Hukum Menggunakan Hand Sanitizer Beralkohol

Oleh : Tawati 
(Koordinator Media Kepenulisan Daerah)

Corona virus, Kabupaten Cirebon darurat masker dan sanitizer. Selain keberadaannya sulit ditemukan, harganya mahal. Warga, menjerit.

Warga di Kabupaten Cirebon sangat kesulitan untuk mendapatkan masker dan sanitizer, yang merupakan salah satu antisipasi penyebaran virus corona. Kalau pun ada, harganya dirasa selangit. Yang tadinya sanitizer Rp 35 ribu, sekarang menjadi Rp 300 ribu. (Dikutip Jabar Publisher 20/3/2020)

Berbanding terbalik, kelangkaan hand sanitizer di tengah merebaknya virus Corona mendorong Masjid Jogokariyan di Jogja untuk membuat dan memperbanyak hand sanitizer. Bukan dalam rangka bisnis, melainkan untuk dibagikan ke masyarakat sekitar secara gratis.

Langkah tersebut bisa jadi upaya menekan dan mengurangi sebaran virus corona di tengah-tengah masyarakat. Selain itu juga,  ikut mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.

Masjid Jogokariyan memang selalu beda dari masjid-masjid lainnya. Sebelumnya, jika masjid lain memilih untuk gulung karpet, masjid ini justru membersihkan karpet dengan desinfektan. Penyemprotan dilakukan 5 kali sehari. Hai itu berarti setiap kali akan dilakukan shalat.

Lantas apa hukum menggunakan hand sanitizer yang mengandung alkohol? Dalam soal jawab yang ditulis oleh KH. M. Shiddiq Al Jawi, beliau memaparkan:

Hand sanitizer (pembersih tangan) adalah cairan atau gel yang umumnya digunakan untuk mengurangi agen infeksi pada tangan, misalnya bakteri, virus, dan lain-lain. 

Bahan utama hand sanitizer adalah alkohol (etil alkohol/etanol), yaitu satu jenis alkohol yang biasa didapatkan pada minuman beralkohol. Bahan lainnya isopropil alkohol dan propanol yang merupakan dua jenis alkohol yang biasa ditemukan dalam desinfektan. 

Konsentrasi alkohol pada hand sanitizer dimulai dari 30% hingga 90%. Dalam kasus Covid-19, WHO menyarankan masyarakat menggunakan hand sanitizer dengan konsentrasi alkohol 60%. Demikian sekilas fakta (manath) dari hand sanitizer. 

Bagaimanakah hukum menggunakannya menurut syariah Islam?

Hukum menggunakan hand sanitizer bergantung pada hukum menggunakan bahan utamanya, yaitu alkohol (etanol/etil alkohol). 

Para ulama kontemporer berbeda pendapat mengenai alkohol, apakah dia najis atau suci (tidak najis). 

Sebagian ulama kontemporer menghukumi alkohol itu suci berdasarkan asumsi bahwa khamr (minuman beralkohol) itu zat yang suci. (Muhammad ‘Ali Al Bâr, Al Khamr Baina al Thibb wa al Fiqh, hlm. 52; Shâlih Kamâl Shâlih Abu Thâhâ, At Tadâwi bi Al Muharramât, hlm. 54). 

Namun, sebagian ulama kontemporer lainnya berpendapat, bahwa alkohol itu najis, berdasarkan asumsi bahwa khamr itu zat yang najis. (Abdul Majîd Mahmûd Shalâhain, Ahkâm An Najâsât fi Al Fiqh Al Islâmi, hlm. 253).

Walhasil, persoalan najis tidaknya alkohol, berakar pada persoalan najis tidaknya khamr. Para ulama sendiri sejak dulu berbeda pendapat mengenai najis tidaknya khamr.

Jumhur ulama, di antaranya adalah ulama mazhab yang empat, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, berpendapat khamr itu najis. Sedangkan sebagian ulama lain, seperti Imam Syaukani, berpendapat khamr itu suci. (Al Mausû’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 40/93).

Pendapat yang rajih (lebih kuat), adalah pendapat jumhur ulama yang mengatakan khamr itu najis. Pendapat inilah yang telah dipilih oleh Syekh Taqiyuddin An Nabhani.  (Ahkâmush Sholâh, hlm. 15). 

Dalil ulama jumhur antara lain, khamr dikategorikan najis (rijsun) dalam firman Allah SWT : "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah najis (rijsun) termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah najis itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (TQS Al Maa`idah : 90). 

Berdasarkan pendapat jumhur ulama itu, kami cenderung pada pendapat ulama kontemporer yang berpendapat bahwa alkohol itu najis. (Abdul Majîd Mahmûd Shalâhain, Ahkâm An Najâsât fi Al Fiqh Al Islâmi, hlm. 253). 

Maka dari itu, hand sanitizer dihukumi sebagai zat najis atau minimal mutannajis karena sebagian besar komposisinya adalah alkohol yang najis. 

Hanya saja, penggunaan zat najis untuk keperluan pengobatan hukumnya tidak haram, melainkan makruh. (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, Juz III, hlm. 116). Karena Nabi SAW pernah membolehkan berobat dengan meminum air kencing unta. Padahal air kencing unta itu zat najis. (HR. Bukhari, no 231). 

Kesimpulannya, penggunaan hand sanitizer meski mengandung alkohol yang najis, hukumnya boleh disertai kemakruhan. Artinya, jika menggunakan hand sanitizer yang tidak beralkohol, akan berpahala di sisi Allah.

Penggunaan hand sanitizer itu juga dibolehkan bagi dokter atau paramedis, sebagai pengobatan preventif (preventive medicine), yaitu dalam kondisi belum terkena infeksi virus, karena Islam membolehkan pengobatan preventif. (Ahmad Syauki Al Fanjari, At Thibb Al Wiqa’i fi Al Islam). 

Wallahua'lam bishshawwab[*].

Post a Comment

Previous Post Next Post