Walhi Anggap Tumpul UU P3H, Tak Bisa Jerat Korporasi

Nn, Jakarta ~ Buntut kasus dari dipidananya nenek Asiani, Koalisi Anti Mafia Hutan beranggapan bahwa Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) tidak berjalan sesuai fungsinya.

Koalisi ini mencatat ada 53 warga yang terjerat pidana dari UU No 18 P3H ini, sementara itu tak ada satupun korporasi nakal yang berhasil diringkus dan dijerat oleh UU tersebut, tutur Andi Muttaqin Advokat dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam). Padahal awalnya UU P3H ini dibuat untuk menyasar kejahatan terorganisir yang biasa dilakukan pihak korporasi.

"Namun, ternyata persentase kriminalisasi atas petani mencapai 43 persen dan tak satupun korporasi yang berhasil dijerat UU ini," kata Andi saat konferensi pers di kantor Walhi, di Jakarta Selatan, Kamis (7/5) siang tadi.

Melihat dari persentasenya sebanyak 43 diantaranya telah diputus bersalah dengan rata-rata hukuman 18 bulan penjara. Catatan data dari Koalisi Anti Mafia Hutan, jumlah tersebut dengan rincian tujuh buruh, 26 petani, satu pialang, sembilan sopir, delapan individu swasta, satu tukang kusen dan satu awak kapal.

Bukannya menjerat mafia hutan UU ini seakan menjadi tabir kejahatan korporasi dengan menjerat masyarakat adat, masyarakat lokal, dan masyarakat desa, menurut keterangan Koalisi Anti Mafia Hutan, ungkap Andi

Kami telah melaporkan 117 korporasi terkait kasus kejahatan hutan, namun sayangnya hanya 26 kasus yang ditindaklanjuti. Sementara yang baru diproses di pengadilan baru satu saja, kata Munhur.

Kasus-kasus yang kerap dilakukan korporasi tersebut berupa pembakaran hutan, luas lahan tidak sesuai izin, serta penebangan liar. "Paling banyak itu kasus terkait hutan tanaman industri. Daerah yang paling banyak kami laporkan yaitu Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan," kata Muhnur menambahkan.

Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Muhnur Satyahaprabu menyatakan ada sekitar 33 ribu masyarakat menetap di kawasan hutan yang terawasi pemerintah. UU P3H dikhawatirkan akan melahirkan kasus-kasus kriminalisasi terhadap warga setempat, seperti yang terjadi kepada Nenek Asiani (63) sebelumnya.

Asiani harus menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Situbondo karena dituduh PT Perhutani mencuri 38 papan kayu Perhutani di Dusun Kristal, Desa Jatibanteng, Situbondo, Jawa Timur. Pasal yang didakwakan kepadanya adalah pasal 12 huruf d UU P3H.

Pasal 12 huruf d tersebut berbunyi: "Setiap orang dilarang memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin." (Valhalla)
Previous Post Next Post