Momentum Membumikan Al Qur’an

By : Hasna Fauziyyah KH
Ibu rumah tangga

Memasuki waktu pertengahan bulan Ramadan ini, tentu saja kaum muslimin telah menanti datangnya malam Nuzulul Qur’an. Di mana pada malam ini, terjadi peristiwa besar dalam sejarah Islam yaitu malam pertama kali kitab Suci Al – Qur’an diturunkan. Tidak heran di malam tersebut, menjadi kesempatan bagi umat muslim untuk mempebanyak amalan baik agar mendapatkan berkah dari Allah SWT, seperti I’tikaf, menunaikan shalat malam, memperbanyak do’a, dan tentunya memperbanyak membaca Al Qur’an.  Al-Quran adalah mukjizat Nabi Muhammad saw. yang paling istimewa. Kemukjizatan al-Quran tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Berbeda dengan mukjizat para rasul lainnya. Mukjizat mereka berlaku hanya saat mereka hidup. Mukjizat Nabi Musa as. dalam membelah lautan, misalnya, hanya terjadi dan disaksikan oleh orang-orang yang hidup pada zamannya. Adapun kemukjizatan al-Quran berlaku hingga saat ini meski Rasulullah saw.—sebagai pembawanya—telah lama wafat. Allah SWT berfirman:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ
Sungguh Kamilah Yang telah menurunkan al-Quran. Sungguh Kami pula Yang menjadi Penjaganya (QS al-Hijr [15]: 9).

Bukti terbesar cinta seseorang pada al-Quran adalah dengan berusaha memahami, merenungi dan memikirkan makna-maknanya. Sebaliknya, bukti kelemahan cinta seseorang pada al-Quran adalah berpaling dari al-Quran dan tidak merenungi maknanya. Imam al-Qurthubi mengatakan, men-tadabburi al-Quran adalah wajib. Dengan jalan tadabbur-lah diketahui makna-makna al-Quran yang sesungguhnya (Al-Qurthubi, Jami’ Ahkam al-Qur’an, 5/290). Allah SWT telah dengan gamblang menjelaskan bahwa al-Quran adalah petunjuk (al-Huda) bagi manusia. Namun, masih saja ada manusia yang mencari jalan selain al-Quran. Mereka tidak mengacuhkan al-Quran. Mereka tidak mau mengimani al-Quran. Mereka merasa terganggu dengan bacaan al-Quran. Mereka menolak isi dan aturan yang ada di dalam al-Quran. Mereka dengan berani mengatakan al-Quran sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Bahkan mereka berani mengatakan bahwa al-Quran mengekang kebebasan (HAM). Tindakan mereka jelas merupakan tindakan yang lancang kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Tidak meyakini kebenaran al-Quran. Tidak mau mendengarkan dan tidak memperhatikan al-Quran. Mengimani al-Quran, tetapi tidak mau mempelajarinya. Mempelajari kandungan al-Quran, tetapi jarang sekali membacanya. Sering membaca al-Quran, tetapi tidak men-tadabburi-nya. Kadang merenungi makna dan memahami ayat-ayat al-Quran, tetapi enggan mengamalkannya. Tidak menghalalkan apa yang telah dihalalkan al-Quran. Tidak mengharamkan apa yang diharamkan al-Quran. Tidak menjadikan al-Quran sebagai sumber aturan dan hukum untuk mengatur kehidupan. Mencari ketenangan dan penyelesaian masalah bukan dari al-Quran. Semua itu adalah perilaku Hajr al-Qur’an (mencampakkan al-Quran).

Al-Hafizh Ibn Katsir mengatakan bahwa Allah SWT telah mengabarkan tentang keluhan Rasul-Nya atas perilaku kaumnya:
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
Tuhanku, sungguh kaumku telah menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang dicampakkan (QS al-Furqan [25]: 30).
Keluhan itu terucap karena perilaku umatnya yang tidak mau memperhatikan dan mendengarkan al-Quran. Allah SWT berfirman:

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
Orang-orang kafir berkata, “Janganlah kalian mendengarkan al-Quran dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya agar kalian menang.” (QS Fushshilat [41]: 26).

Jika al-Qur’an dibacakan, mereka merasa risih. Mereka lalu membuat gaduh atau perkataan lain yang secara sengaja dilakukan agar al-Qur’an tidak didengar. Perbuatan ini termasuk dalam kategori Hajr al-Qur’an (mencampakkan al-Qur’an). Demikian pula tidak mengamalkan al-Qur’an. Tidak melaksanakan perintah-perintah al-Qur’an. Tidak menjauhi larangan-larangan al-Qur’an. Berpaling dari al-Qur’an ke hal lain (seperti lebih senang dan tenang mendengar dan melantunkan syair, musik, lagu atau nyanyian) selain al-Qur’an. Sibuk mempelajari perkataan, permainan, pembicaraan atau tuntunan yang diambil dari selain al-Qur’an. Semua itu, menurut Ibnu Katsir, termasuk perilaku mencampakkan al-Qur’an (Lihat: Ibn Katsîr, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 6/108). Sebaliknya, ada kewajiban untuk mengamalkan al-Quran. Ibnul Qayyim dalam Zâd al-Ma’âd berkata, “Sebagian salafush shalih mengatakan, sesungguhnya al-Quran diturunkan untuk diamalkan. Karena itu jadikanlah aktivitas membaca al-Quran sebagai wujud pengamalannya. Ahlul Quran adalah orang yang memahami dan mengamalkan al-Quran walaupun ia tidak menghapalkannya. Sebaliknya, orang yang menghapal al-Quran, namun tidak memahami dan mengamalkan kandungannya (meskipun dia sangat perhatian dalam pengucapan huruf-hurufnya), tidak layak menyandang predikat sebagai Ahlul Quran (Ibnu al-Qayyim, Zâd al-Ma’âd, I/338).

Sejatinya Bulan Ramadhan dijadikan oleh kaum Muslim momentum untuk kembali membumikan al-Quran. Caranya tentu dengan mengamalkan seluruh isi al-Quran sekaligus berhukum pada al-Quran. Jika Ramadhan saja bisa mulia karena al-Quran turun di dalamnya, apalagi manusia. Manusia akan mulia jika semua aktivitas kehidupan mereka diatur dengan hukum-hukum al-Quran. Karena itu berhukum pada al-Quran adalah sebuah keniscayaan. Tidak boleh tidak. Umat Islam secara keseluruhan wajib berhukum pada al-Quran. Berhukum pada al-Quran adalah wujud nyata ketakwaan kepada Allah SWT. Jika puasa Ramadhan benar-benar menghasilkan ketakwaan kepada pelakunya, sejatinya mereka akan berhukum pada al-Quran. Ketakwaan—tentu dengan mengamalkan al-Quran dan berhukum pada al-Quran—pasti akan menghasilkan rahmat dan kerbekahan dari Allah SWT. Allah SWT berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Andai penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan menurunkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami). Karena itu Kami menyiksa mereka karena apa yang mereka perbuat itu (TQS al-A’raf [7]: 96).

Post a Comment

Previous Post Next Post