Khilafah adalah Ajaran Islam


Oleh : Oktavia Tri Sanggala Dewi, S.S., M.Pd (Aktivis Dakwah Islam, Jambi)

Akhir-akhir ini khilafah memang sedang ramai diperbincangkan. Apa itu khilafah? Khilafah bukanlah istilah asing dalam khazanah keilmuan Islam. Menurut Dr. Mahmud al-Khalidi (1983), “Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan syariah dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.” (Al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm). Karena merupakan istilah Islam, khilafah adalah bagian dari ajaran Islam sebagaimana shalat, puasa, zakat, haji, dan lainnya. Apalagi menegakkan khilafah adalah wajib menurut syariah Islam. Bahkan khilafah merupakan “tâj al-furûd (mahkota kewajiban)”. Pasalnya, tanpa khilafah - sebagaimana saat ini - sebagian besar syariah Islam di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, pemerintahan, politik, politik luar negeri, hukum/peradilan, dan sebagainya terabaikan. Di bidang pendidikan, misalnya, negara menerapkan sistem pendidikan sekular. Di bidang ekonomi, negara menerapkan sistem ekonomi kapitalisme-neoliberal. Di bidang sosial, negara mengadopsi HAM Barat sehingga zina dan LGBT dibiarkan dan tidak dianggap kriminal.
Sejarah mencatat bahwa khilafah telah terbukti menciptakan peradaban yang gemilang selama 14 abad lamanya. Kejayaan dan kemakmuran sangat terasa dalam seluruh aspek kehidupan seperti sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum dan politik luar negeri. Muslim maupun non-muslim yang hidup dibawah naungan khilafah terjamin kesejahteraan hidupnya, sebab aturan yang diterapkan dalam sistem khilafah berasal dari Al-Khaliq dan sesuai dengan fitrah manusia. Alhasil, Islam rahmatan lil alamin hanya akan terasa dengan terwujudnya Khilafah, karena Khilafah akan menjadi pelindung kaum muslimin dan solusi untuk segala kerusakan dan problematika kehidupan yang terjadi saat ini.
Namun ironisnya, persekusi terhadap khilafah sebagai ajaran Islam masih saja berlanjut. Mereka menyamakan khilafah dengan komunis dan menganggap mendakwahkan khilafah ajaran Islam merupakan tindakan radikal (news.idtoday.co, /23/8/2020). Khilafah bukanlah sesuatu yang dilarang untuk didiskusikan, karena khilafah adalah ajaran Islam. Bicara tentang khilafah bukan seperti bicara tentang komunisme. Suatu kedangkalan berpikir menyamaratakan khilafah dengan komunisme. Konsep khilafah adalah berasal dari Zat yang Maha Agung. Dialah Allah SWT, jelas mustahil untuk membuat aturan yang mendatangkan keburukan. Khilafah merupakan ajaran Islam yang ada dalam Alquran, Al-Hadits dan Ijma sahabat. Justru menjadi suatu kewajiban muslim untuk memperjuangkannya.
Sebagai kewajiban dalam Islam, Khilafah tentu didasarkan pada sejumlah dalil syariah, yaitu dalil al-Quran antara lain QS. an-Nisa’ (4) ayat 59; QS. al-Maidah (5) ayat 48; dll. Dalam dalil as-Sunnah, Rasulullah saw. bersabda “Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliah.” (HR Muslim). Berdasarkan hadits tersebut, menurut Syaikh ad-Dumaiji, mengangkat seorang imam (khalifah) hukumnya wajib (Ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah). Para sahabat pun telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan upaya mengangkat imam/khalifah sebagai kewajiban paling penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah saw. (Al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah).
Lebih dari itu, menurut Syaikh ad-Dumaji, kewajiban menegakkan Khilafah juga didasarkan pada kaidah syariah berikut: Selama suatu kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu wajib pula hukumnya. Sudah diketahui bahwa banyak kewajiban syariah yang tidak dapat dilaksanakan oleh orang-perorang, seperti kewajiban melaksanakan hudûd (seperti hukuman rajam atau cambuk atas pezina, hukuman potong tangan atas pencuri), kewajiban jihad untuk menyebarkan Islam, kewajiban memungut dan membagikan zakat, dan sebagainya. Pelaksanaan semua kewajiban ini membutuhkan kekuasaan (sulthah) Islam. Kekuasaan itu tiada lain adalah khilafah. Alhasil, kaidah syariah di atas juga merupakan dalil atas kewajiban menegakkan Khilafah (Syaikh ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah).
Berdasarkan dalil-dalil di atas - dan masih banyak dalil lainnya - yang sangat terang-benderang, wajar jika kewajiban menegakkan khilafah telah menjadi ijmak para ulama Aswaja, khususnya imam mazhab yang empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hanbali). Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Abdurrahman al-Jaziri: “Para imam mazhab (yang empat) telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib” (Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah). Hal senada ditegaskan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, “Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal (Ibn Hajar, Fath al-Bâri).
Ulama Nusantara, Sulaiman Rasyid, dalam kitab fikih yang terbilang sederhana namun sangat terkenal berjudul Fiqih Islam, juga mencantumkan bab tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Bahkan bab tentang Khilafah juga pernah menjadi salah satu materi di buku-buku madrasah (MA/MTs) di Tanah Air. Berdasarkan paparan singkat di atas, masih adakah yang berani menolak Khilafah sebagai ajaran Islam?! Jika ada, semoga saja ia berani pula bertanggung jawab di hadapan Allah SWT kelak.

Post a Comment

Previous Post Next Post