Mendamba Pemimpin Taat Syariah

Penulis : Nur Fitriyah Asri
Ko.Bid. Dakwah Badan Kontak Majelis Taklim 
(BKMT) Jember

Ternyata pemilu tidak menghasilkan pemimpin yang baik. Dominasi politik transaksional tidak hanya melahirkan pemimpin yang baik, tetapi juga pemilih yang berperilaku tidak baik.
Masuk ke sistem Indonesia (demokrasi) pun bisa jadi iblis-iblis. Begitulah pendapat mahfud MD mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggambarkan bobroknya  sistem demokrasi (Republika co.id).

Banyak ulama yang kehilangan marwahnya setelah masuk berkecimpung dalam politik praktis berebut dalam pesta demokrasi, banyak orang yang tulus berubah orientasi demi fulus, banyak orang yang semula rela berkorban dan berjuang membela kebenaran berubah menjadi gila jabatan dan  menghalalkan segala cara. Begitu juga yang terjadi pada rakyat jelata mudah tergoda dengan diiming-iming sedikit harta, termasuk kawulo cilik mudah dirayu dengan duit. Miris bukan...semua bisa dibeli di dalam sistem demokrasi.

Terbukti beberapa kali dilaksanakan pemilu baik legislatif maupun presiden, negara ini belum menampakkan perubahan yang signifikan. Justru malah sebaliknya terjadi  perubahan  yang mengarah kepada semakin jauhnya dari apa yang dicita-citakan bangsa ini yaitu Negara Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur (negeri yang subur, makmur, adil dan aman).

Negara yang mayoritas penduduknya muslim  terbesar sedunia, tetapi ironisnya prostitusi menempati urutan tertinggi ketiga se Asia, kasus narkoba menggila, korupsi yang menggurita, tingginya angka  kemiskinan, belum lagi remaja krisis moral, begal, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan  terjadi dimana-mana, tidak ada rasa aman dan nyaman, itulah yang dirasakan, tidak ada keadilan hukum tajam kebawah, ulama dipersekusi dan dikriminalisasi sehingga  menimbulkan rasa takut kepada agamanya sendiri (islamophobia), Fatalnya krisis kepemimpinan dan lain sebagainya.

Umat rindu pemimpin yang takut hanya kepada Allah dan yang taat pada syariah-Nya. Bukan pemimpin yang suka mengobral janji ketika menjelang pemilu namun setelah dipilih tidak ditepati, bukan pemimpin yang suka berbohong berani memanipulasi data-data dan angka, bukan pemimpin yang mengkhianati dan menyakiti hati rakyatnya.

Itu semua disebabkan karena sistem yang dianut di negara ini adalah sekulerisme yaitu yang memisahkan agama dengan kehidupan. Wajar kalau selama ini belum bisa menghasilkan pemimpin yang didambakan umat. Rasanya seperti pungguk merindukan bulan.

Bagaimana Islam menghadirkan pemimpin yang didamba umat.

Islam mewajibkan individu-individunya memiliki akidah yang kuat sehingga taat syariah dan hanya takut kepada Allah.

Takut kepada Allah merupakan kewajiban bagi setiap muslim, bukan hanya diucapkan dalam lisan saja.
Allah berfirman:

وَ آمِنُوْا بِمَا أَنزَلْتُ مُصَدِّقاً لِّمَا مَعَكُمْ وَلاَ تَكُوْنُوْا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ وَلاَ تَشْتَرُوْا بِآيَاتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلاً وَإِيَّايَ فَاتَّقُوْ

Dan percayalah kepada apa yang Aku turunkan (Al Qur'an), yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kali kafir kepadanya.

Dan jangan­lah kamu jual ayat-ayatKu dengan harga yang murah dan hanya kepadaKu saja­lah kamu harus bertakwa.(TQS. Al Baqarah: 41).

Pengertian takut atau khauf kepada Allah adalah bertakwa yaitu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.

Menjadi insan yang takwallah harus mempunyai iman yang kuat dan kokoh yang menghunjam di dalam hatinya dengan melalui proses berpikir ( iman aqliyah). Dengan begitu akan benar-benar tunduk patuh hanya kepada Allah, cirinya sami'na waatha'na, juga merasa diawasi oleh Allah dimana dan kapanpun berada, sehingga memunculkan rasa takut yang luar biasa, yakin kalau di akhirat kelak akan dihisab semua perbuatannya dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wata'ala. 

Seorang pemimpin harus berkepribadian yang kuat supaya tidak menjadi boneka. Orang lemah tidak boleh menjadi pemimpin, Abu Dzar memohon kepada Rasulullah untuk menjadi pemimpin. Rasulullah SAW bersabda "Abu Dzar, kamu ini lemah, sementara jabatan ini adalah amanah. Pada hari ini pembalasan amanah itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan. Kecuali bagi orang yang mengambil amanah tersebut sesuai dengan haknya dan menunaikan kewajiban dalam kepemimpinanya."(HR Muslim).

Seorang pemimpin diwajibkan  memiliki sifat welas asih, harus benar-benar diwujudkan secara kongkrit bersikap lemah lembut dan bijak tidak menyulitkan rakyatnya.

Rasulullah pernah berdo'a "Ya Allah, siapa saja yang diberi tanggung jawab memimpin urusan umatku dan menimbulkan kesulitan bagi mereka, maka persulitlah dia. Siapa saja yang memerintah umatku dengan sikap lembut (bersahabat) kepada mereka, maka lembutlah kepada dia" (HR Muslim).

Pemimpin juga harus penuh perhatian kepada rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda "Siapa saja yang memimpin pemerintahan kaum muslim, lalu tidak serius mengurus mereka, maka dia tidak akan mencium harumnya aroma surga" (HR Muslim).

Muadz bin Jabal diutus oleh Rasulullah SAW menjadi Gubernur Yaman, oleh Rasulullah ditanya "Dengan apa engkau memutuskan perkara? Muadz menjawab "Dengan Kitabullah," Rasul bertanya lagi "Dengan apalagi jika engkau tidak mendapatkan di dalam Al Qur'an?" Muadz menjawab "Dengan Sunnah Rasulullah." Rasul SAW bertanya sekali lagi, "Dengan apalagi jika engkau tidak mendapatinya di dalam Al Qur'an maupun As Sunnah?" Muadz menjawab, "Aku akan berijtihad." Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Segala pujian milik Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah ke jalan yang disukai Allah dan Rasul-Nya."(HR Ahmad, Abu Dawud dan Al Baihaqi).

Pemimpin syar'i yang mempunyai syarat-syarat diatas, hanya lahir dari rahim sistem pemerintahan Islam yaitu Daulah Khilafah yang menerapkan Islam secara kaffah. Khalifah inilah yang mengemban risalah Islam kepenjuru dunia dengan dakwah dan jihad.

Oleh sebab itu aturan yang diterapkan dalam Negara Khilafah adalah aturan Islam yaitu aturan Allah, bukan aturan lain yang berasal dari manusia.

Allah berfirman "

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

Terjemah Arti: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian  fasik (TQS. Al Maidah 49).

Saatnya umat harus cerdas dan paham dalam memilih seorang pemimpin yang benar-benar  bertakwa, terikat dengan hukum syara' tidak berbohong, tidak suka ingkar janji dan tidak mengkhianati  amanah yang diberikan rakyatnya. Dan yang paling penting dan utama mau menerapkan aturan Allah secara kaffah dalam  bingkai Khilafah. Dengan demikian seorang pemimpin (Khalifah)  akan mampu mewujudkan rahmatan lil 'alamin. 

Wallahu 'alam bish Shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post