Pengesahan UU Ciptaker Siapa yang Diuntungkan?





Oleh Suhirnan, S.Pd.
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Penetapan Undang-undang (UU) Cipta kerja kini ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat terutama para buruh. Bagaimana tidak, pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai sangat merugikan kaum buruh.

Pengesahan UU ini katanya dibuat untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang merata bagi rakyat Indonesia. Namun pada faktanya undang-undang ini justru membebani rakyat dan menuai kontroversi.

Seperti dilansir dari tempo.com (23/3/2023) Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se Universitas Indonesia menolak pengesahan Perpu jadi UU Cipta Kerja dan mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR RI serta mengajak seluruh elemen masyarakat sipil agar menyuarakan perlawanan untuk membatalkan UU Ciptaker tersebut.

Jika ditelisik lebih dalam, seharusnya penetapan UU Ciptaker ini menjadi solusi dalam permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat terutama para pekerja, namun melihat kondisi yang ada justru undang-undang ini tidak memberikan solusi tuntas atas permasalahan yang dihadapi masyarakat malah menambah ketidakpastian hukum.

Di sisi lain, penentuan upah minimum menjadi problem dalam gaji buruh. Penentuan UMR ternyata disesuaikan dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu sehingga penghasilan yang didapatkan perbulan pun tidak menentu oleh para pekerja, terlebih lagi para pekerja kontrak. Bukan hanya itu, ketidakpastian hukum ini akan menimbulkan ketidakpastian pekerjaan bagi para pekerja. Belum lagi persoalan outsourching yang membuat nasib buruh semakin malang.

Sungguh miris kehidupan yang ada sekarang, lambat laun rakyat mulai jauh dengan kata sejahtera. Pemerintah alih-alih memakmurkan rakyatnya namun malah menyengsarakan. Tidak heran lagi dalam pemerintahan kapitalis-sekuler, kepentingan rakyat bukan lagi tujuan yang utama melainkan para korporasi yang hanya segelintir orang saja. Pembuatan undang-undang juga tidaklah berdasar pada kepentingan rakyat. Rakyat dirugikan dan para investor diuntungkan. 

Oleh sebab itu, penerapan sistem kapitalis-sekuler bukanlah solusi atas problematika umat, sebab sangat menyimpang jauh dengan kesejahteraan rakyat, rakyat dibuat resah dengan undang-undang yang diberlakukan tidak menjamin dan memberikan solusi pasti atas masa depan. Begitu pun penguasa dalam sistem kapitalisme hanya sebagai regulator kebijakan para kapital.

Dengan demikian, Islam adalah satu-satunya solusi atas problematika umat baik itu pada masa lalu, sekarang maupun yang akan datang sebab sistem kehidupan berasal dari Sang Maha Pencipta dan diterapkan oleh Rasulullah saw.  bukan seperti sistem kapitalisme yang lahir dari sekularisme hasil pemikiran manusia.

Dalam ekonomi Islam, perburuhan akan diatur menggunakan aqad ijarah (kontrak kerja) yaitu antara penguasa dan buruh harus sama-sama mematuhi  ketentuan perjanjian dan tidak boleh saling curang atau merugikan satu sama lainnya. 

Adapun untuk buruh pekerja harus memberikan jasa yang telah disepakati bersama leader perusahaan. Maka secara langsung buruh akan terikat dengan pekerjaan dan buruh tidak boleh berbuat zalim maupun merugikan perusahaan. Begitu pula perusahaan wajib menjelaskan kepada buruh tentang jenis pekerjaan, waktu kerja hingga besaran upah dan hak-hak mereka serta tidak boleh melakukan kecurangan ataupun berbuat zalim kepada para buruh.

Nabi Muhammad saw.bersabda :
Berilah upah pekerja (buruh) sebelum kering keringatnya” (HR Ibnu Majah)
Oleh karena itu, perusahaan wajib memberikan upah (gaji) kepada buruh jika waktunya telah tiba tanpa menunda-nunda upah tersebut

Dalam syariat Islam standar upah tidak diukur dari standar hidup minimum di suatu daerah sebab jika berdasarkan hal tersebut maka sekalipun para buruh bekerja secara keras tidak bisa melampaui standar hidup masyarakat tersebut terbukti standar upah minimum yang diberlakukan di suatu daerah baik kota maupun desa yang diterapkan dalam sistem kapitalisme membuat para buruh tidak mendapatkan kesejahteraan bahkan hidupnya pas-pasan dan kekurangan.

Di dalam Islam, besaran upah akan disesuaikan dengan jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu kerja dan tempat bekerja. Wajar jika gaji yang tinggi diberikan kepada para pekerja profesional dengan pekerja pemula. Jika terjadi konflik maka negara harus turun tangan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

 Wallahu a’lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post