Bahaya dibalik Pencegahan Pernikahan Dini
Oleh: Rita Yusnita
(Pegiat Literasi)
Baru-baru ini pemerintah melalui Kemenag menyelenggarakan Seminar Nasional Cegah Kawin Anak pada Kamis, (19/9/2024) di Semarang. Seminar tersebut memberi edukasi tentang bahaya praktik perkawinan anak dan dihadiri oleh ratusan pelajar madrasah dan sekolah. Mereka berasal dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Semarang, MAN 2 Semarang, dan sejumlah SMA di Semarang.
Dalam Seminar itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum menegaskan bahwa pentingnya kualitas remaja dalam mencapai bonus demografi. Pendidikan dan Kesehatan harus menjadi prioritas utama untuk mewujudkan generasi yang berkualitas. Ia juga mengungkapkan pentingnya pencegahan pernikahan anak dengan memastikan usia pernikahan sesuai dengan batas yang wajar. Selain itu, Woro juga menegaskan bonus demografi tidak akan tercapai jika dihadapkan pada isu-isu negatif seperti putus sekolah dan pernikahan dini. (Sumber: kemenag.go.id)
Pendapat yang sama ditambahkan Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag, Cecep Khairul Anwar bahwa pihaknya berkomitmen mencegah perkawinan anak melalui pendidikan. Kesadaran publik dan pendidikan adalah kunci utama dalam pencegahan perkawinan anak. “Kami berkomitmen meningkatkan pemahaman masyarakat tentang resiko perkawinan anak serta memastikan akses pendidikan yang setara,” ujarnya. Ia juga mengungkapkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan lembaga pendidikan dalam sosialisasi bahaya kawin anak. Cecep juga menjelaskan bahwa Kemenag telah mengambil sejumlah langkah guna mencegah perkawinan anak, salah satunya melalui pembinaan kepada para siswa-siswi. Mereka dilatih untuk menyebarkan pesan tentang bahaya nikah dini dan menginspirasi teman-teman sebaya, sehinnga diharapkan menjadi agen untuk mencegah perkawinan anak.
Langkah yang diambil pemerintah untuk mencegah perkawinan anak diyakini dapat melahirkan generasi berkualitas. Karena mereka berpendapat bahwa tingginya angka kematian ibu dan anak juga maraknya siswa-siswi yang putus sekolah adalah salah satu alasan dari maraknya perkawinan anak. Bahkan tingginya angka perceraian, KDRT, hingga stunting juga adalah akibat hal tersebut. Padahal, jika ditelaah lebih lanjut permasalahan tersebut timbul karena penerapan sistem kapitalisme sekular. Sistem yang menghalalkan segala cara hingga sumber daya alam pun diserahkan kepengurusannya pada pihak swasta hingga asing. Alhasil, kesejahteraan rakyat pun menjadi suatu hal yang niscaya. Di sisi lain, sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) yang diterapkan dalam setiap aspek termasuk juga kurikulum pendidikan menjadi salah satu sebab minimnya pendidikan agama pada generasi muda. Agama diajarkan hanya sebagai rutinitas ibadah saja. Oleh karenanya, para remaja jauh dari keimanan dan tidak menjadikan aturan agama sebagai pijakan dalam berpikir dan berperilaku.
Mirisnya lagi, saat ini para remaja dihadapkan pada derasnya pornografi dan kebijakan seks bebas. Ini tentu merusak kaum remaja, sebab efek dari pornografi dan seks bebas mengakibatkan maraknya perbuatan zina, pemerkosaan, pencabulan, hingga pembunuhan yang diakibatkan kecanduan pornografi.
Sejatinya faktor di atas adalah penyebab generasi berkualitas sulit dicapai. Namun, yang terjadi malah pernikahan dini yang dilarang sedangkan pornografi bahkan seks bebas dibiarkan dengan alasan menghambat terwujudnya generasi berkualitas. Padahal, pernikahan bisa menuntaskan permasalahan zina, pemerkosaan hingga pornografi. Sebab, dengan pernikahan setiap individu mampu menundukkan pandangan, menjaga keturunan, serta mencegah dari hal yang merusak lainnya.
Dalam pandangan Islam sendiri, pernikahan sudah diperbolehkan ketika usia baligh dengan memenuhi syarat-syarat lainnya. Sebab dalam Islam, standar usia dewasa bukan di usia 17 tahun ke atas, tetapi ketika sudah balig (sekitar 12 tahun). Selain itu, sistem pendiidkan dalam Islam disusun berdasarkan akidah Islam. Sebelum balig, anak-anak dibina agar memiliki akidah yang kuat sehingga ketika mereka memasuki usia balig, mereka sudah terbiasa dan mampu menjadikan syariat Islam sebagai landasan dalam berpikir dan berperilaku. Sehingga akan terwujud generasi penerus yang berkualitas, beriman, juga berkepribadian Islam.
Sistem Islam juga akan melarang pengelolaan sumber daya alam oleh swasta maupun asing. Negara akan memaksimalkan pengelolaannya sehingga mampu menyejahterakan rakyatnya. Dengan demikian, berbagai kasus seperti stunting, perceraian akibat ekonomi, hingga putus sekolah dapat dicegah. Inilah peran negara yang sesungguhnya dalam sistem Islam. Sebagaimana Hadis Rasulullah saw, “Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab atas gembalannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahu’alam Bishowab.
COMMENTS