Aktivis Muslimah Kaffah
Impor beras menjadi “jalan ninja” bagi pemerintah untuk mengatasi naiknya harga beras akhir-akhir ini yang menembus rata-rata nasional hampir Rp15.000 per kg. Indonesia akan mengimpor beras dari Cina sebanyak satu juta ton untuk menambah pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) 2024.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, keran impor beras dibuka karena terjadi penurunan produksi akibat kekeringan ekstrem El Nino. Penurunan produksi beras mencapai 5%. Arief menyatakan bahwa langkah impor tersebut merupakan penugasan langsung dari Presiden Jokowi.
Sebelumnya, Jokowi memastikan akan kembali membuka opsi impor beras pada 2024. Menurut Jokowi, impor beras masih diperlukan untuk memastikan stok CBP di gudang Bulog aman hingga tahun depan. Impor beras juga dinilai sebagai upaya intervensi pemerintah untuk mengendalikan harga beras di pasaran. “Ini harus untuk menjaga agar tidak terjadi kenaikan (harga beras),” ujar Jokowi. (Tempo, 27-9-2023).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras.
"Yang kita harapkan adalah kita ini ingin tidak impor beras lagi, tapi itu dalam prakteknya sangat sulit karena produksinya gak mencapai.Karena setiap tahun,"kita bertambah yang harus diberikan makan," kata Jokowi.Menurut Jokowi setidaknya ada 4 juta - 4,5 juta bayi yang baru lahir setiap tahun. Sehingga kebutuhan akan pangan seperti beras akan bertambah setiap tahunnya.
Impor diprediksi akan terus menjadi jurus pamungkas pemerintah kala harga beras melambung. Hal ini karena jumlah produksi beras dalam negeri stagnan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa selama 2018—2022, rata-rata produksi beras Indonesia cenderung stagnan di level 31,93 juta ton.
Produktivitas juga mentok di level 5,17 ton per hektare, padahal jumlah penduduk Indonesia bertambah sekitar 2,9 juta jiwa setiap tahunnya. Dengan demikian, akan selalu terjadi kekurangan stok beras. Seharusnya produksi beras meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, tetapi faktanya tidak demikian.
Menyingkapi impor beras yang dilakukan Indonesia, ekonom dari Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Fahrur Ulum, M.E.I. mengatakan, Indonesia sudah menjadi negara net importer beras.
“Secara fakta, negeri ini sudah masuk dalam net importer dalam persoalan beras. Artinya, bukan impor sebagai suplemen, tetapi impor sebagai sebuah kebutuhan yang nyata. Kebutuhan beras dalam negeri harus ditopang oleh impor,” tuturnya di Kabar Petang: “Beras dari Cina Berbahaya”, melalui kanal Khilafah News, Kamis (5-10-2023)
Ia menambahkan, konsumsi beras masyarakat di Indonesia cukup tinggi yaitu 35,3 juta ton per tahun, sedangkan produksi beras makin tahun makin menurun. “Inilah yang menjadikan negeri ini harus terus melakukan impor dan sekarang sudah masuk di dalam net importer,” tandasnya.
Tingginya harga beras sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Hampir semua, yakni 98,5% orang Indonesia makanan pokoknya adalah beras. Oleh karenanya, ketika ada kenaikan harga beras, rakyat terpukul.
Tidak adanya azam pemerintah untuk meningkatkan produksi beras, menunjukkan tidak adanya keberpihakan pemerintah pada petani dan rakyat. Dengan kurangnya produksi lokal, stok beras akan selalu kurang dan otomatis memicu kenaikan harga beras hingga masyarakat pun “menjerit”.
Barulah pada kondisi yang sudah sulit tersebut, pemerintah mempunyai alasan untuk impor. Seolah-olah, “Pemerintah terpaksa harus impor agar harga beras turun.” Siklusnya selalu demikian, baik tahun ini maupun tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah sendiri memang tidak pernah menargetkan untuk meningkatkan produksi lokal, jadi impor tersebut memang sudah didesain untuk dilakukan.
Kebijakan pemerintah yang lebih suka impor daripada memajukan pertanian dalam negeri ini hanya menguntungkan para oligarki, yaitu para pengusaha importir yang punya hubungan dekat dengan penguasa sehingga mendapatkan tender impor. Wewenang membuka atau menutup pintu impor memang ada di tangan pemerintah, tetapi pelaku impornya adalah pengusaha importir.
Pemerintah sebagai institusi pengurus urusan rakyat wajib mewujudkan jaminan ketersediaan beras dengan stok yang mencukupi dan harga yang terjangkau. Pemerintah bahkan tidak boleh sekadar memastikan stok, tetapi memastikan beras tersebut mampu dijangkau oleh masyarakat. Jangan sampai stok cukup, tetapi ditimbun oleh pengusaha nakal dan harganya mahal.
Sayangnya, jaminan ketersediaan pangan itu tidak diwujudkan oleh penguasa hari ini. Hal ini tidak lepas dari sistem kapitalisme yang dianut Indonesia sehingga negara berlepas tangan dengan menyerahkan urusan pemenuhan hajat rakyat pada mekanisme pasar, yang artinya pada swasta sebagai pemain di pasar.
Negara hanya berperan sebagai regulator, seperti satpam yang tugasnya hanya membuka dan menutup portal impor. Apalagi keputusan impor itu ternyata bukan untuk kepentingan rakyat ataupun petani, tetapi para pengusaha yang menangguk untung dari impor. Inilah yang terjadi ketika kita menerapkan sistem kapitalisme.
Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Dalam Khilafah, negara berkewajiban menjamin pemenuhan kebutuhan pangan orang per orang. Negara harus memastikan tidak ada orang yang kelaparan karena tidak mampu membeli beras.
Oleh karenanya, Khilafah akan melakukan hal-hal berikut untuk mewujudkan jaminan pangan bagi warganya :.
1. Mewujudkan swasembada penuh untuk komoditas pangan yang terkategori kebutuhan pokok seperti beras.
2. Membangun dan meningkatkan produksi dalam negeri dengan strategi intensifikasi, ekstensifikasi, penerapan teknologi mutakhir, edukasi petani, pemberian subsidi dan bantuan alat produksi, dll. sehingga bisa mencapai kedaulatan pangan, yakni tidak butuh impor lagi.
3. Membangun jaringan distribusi yang baik dan adil untuk memastikan tidak ada hambatan distribusi dari sawah hingga sampai ke tangan konsumen.
4. Mengawasi adanya potensi praktik penimbunan agar bisa tercegah dan memberikan sanksi bagi pelaku penimbunan.
5. Mengedukasi masyarakat dan membentuk kebiasaan untuk melakukan diversifikasi pangan sehingga tidak tergantung pada satu jenis bahan pangan tertentu.
6. Segera membenahi aspek produksi maupun distribusi ketika terjadi kenaikan harga beras yang tidak wajar.
7. Memberikan santunan berupa bahan pangan bagi warga yang miskin secara rutin sambil menyelesaikan problem nafkah jika memang ada.
Dengan mekanisme tersebut, permasalahan tingginya harga beras akan tersolusi dengan baik tanpa harus impor. Namun, solusi ini hanya terealisasi dalam sistem Khilafah. Sementara itu, rezim doyan impor dalam kapitalisme seperti hari ini tidak akan mungkin mampu mewujudkan solusi ini, karena tidak menguntungkan para kapitalis. Wallahualam bissawab.
COMMENTS