Sanksi Islam, Mengatasi Masalah Tanpa Masalah


Oleh Neneng Sriwidianti
Ibu Rumah Tangga dan Pejuang Literasi

Bagai jamur di musim hujan. Itulah peribahasa yang cocok untuk menggambarkan kondisi saat ini. Penistaan  terhadap Islam dan penghinaan terhadap Rasulullah saw. terus berulang. Satu kasus belum tuntas, tumbuh lagi kasus yang baru. Sementara sanksi hukum yang diberlakukan tidak memberikan pengaruh yang signifikan, karena tidak menyentuh akar masalah yang sesungguhnya. Inilah fakta saat ini, ketika hukum Islam kafah tidak diterapkan. Mayoritas  penduduknya Muslim, tetapi aturan kapitalisme telah mendominasi seluruh aspek kehidupannya.

Baru-baru ini, masyarakat dikejutkan dengan beredarnya video yang diunggah oleh Diaz Hendro Priyono tentang kasus santri yang menutup kupingnya agar mereka tidak mendengar suara musik barat ketika sejumlah santri sedang menunggu giliran vaksinasi Covid-19. Diaz juga mengunggah videonya dengan menyambungkan dengan sejumlah video sekumpulan pria Arab berbaju gamis tengah menari, berdansa sambil menikmati musik. Warga net pun geram atas pernyataannya, bahwa para santri tersebut sudah salah diberikan pendidikan sejak kecil. (Merdeka.com, 15/9/2021)

Sebelumnya, terjadi juga kasus penodaan terhadap ajaran Islam yang dilakukan oleh Muhammad Kece. Pernyataannya telah melukai hati umat Islam dan menyebar kebencian yang menuduh Nabi Muhammad saw. dikelilingi setan dan pendusta serta kitab kuning yang dijadikan kajian pesantren salafi menyesatkan dan radikalisme. (okenews.com, 17/9/2021)

Demokrasi biang kerok kerusakan

Demokrasi adalah tempat terbaik bagi penista agama untuk mengekspresikan kebenciannya terhadap Islam dan pengembannya. Mereka paham, kebebasan individu dan kebebasan pendapat yang diagung-agungkan dalam demokrasi adalah perisai sejati bagi mereka, agar terhindar dari sanksi. Kalau pun ada sanksi yang dijatuhkan, itu hanya untuk meredam kegaduhan publik, tidak ada efek jera bagi pelakunya.

Ditambah lagi, adanya ketidakadilan dalam hal penegakkan hukum di negeri ini, bukan lagi rahasia. Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Semestinya umat menyadari, bahwa demokrasi yang diterapkan saat ini adalah sistem kufur. Demokrasi tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah, karena lahir dari cara berpikir manusia yang lemah. Kapitalisme liberal yang menjadi induk semangnya telah menafikan peran Allah Swt. sebagai pengatur dalam kehidupan. Saatnya, umat mencampakkan demokrasi karena terbukti sudah menimbulkan berbagai kerusakan di setiap lini kehidupan.

Sanksi Islam solusi hakiki    penghina Rasul

Islam sebagai sebuah sistem kehidupan adalah pilihan final untuk umat. Apapun yang terpancar dari akidahnya serta  diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, pasti  bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah. Karena Islam datang dari Zat yang  Maha Menciptakan manusia, yaitu Allah Swt, Al-Khalik Al-Mudabbir.

Islam telah memberikan tuntunan yang jelas bagaimana sanksi yang tegas diberikan kepada seseorang yang menghina Rasulullah saw. serta akan mendatangkan efek jera bagi siapa pun untuk melakukan hal yang sama. Sehingga kasus yang serupa tidak akan terulang. 

Menurut Kholil Ibn Ishaq al-Jundy, ulama besar mazhab Maliki, dalam kitabnya Mukhtashar al-Khalil, I/25, "Siapa saja mencela Nabi, melaknat, mengejek, menuduh, merendahkan, melabeli dengan sikap yang bukan sipatnya, menyebutkan kekurangan pada diri dan karakternya, merasa iri karena ketinggian martabat, ilmu dan kezuhudannya, menisbahkankan hal-hal yang tidak pantas baginya, mencela, dan sebagainya, maka hukumannya adalah bunuh. 

"Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah, akan mendapat azab yang pedih." (TQS. At-Taubah [9]: 61)

Seorang pemimpin dalam Islam akan melindungi rakyatnya dari penghinaan terhadap Rasulullah saw. dan menjaga akidah umat dengan mengontrol setiap sarana yang akan menghantarkan ke arahnya. Khalifah juga akan memastikan  terlaksananya sanksi bagi pelakunya. 

"Sesungguhnya al-iman (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya." (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll.) 

Umat semestinya mengambil pelajaran dari sosok Khalifah Abdul Hamid II (1876--1918) yang telah berhasil menghentikan pementasan drama karya Voltaire yang menghina Rasulullah saw. Abdul Hamid II langsung mengingatkan akibat politik yang akan dihadapi Perancis, kalau tetap meneruskan pertunjukannya. Prancis pun serta merta membatalkannya karena peringatan yang dikeluarkan oleh khalifah.

Menjamurnya penistaan terhadap Rasulullah saw. semestinya menyadarkan umat bahwa penguasa hari ini tidak bisa menjaga kemuliaan Rasulullah saw. Negara yang berkewajiban menjaga akidah umat tidak berfungsi sama sekali, bahkan terkesan membiarkan kasus terus berulang. Semoga umat semakin menyadari, akan pentingnya penerapan hukum Islam secara kafah dalam bingkai khilafah. Karena sistem inilah satu-satunya yang bisa menghentikan kasus penghinaan terhadap Rasulullah saw. dan ajaran yang dibawanya.

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post