Ketika Transportasi Publik dalam Jaminan Islam


Oleh: Umi Nur Fitriana, M.Pd.I 
(Aktivis Muslimah)


Yaman Zai, tampak berkali-kali mengusap air matanya. Istri dan ketiga anaknya, ada di pesawat Sriwijaya Air SJ-182, yang hilang kontak setelah terbang dari Bandara Soekarno-Hatta, Sabtu, 9 Januari 2021.

Tangis Yaman Zai pecah mengetahui pesawat yang ditumpangi istri dan tiga anaknya hilang kontak. Mereka hendak menyusulnya sekaligus berlibur ke Pontianak, tempat Yaman bertugas kerja. Selain keluarga Yaman, ada juga wanita hamil 5 bulan ikut menjadi korban dalam kecelakaan itu.

Sebagaimana diberitakan pesawat Sriwijaya SJ182 jatuh di sekitar Pulau Laki yang termasuk wilayah Kepulauan Seribu. Dan masih terus dilakukan pencarian dan penelusuran untuk mengetahui penyebab pesawat hilang kontak dan jatuh.

Ini adalah kecelakaan pesawat yang terjadi kesekian kalinya. Banyak protes sudah dilayangkan agar sistem transportasi publik termasuk pesawat komersial lebih terjamin keamanannya. Namun, negeri ini seakan lemah untuk memperbaiki sampai saat ini.

Carut-marut transportasi publik di Indonesia berawal dari kesalahan paradigma dasar berikut perangkat aturan yang muncul dari paradigma dasar tersebut. Kesalahan paradigma tersebut bersumber dari faham sekulerisme yang mengesampingkan aturan agama. Sekulerisme yang melahirkan sistem kehidupan kapitalisme telah memandang bahwa transportasi sebagai sebuah industri. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum transportasi dikuasai oleh perusahaan atau swasta yang berfungsi bisnis, bukan fungsi pelayanan.

Menurut  pandangan kapitalis, dalam pelaksanaan pelayanan publik negara hanya berfungsi sebagai legislator, sedangkan yang bertindak sebagai operator diserahkan kepada mekanisme pasar. Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam kaca mata komersial. Akibatnya harga tiket transportasi publik mahal namun  tidak disertai layanan yang  memadai. Demi mengejar untung tidak jarang angkutan umum yang sudah tidak layak jalan tetap beroperasi.

Amburadulnya pengelolaan transportasi ini semakin menambah persoalan baru, misalnya persaingan sesama pengusaha transportasi, tarif yang mahal, kecelakaan lalu lintas, semua terjadi tanpa menemukan solusi. Itulah layanan transportasi yang terjadi di sistem kapitalisme yang hanya mementingkan keuntungan daripada keselamatan.

Islam memandang pelayanan transportasi yang bermutu seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah, baik pusat maupun daerah. Negara wajib menjamin ketersediaan transportasi publik yang memadai beserta kelengkapannya, baik di darat, laut maupun udara. Tidak boleh terjadi dharar yaitu kesulitan, penderitaan maupun kesengsaraan yang menimpa masyarakat.

Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah berujar berkaitan dengan transportasi, “Seandainya ada seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalan rusak, aku khawatir Allah akan meminta pertanggungjawaban diriku di akhirat nanti.” Mindset seperti inilah yang mendasari pemimpin negara dalam menjalankan kebijakan  transportasi.

Dalam Islam, prinsip penyediaan transportasi publik dijelaskan dalam 3 hal. Pertama,  pembangunan infrastruktur adalah tanggungjawab negara, tidak boleh diserahkan kepada investor swasta apalagi asing.  Kedua,  perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi.  Ketika Baghdad sebagai ibukota dibangun sebagai ibu kota kekhilafahan, setiap bagian kota diproyeksikan hanya untuk jumlah penduduk tertentu. Di kota itu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Termasuk pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah.  Warga tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan seperti menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar sama bagusnya. Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki.  Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.

Navigasi otomatis mutlak dibutuhkan agar perjalanan aman, tidak tersesat. Untuk itulah kaum muslimin belajar astronomi dan teknik membuat kompas sampai ke Cina, dan mengembangkan ilmu pemetaan dari astronomi demgan teliti.  Hasilnya, perjalanan haji dan dagang di darat maupun di lautan menjadi semakin aman.

Teknologi & manajemen fisik jalan sangat diperhatikan  Sejak tahun 950 M, jalan-jalan di Cordoba sudah diperkeras, secara teratur dibersihkan dari kotoran, dan malamnya diterangi lampu minyak.  Baru 200 tahun kemudian, yakni 1185 M, Paris ikut memutuskan sebagai kota pertama Eropa yang meniru Cordoba. Abbas Ibnu Firnas (810-887 M) dari Spanyol melakukan serangkaian percobaan untuk terbang, seribu tahun lebih awal dari Wright bersaudara, sampai Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam bukunya History of the Arabs, “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying.”

Hingga abad ke-19 Khilafah Utsmaniyah masih konsisten mengembangkan infrastruktur transportasi. Saat kereta api ditemukan di Jerman, Khalifah segera memutuskan untuk membangun jalur kereta api dengan tujuan utama memperlancar perjalanan para jamaah haji.  Tahun 1900 M Sultan Abdul Hamid II mencanangkan proyek “Hejaz Railway”. Jalur kereta ini terbentang dari Istanbul, Ibukota Khilafah, hingga Makkah, melewati Damaskus, Jerusalem dan Madinah. Dengan proyek ini, dari Istanbul ke Makkah yang semula 40 hari perjalanan akhirnya hanya menjadi 5 hari.

Seperti itulah Islam memerintahkan pemimpin kaum Muslim agar menyediakan infrastruktur transportasi yang aman, memadai dengan teknologi terkini. Semata sebagai bentuk rasa takut pada Allah atas pertanggungjawaban kelak mengenai umat yang sedang dipimpinnya. Segala upaya dan cara dilakukan untuk memberikan pelayanan terbaik pada umat. Dengan begitu ribuan muslim akan terminimalisir bahkan tidak akan lagi menjadi korban dari kecelakaan transportasi akibat abainya pemimpin yang menyerahkan urusan transportasi kepada swasta sebagai bisnis menggiurkan.

 WalLâh a’lam bi ash-shawâb

Post a Comment

Previous Post Next Post