Rasisme, New Normal Amerika?

Goresan Pena Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)

Penanganan Corona di Amerika belum jua usai. Membuat wajah Amerika nampak galau bin rapuh.

Efek dari Corona begitu besar membuat sekira 30 juta warganya di PHK. Tentu ini imbas ekonomi yang sangat berbahaya bukan saja bagi individu tetapi juga bagi ekonomi negara.

Kemudian diperparah dengan kasus penganiayaan seorang warga kulit hitam keturunan Afrika, George Floyd. Kasus ini menjalar menjadi solidaritas anti rasial di berbagai  kota besar di Barat.

Di beberapa tempat kasus ini malah ditunggangi oleh sejumlah demonstran yang menjarah harta. Ini menunjukkan semakin lemahnya sistem kapitalisme Barat, wa bil khusus Amerika Serikat dalam menahan laju kerusuhan antirasial, sebanding dengan penanganan Corona yang buruk. Para penjarah bisa jadi adalah korban gagalnya ekonomi kapitalis menghadapi Corona.

Publik memang takut akan menjalarnya kasus Corona tetapi kerusuhan yang dipicu oleh ras membuat ketakutan baru.

Kasus dengan pola lama tetapi terjadi pada kehidupan yang baru, yakni di tengah pandemi. Berbagai kerusuhan yang terjadi ini akibat terpendamnya amarah warga kulit hitam yang selama ini diperlakukan secara tidak adil.

Pemicunya adalah video pembunuhan sadis aparat AS kepada George Floyd. Kasus ini telah membunuh sifat dasar demokrasi yang menjunjung tinggi perbedaan. Tidak ada yang bisa memastikan kapan kerusahan antirasial ini akan reda dan tak terulang lagi.

Yang dikenal warga AS sekarang adalah simbol pembantaian antar ras telah terjadi sejak zaman Columbus. Sehingga para demonstran merusak patung Christopher Columbus dengan memenggal kepalanya di Bostin, Massachusetts, AS, Rabu pada tanggal 10 Juni. (kumparan.com,11/6).

Bagi sebagian warga AS Columbus adalah penemu benua Amerika, yang mengawali genosida terhadap warga Indian. Jutaan warga Indian tewas karena dugaan konspirasi genosida antirasial pendatang kulit putih ke benua ini.

Kematian Floyd hanya mengingatkan kenganan publik pada pola yang lama. Ada dugaan bahwa apa yang dialami oleh suku Indian (kulit merah) kini dialami juga oleh warga kulit hitam.

Ini lah letak kegagalan sistem kapitalisme. Dimana tidak ada aturan untuk menghargai perbedaan. Hanya individu yang kuat yang punya modal yang bisa bertahan dan memimpin.

Sedangkan Human Rights (Hak Asasi Manusia) hanyalah pemanis bibir. Dimana perbedaan antar ras itu sering menjadi sentimen dan ketidakadilan. Kebebasan bertingkah laku yang dijunjung dalam demokrasi menjadi alat untuk menghantam warga yang berbeda warna kulit.

Slogan #BlackLiveMatter (Warga Kulit Hitam Berhak Hidup) menunjukkan bahwa antirasial itu sudah lama terjadi. Lalu dimana kah peran kepala negara?

Trump pun tak bisa berbuat apa-apa karena dia seorang kapitalis. Kapitalis berfikir menggunakan kekuatan bukan petunjuk Ilahi.

Gubernur Negara Bagian New York, Andrew Cuomo, menyerang Presiden AS Donald Trump, dengan mengatakan bahwa Trump mengerahkan tentara untuk membubarkan protes damai terhadap arogansi aparat membunuh George Floyd di depan Gedung Putih pada tanggal 1 Juni (Media Umat, 11/6).

Ini menunjukkan bahwa warga Amerika mengalami masalah antirasial yang akut yang belum ditemukan obatnya. Ditambah dengan ketidakcakapan rezimnya dalam mengakhiri kasus ini.

Ini sangat berbeda dengan cara pandang Islam. Dalam Islam, apa pun latar belakang seseorang semuanya setara dihadapan Allah SWT. Yang membuat seseorang mulia adalah ketakwaannya.

Inilah mengapa tidak pernah terjadi kerusuhan antirasial dalam Khilafah Islam. Tidak ada sistem Kasta. Semua Muslim dianggap bersaudara.

Ketika Islam menguasai suatu negeri, penduduk pribumi tetap hidup hingga saat ini. Tidak ada genosida. Mereka malah sukarela memeluk Islam karena melihat keindahan Peradaban Islam dalam membingkai perbedaan suku, agama dan ras. Tanpa diskriminatif.

Bahkan para Khalifah atau pemimpin Islam silih berganti antar ras. Semua warga akur dalam toleransi ala Islam, toleransi anti ashabiyah. Andai dulu Benua Amerika lebih duluan dijamah Khilafah tentu pembantaian warga Indian tak akan pernah terjadi. Warga kulit hitam, putih, merah, sawo matang dan kuning bisa hidup harmonis berdampingan. Dan tak akan ada pembantaian terhadap George Floyd dan warga yang lain. []

Bumi Allah SWT, 11 Juni 2020

#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan

Post a Comment

Previous Post Next Post