Kasus
covid-19 kian hari bukannya menurun malah meningkat semakin mengkhawatirkan.
Menghantam tatanan kehidupan masyarakat terutama bidang ekonomi, tak terkecuali
di daerah perkotaan maupun pedesaan, termasuk di wilayah Kabupaten Bandung Jawa
Barat. Banyak para pelaku usaha yang mengalami kerugian bahkan kebangkrutan
sebagaimana dituturkan oleh penerima penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial
dan Bakti Koperasi dan UKM, Kurnia Agustina Naser, bahwa dampak pandemi memang
berpengaruh secara signifikan pada kehidupan pelaku UMKM di Kabupaten Bandung.
Ia mengapresiasikan para pelaku UMKM yang tidak patah semangat untuk terus
berjuang keluar dari keterpurukan (Dara.co.id Minggu 27/9/2020).
Pada
umumnya keterpurukan ekonomi bukan hanya dirasakan oleh para pelaku UMKM saja,
akan tetapi dirasakan juga oleh semua para pelaku usaha, yang sangat kesulitan
menjalankan bisnis di masa pandemi. Berbagai kebijakan pemerintah untuk
mengatasi wabah seperti ; pembatasan sosial, bekerja dari rumah, sekolah dari
rumah, dan lain-lainnya sangat berpengaruh pada menurunnya daya beli kebutuhan
masyarakat. Pelaku bisnis yang mempunyai modal besar mungkin bisa bertahan
tetapi bagi para pelaku bisnis yang modalnya kecil sudah dapat dipastikan akan
mengalami gulung tikar. Dampaknya adalah semakin banyaknya pengangguran dan
meningkatnya kriminalitas di tengah masyarakat.
Pemerintah
berusaha melakukan perbaikan ekonomi dengan memberikan bantuan-bantuan, baik
berupa bantuan langsung tunai atau berupa sembako. Program lainnya adalah
memberikan modal usaha kecil dan menengah dengan bunga rendah, relaksasi pajak,
dan lain sebagainya. Tetapi program-program tersebut pada faktanya tidak mampu
meredakan keterpurukan ekonomi hampir di seluruh lapisan masyarakat.
Sebenarnya
tanda-tanda bahwa kondisi perekonomian Indonesia tidak sedang baik-baik saja
sudah ditengarai oleh para ekonom jauh sebelum pandemi. Utang yang menggunung,
pengangguran, korupsi, harga rupiah terus menurun tidak bisa dipungkiri menjadi
pertanda tidak sehatnya kepengurusan ekonomi di negeri ini. Adanya pandemi
semakin memperparah keadaan.
Bagaimana tidak parah, penanganan wabah
dengan banyak menutup usaha di sektor ril secara pasti akan terjadi kemandegan
perputaran ekonomi. Kalau sudah mandeg
uang tidak berputar, artinya barang menumpuk, produksi terhenti berimbas pada
pengangguran. Sementara usaha di sektor non-ril seperti bursa saham terus berjalan.
Efek yang pertama kali merasakan kesengsaraan adalah masyarakat kelas bawah
dengan penghasilan harian. Kelas menengah masih bisa bertahan itupun dengan
menahan sebagian uangnya sebagai cadangan.
Dari awal tersiarnya
pandemi seharusnya pemerintah cepat melakukan lock down, agar wabah tidak
tersebar kemana-mana. Cukup di lock down di daerah yang sudah terkena virus.
Daerah lainnya bisa tetap leluasa melakukan aktifitas ekonomi. Daerah yang di
lock down bisa dipenuhi kebutuhannya oleh pemerintah selama pandemi, bagi
masyarakat yang benar-benar terdampak. Akan tetapi langkah ini tidak diambil
pemerintah dengan alasan ekonomi. Faktanya ekonomi tak terselamatkan, begitupun
kesehatan masyarakat. Wabah sudah kadung tersebar, ekonomi terancam krisis.
Untuk mempertahankan hidup, rakyat tetap harus banting tulang mengais rejeki di
tengah kekhawatiran terjangkit virus, bukannya tidak takut apa daya karena
perut lapar.
