Rupiah Ambyar, Dolar Makin Bersinar

Oleh : Rina Tresna Sari, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan dan Member AMK

Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah peribahasa yang tepat menggambarkan kondisi bangsa kita tercinta.  Setelah serangan ganas Covid-19 yang tak kunjung usai, kini rupanya Indonesia harus rela menelan pil pahit akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Dilansir CNBC Indonesia (26/5/2020), nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Rabu. Jika melihat penguatan pergerakan mata uang Asia lainnya, pelemahan rupiah terjadi akibat aksi ambil untung (profit taking) akibat penguatan tajam rupiah belakangan ini.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,31% ke Rp 14.725/US$. Depresiasi semakin membesar hingga 0,54% ke US$ 14.760/US$. Pada pukul 12:00 WIB, posisi rupiah sedikit membaik di Rp 14.750/US$ melemah 0,48%.

Rupiah memang sedang ambyar, bahkan di jagad Twitter sedang trending tagar #RupiahAmbyar, beberapa pekan lalu. Sebagai bentuk keprihatinan atas jatuh bebasnya rupiah terhadap dolar.

Anjloknya rupiah terhadap dolar memang bukan kali pertama dialami, pada perjalanannya jatuh bangun terus dialami rupiah terhadap dolar. Kini, angka ini hampir mendekati ketika terjadi inflasi tinggi pada 1998 dan sebabkan krisis moneter.

Dalam ilmu ekonomi, inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi,  termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang.

Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Juga merupakan indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadang kala  dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

Melemahnya nilai tukar rupiah sudah diprediksi sebelumnya, dengan melihat ekspektasi pasar terhadap kenaikan bunga acuan bank sentral AS, Fed Fund (FFR) sebanyak tiga hingga empat kali pada tahun ini. Namun menurut Direktur Eksekutif di Institute for Development or Economics dan Finance (Indef) Enny Sri Hartati, meski pelemahan nilai tukar rupiah ini terprediksi, namun kurang diantisipasi. (bbc.com) 

Adapun menurut Dr. Arim Nasim dalam tulisannya "Di balik gejolak rupiah", penyebab melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar merupakan konsekuensi logis atas penerapan sistem kapitalis yang menjadikan uang sebagai komoditas.

Akibatnya, nilai mata uang naik-turun mengikuti hukum permintaan dan penawaran. Pelemahan nilai rupiah terhadap dolar AS adalah karena permintaan atau kebutuhan akan dolar AS di dalam negeri meningkat. Hal ini juga menjadikan permintaan terhadap dolar tinggi. Ditambah pula dengan politik anggaran negara (APBN) kita yang tergantung pada utang luar negeri. Sehingga utang ini semakin menambah kebutuhan atau permintaan terhadap dolar.

Nilai tukar rupiah yang terus anjlok terhadap dolar dapat menggangu kestabilan ekonomi,  sehingga ekonomi kita semakin sulit. Dampak yang akan muncul adalah mahalnya barang-barang yang mengandung komponen impor. Sedangkan di Indonesia sendiri banyak industri yang masih mengandalkan bahan baku dari luar negeri, termasuk industri kecil dan menengah. Kondisi ini akan membuat harga barang naik sementara permintaan pasar tetap stagnan. Pelemahan nilai tukar ini akhirnya akan menambah jumlah kemiskinan dan pengangguran. Karena harga barang mengalami kenaikan, sementara penghasilan tetap atau bahkan berkurang. Alhasil angka kriminalitas dan permasalahan sosial lainnya akan meningkat.

Semakin anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadikan ekonomi kita semakin sulit. Hal ini tidak lain akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi kapitalis telah terbukti menimbulkan krisis yang berulang.

Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang tergambar dalam sistem keuangan Islam. Sistem keuangannya menunjukkan bagaimana ketangguhan sistem ekonomi Islam yang pernah diterapkan lebih dari 1200 tahun lamanya dan tidak pernah mengalami krisis ekonomi yang signifikan.

Tangguhnya sistem keuangan Islam disebabkan tiga faktor :
Pertama, sistem ekonomi Islam telah menetapkan bahwa emas dan perak merupakan mata uang bukan yang lain. Mengeluarkan kertas substitusi harus ditopang dengan emas dan perak dengan nilai yang sama dan dapat ditukar saat ada permintaan. Sehingga uang kertas negara manapun tidak akan bisa didominasi oleh negara lain. Sebaliknya uang tersebut mempunyai nilai intrinsik yang tetap dan tidak berubah.

Kedua, Sistem keuangan Islam secara tegas melarang riba dana penjualan komoditi sebelum dikuasai oleh penjualnya. Karena itu, haram menjual barang yang belum menjadi miliknya secara sempurna. Haram memindahtangankan  kertas berharga, obligasi dan saham yang dihasilkan dari akad-akad yang batil. Islam juga mengharamkan semua sarana penipuan dan manipulasi yang dibolehkan oleh kapitalisme dengan klaim kebebasan kepemilikan.

Ketiga, bertumpu pada ekonomi riil. Sistem ekonomi Islam selalu menomorsatukan kebutuhan dan pemberdayaan masyarakat secara riil, bukan sekadar pertumbuhan ekonomi saja.

Ekonomi Islam tidak mengenal dualisme ekonomi, yaitu sektor riil dan sektor nonriil yang aktivitasnya didominasi oleh praktik pertaruhan terhadap apa yang akan terjadi pada ekonomi riil. Karena itu, ekonomi Islam didasarkan pada ekonomi riil.

Dengan demikian, semua aturan ekonomi Islam memastikan agar perputaran harta kekayaan tetap berputar secara luas. Serta larangan terhadap adanya bunga (riba) bisa dipraktikkan dengan melakukan investasi modal di sektor ekonomi riil, karena penanaman modal di sektor lain (nonriil, seperti pasar uang maupun pasar modal) dilarang dalam syariah.

Islam juga memiliki cara untuk menciptakan stabilitas keuangan dunia dengan diterapkannya sistem keuangan Islam (mata uang Islam dinar dan dirham, larangan riba dan penerapan ekonomi berbasis sektor riil yang melarang spekulatif di pasar keuangan derivatif) akan tercipta stabilitas keuangan dunia. Selain itu sistem ekonomi Islam tidak mudah diintervensi asing atau mandiri. 

Sudah saatnya kita kembali kepada sistem ekonomi Islam sebagai solusi atas permasalahan ekonomi negeri ini, hanya Islam satu-satunya yang akan membawa dunia pada keberkahan hidup karena aturannya bersumber dari Sang Khaliq pencipta alam semesta.

Wallahu a'lam  bishshawaab

Post a Comment

Previous Post Next Post