Oleh: Rafika Husna W, S.Si.
Aktivis Dakwah di Depok
Para pelajar tentu ingat tanggal 25 November kemarin kan? Ya benar, tanggal tersebut diperingati sebagai hari guru nasional. Ditetapkannya hari guru bertepatan dengan hari lahirnya PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Guru adalah profesi yang mulia. Lahirnya generasi penerus bangsa yang akan membangun peradaban bergantung pada kiprah seorang guru. Guru menjadi gudang ilmu bagi anak didiknya.
Namun, di negeri ini jasa guru yang besar tidak sebanding dengan gajinya yang kecil. Rezim berganti, tahun berganti namun tidak ada juga kenaikan gaji yang diperoleh, khususnya untuk guru honorer. Negara memandang pendidikan dengan hitungan untung rugi. Pendidikan dipandang sebagai barang komersial. Berdalih keterbatasan anggaran, padahal kenyataanya negara tidak sungguh-sungguh melayani rakyat dalam hal pendidikan. Inilah kondisi guru di sistem kapitalis demokrasi.
Berbeda halnya dalam sistem Islam, semua guru akan dimuliakan karena perannya yang begitu strategis. Semua guru akan digaji dengan jumlah yang layak. Pada masa Khalifah Umar Bin Khathab tiap guru di Madinah diberi gaji sebesar 15 dinar. 1dinar itu setara dengan 4,25 gram emas, jadi gaji guru setara dengan 63,75 gram emas. Jika asumsi harga emas sekarang Rp 900.000,00 per gram, maka guru akan memperoleh gaji sebesar Rp 57,3 juta rupiah per bulannya. Fantastis, kesejahteraan guru di dalam sistem Islam adalah nyata.
Ternyata, pembiayaan pendidikan termasuk gaji guru dianggarkan melalui sistem ekonomi Islam berdasarkan ketentuan syariat. Anggaran pendidikan berbasis baitul mal bersifat mutlak. Jika pemasukan rutin seperti harta milik umum berupa barang tambang yang jumlahnya melimpah masih kurang, Islam memilik konsep antisipasi berupa pajak temporer yang dipungut negara dari orang-orang kaya. Yang pasti, kesejahteraan guru akan diperhatikan. Dan kemuliaan guru akan terpancar karena penerapan Islam secara kaffah di ranah pendidikan khususnya dan negara pada umumnya. []
Post a Comment