Pantaskah Kita Teriak Merdeka?


Oleh: Yuni Damayanti
(Pemerhati Sosial Asal Konawe)

Peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia jatuh pada tanggal 17 Agustus. HUT Ke-76 RI pun mengusung tema “Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh”. Ada pesan optimisme di balik tema tersebut. Sebagaimana yang disampaikan Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, yakni Indonesia tangguh menghadapi berbagai krisis yang selama ini menempa.

Seperti diketahui, berbagai krisis telah menempa Indonesia mulai dari krisis 1998 hingga pandemi Covid-19. Namun indonesia harus tetap tumbuh dan bangkit. “Dengan ketangguhan dan berbagai upaya yang dilakukan di masa pandemi maka Indonesia akan tumbuh,” ujar Heru (Detik.com, 17/07/2021).

Menteri Sekretaris Negara Pratikno pun mengajak seluruh masyarakat untuk menghentikan kegiatan sejenak dan mengambil sikap sempurna pada upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan RI Selasa (17/8) pukul 10.17 WIB ini untuk menjaga kekhidmatan acara dan menghormati peringatan tersebut.

Tidak ketinggalan pula seruan para atlet Indonesia yang meraih medali pada Olimpiade Tokyo 2021, “Ayo ambil sikap sempurna, berdiri tegak pada Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Hari Ulang Tahun ke-76 Republik Indonesia, saat lagu Indonesia raya berkumandang. Indonesia tangguh, Indonesia Tumbuh” seru para atlet (Merdeka.com.15/08/2021).

Padahal jika menilik makna merdeka dalam Kamus Besar  Bahasa Indonesia (KBBI)  ada tiga pengertian yang memiliki makna yang hampir sama. Pertama  bebas artinya bebas dari penjajahan. Kedua lepas dari tuntutan. Ketiga yaitu tidak terikat, artinya tidak bergantung kepada yang lain, leluasa, berdiri kokoh karena kemerdekaan dan berprinsip.

Jika merujuk pada ketiga makna merdeka dalam KBBI di atas, masih pantaskah kita teriak merdeka? Lalu kemerdekaan seperti apa yang sedang dirayakan? 

Karena sesungguhnya fakta dilapangan menunjukkan jumlah penduduk miskin masih banyak. Sebagaimana menurut data Badan Pusat Statistik (BPS)  jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 sebesar 27,54 juta orang (Www.bps.go.id, 15/07/2021). 

Selain itu, sumber daya alam negeri ini masih dikuasi asing. Emas di Papua dikuasai oleh Amerika. Padahal diibaratkan masyarakat Papua tidur di atas emas, tapi sayang mereka masih hidup dalam kemiskinan, karena kekayaannya dirampas dari tangan mereka.

Belum lagi beberapa tahun belakangan ini, Indonesia juga diserbu oleh tenaga kerja asing (TKA) Cina di tengah angka pengangguran di dalam negeri yang jumlahnya masih tinggi. Ini  sebagai imbas  dari kesepakatan utang yang diberikan Cina kepada Indonesia.

Demikian pula utang luar negeri yang dijadikan alat mendiktekan kebijakan. Ironisnya, utang luar negeri terus diambil. Bahkan jumlahnya makin bertambah. Akibatnya, penjajahan gaya baru melalui utang terus berjalan. Bahkan sekarang lebih dalam lagi. Karena utang negara terus meningkat. Sebagaimana Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri per akhir Mei 2021 adalah US$ 415 miliar. Dengan asumsi US$ 1 setara dengan Rp 14.503, maka jumlah itu adalah Rp 6.018.74 triliun (Cnbcindonesia.com, 16/07/2021). Jumlah utang pun sulit turun, bahkan cenderung mengalami kenaikan.

Utang luar negeri juga tidak hanya dijadikan alat untuk memaksakan kebijakan. Seperti disinyalir oleh banyak pihak, utang juga digunakan untuk memaksakan penggunaan bahan dari negara pemberi utang, meski di dalam negeri banyak tersedia. Pun penggunaan tenaga kerja hingga level pekerja kasar, meski masih banyak rakyat tidak memiliki pekerjaan.

Tidak cukup sampai disitu saja, bahkan Cina disebut paling menikmati keuntungan besar dari industri nikel di Indonesia. Menurut ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, Indonesia hanya menikmati keuntungan nilai tambah sebesar 10 persen dari industri bijih nikel di Morowali dan Konawe. Sedangkan sisanya sebesar 90 persen menjadi keuntungan bagi investor Cina yang membangun smelter dikawasan tersebut, terang Faisal dalam tayangan Youtube milik pengamat politik, Refly Harun yang diunggah pada Selasa (22/07/2021).

Tentu masih banyak fakta-fakta lain yang menunjukkan adanya penjajahan gaya baru atas negeri ini. Karena selama sistem yang diterapkan adalah sistem yang didesain untuk melanggengkan eksploitasi seperti itu, maka penjajahan sulit dihentikan.

Olehnya itu, seruan peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan dan Slogan HUT RI ke-76 Indonesia Tangguh dan Tumbuh kurang memiliki makna jika tidak disertai perubahan sistem. Sebab, sistem sekuler kapitalistik saat ini terbukti gagal wujudkan kemerdekaan hakiki dan hanya menghasilkan pertumbuhan semu, serta kerapuhan sebuah bangsa menghadapi tantangan di tengah pandemi.

Ini sangat berbeda dengan  sistem pemerintahan Islam. Islam mampu menghentikan eksploitasi kekayaan alam oleh asing dan swasta serta mengembalikan kekayaan alam itu kepada rakyat sebagai pemiliknya yang mana digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga akan mampu meminimalisir angka kemiskinan. Karena sesungguhnya Islam sejak awal telah mengharamkan kepemilikan dan penguasaan kekayaan alam yang depositnya besar oleh individu, swasta apalagi asing.

Islam juga akan menghentikan utang ribawi. Sebab Islam telah jelas mengharamkan utang ribawi. Pengambilan utang yang jelas menimbulkan bahaya (dharar) juga dilarang. Apalagi sudah menjadi rahasia umum bahwa negara pemberi utang akan melakukan intervensi terhadap negara pengutang. Sementara Islam diturunkan oleh Allah Swt. untuk memerdekakan umat manusia secara hakiki dari segala bentuk penjajahan. Sebab, penjajahan itu hakikatnya merupakan bagian dari bentuk penghambaan kepada manusia.

Dengan demikian, mewujudkan penghambaan hanya kepada Allah Swt. berarti mewujudkan kemerdekaan hakiki untuk umat manusia. Inilah yang merupakan misi utama Islam. Karena dalam pandangan Islam, kemerdekaan hakiki terwujud saat manusia terbebas dari segala bentuk penghambaan dan perbudakan oleh sesama manusia. Dengan kata lain Islam menghendaki agar manusia benar-benar merdeka dari segala bentuk penjajahan, eksploitasi, penindasan, kezaliman, perbudakan dan penghambaan oleh manusia lainnya. Sebab dengan begitu akan mewujudkan negara yang tangguh dan tumbuh bukanlah hal yang sulit jika dibarengi  dengan penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post