Ketidakmampuan menghadapi
pandemi bukan hanya di Indonesia bahkan di negara sekaliber Amerika yang
katanya negara super power, nyatanya tak berdaya dihantam makhluk nan kecil
ini. Hal tersebut diakibatkan pengaturan ekonomi berlandaskan kapitalisme
sekular, yang menyandarkan pengaturannya semata-mata pada kecerdasan manusia
yang terbatas dan serakah.
Kapitalisme mengukur
kemajuan ekonomi hanya dari angka-angka. Sebuah negara dikatakan maju kalau
pertumbuhan ekonominya tinggi, padahal di tengah masyarakatnya terdapat
orang-orang miskin, tak punya rumah, bahkan makan saja susah. Tidak demikian
dalam Islam. Jika dikatakan sebuah negara itu maju berarti tak seorangpun yang
kedapatan kelaparan, tak seorangpun yang tidak bekerja padahal mampu. Kenapa
demikian? Karena Islam sangat memperhatikan distribusi disamping produksi. Ada
satu orang saja yang lapar menjadi masalah besar yang segera harus diatasi,
apakah diberi santunan rutin misalnya karena sudah tidak mampu lagi bekerja.
Perhatian sistem Islam bukan lagi ke angka-angka tapi sudah ke individu per
individu rakyat. Dalam sistem Islam, distribusi harta maupun jasa bagi seluruh
individu rakyat begitu diperhatikan begitupun bagaimana memampukan rakyat dalam
memanfaatkan barang dan jasa.
Sistem kapitalis tidak
pernah memikirkan distribusi sebagaimana dalam sistem Islam. Akses ekonomi
hanya bisa dijangkau oleh yang memiliki uang, akibatnya kekayaan menumpuk hanya
pada segelintir orang. Saat yang sama, banyak orang yang hidup di bawah standar
dan mengharap belas kasihan orang kaya yang hampir mustahil mereka dapatkan
karena berkembangnya sikap egois dan individualisme yang dibentuk oleh sistem
kapitalisme ini. Yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin semakin terpuruk.
Seperangkat aturan dalam sistem Islam mampu memecahkan masalah kemiskinan individu per individu, sebagai contoh zakat yang didistribusikan untuk delapan golongan, sedekah kepada yang membutuhkan, kafarah (denda) yang diwujudkan dalam bentuk memberi makan orang miskin, larangan kikir dan ihtikar (menimbun), dan lain sebagainya. Terkait masalah kesanggupan setiap individu rakyat untuk memperoleh dan mengusahakan harta dan jasa, syariah memberi solusi dengan cara membolehkan setiap orang untuk memiliki harta melalui sebab-sebab yang dibolehkan syariah seperti, bekerja, hibah, waris dan lain sebagainya. Seseorang tidak dihalang-halangi untuk memiliki, mengusahakan dan memanfaatkan harta pada batas-batas yang telah ditetapkan oleh Islam. Selain itu Islam mengharamkan berutang kepada negara lain apalagi utang ribawi karena akan menciptakan ketergantungan, haram menyerahkan pengelolaan sumberdaya alam yang terkategori kepemilikan umum seperti gas, minyak bumi, air dan yang lainnya pada perusahaan swasta terlebih asing. Standar uang yang digunakan pun bersandar pada emas dan perak, agar tidak menjadi permainan negara-negara besar dengan menjadikannya sebagai bagian dari alat penjajahan. Usaha di sektor non ril akan dibasmi sehingga uang hanya bertemu dengan usaha sektor ril, sehingga ekonomi akan tumbuh merata di tengah-tengah masyarakat. Dengan pengaturan negara setiap individu terdorong bekerja sungguh-sungguh untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Hanya dengan menerapkan sistem ekonomi Islam semata, kesejahteraan dan kemakmuran bisa diwujudkan di tengah-tengah umat manusia. Tentu saja dengan aturan lainnya seperti pendidikan, pemerintahan, pergaulan, sanksi yang kita kenal dengan sebutan Islam kaffah yang diterapkan dalam bingkai daulah khilafah.
Post a Comment