalis. Rakyat menjadi tumbal kebijakan oligarki kekuasaan. Belum lagi kondisi BUMN yang terseok-seok dengan tumpukan utang, kenaikan tarif berbagai layanan publik, hingga melambungnya berbagai kebutuhan pokok semua adalah akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis.

Ketiga, dari dimensi sosial, sistem sekuler telah merusak generasi.

Banyak kasus aborsi, seks bebas, LGBT, hingga krisis identitas yang melanda remaja. Generasi muda tergerus kehidupan hedonis, liberal dan pemisif yang sangat jauh dari nilai Islam. Remaja kreatif dan inovatif yang sifatnya hedonis, seperti 3F (food, fashion, fun) malah di apresiasi, sementara remaja taat Islam, aktifis dan anak rohis malah dicurigai sebagai bibit radikal dan teroris. Katanya, islamofobia tidak ada, akan tetapi faktanya generasi ditakut-takuti bahwa jika belajar Islam terlalu dalam, bisa menjadi radikal, intoleran, dan anti keberagaman.

Keempat, dari dimensi hukum, jamak kita ketahui, hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Terhadap rakyat biasa hukum sangat tegas. Namun, terhadap penguasa hukum mudah dikangkangi kepentingan. Bahkan yang lebih parah, hukum dijadikan alat pukul bagi siapapun yang bersebrangan dengan penguasa. Inilah lemahnya hukum buatan manusia. Tidak bisa memberikan keadilan dan jaminan perlindungan bagi seluruh warga negaranya.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa problematik yang dihadapi bangsa ini saat ini sejatinya berasal dari sistem yang diterapkan. Berapa banyak kita ganti pemimpin, tetapi kondisinya masih sama.

Setelah 76 tahun merdeka, Indonesia belum berbenah dan berubah. Oleh karenanya mari jadikan peristiwa hijrah sebagai bekal melakukan perubahan secara fundamental, baik dari segi politik, ekonomi, sosial, hukum maupun pemerintahan, yakni perubahan menyeluruh menuju tegaknya sistem Islam global sebagaimana hijrahnya Rasulullah shallallāhu 'alayhi wasallam  mengubah sistem jahiliah menjadi sistem Islam. 

Jika bukan dengan penerapan Islam yang demikian, perubahan apalagi yang kita harapkan? 

Semoga umat semakin terfahamkan dengan kegagalan sistem demokrasi kapitalis liberalis dan beralih kepada sistem warisan Rasulullah shallallāhu 'alayhi wasallam yang telah terbukti mampu menguasai dunia selama 14 abad dengan gemintang.
Wallāhu a'lam bishshawab.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post