BPJS Melangit, Islam Jawabannya


Penulis: Mulyaningsih, S. Pt
Pemerhati masalah anak, remaja dan keluarga
Anggota Akademi Menulis Kreatif Regional Kalsel

Lagi, rakyat harus menelan pil pahit yang diberikan pemerintah. Mulai tanggal 1 September 2019 iuran BPJS Kesehatan akan mengalami kenaikan. Hal itu sesuai dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani. Beliau berharap bahwa dengan adanya kenaikan iuran, maka harus ada perbaikan manajemen. Dengan begitu persoalan defisit yang diderita eks PT Asuransi Kesehatan dapat diatasi secara bertahap sehingga perusahaan tidak lagi bergantung pada suntikan dana dari pemerintah. Lebih lanjut, Puan memastikan kenaikan iuran tidak akan membebani PBI (Penerima bantuan Iuran) karena ditanggung oleh pemerintah.

Adapun besarnya kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar dua kali lipat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan besarnya iuran pada peserta kelas mandiri I naik menjadi Rp 160 ribu (awalnya Rp 80 ribu). Kelas mandiri II naik dari Rp 59 ribu per bulan menjadi Rp 110 ribu dan kelas mandiri III meningkat dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Ia menyebutkan bahwa tanpa kenaikan iuran, defisit BPJS Kesehatan tahun ini bisa mencapai Rp 32,8 triliun. (cnnindonesia.com, 29/8/2019)

Jika benar usulan tersebut direalisasikan, sungguh merupakan kebijakan zalim. Sejatinya, kesehatan adalah kebutuhan pokok rakyat yang harus dipenuhi oleh penguasa. Namun, penguasa justru menyerahkan urusan kesehatan rakyatnya kepada pelaksana program JKN. Pemerintah berlepas diri dari memenuhi hajat hidup rakyatnya. Buktinya rakyat harus dipusingkan dengan kenaikan iuran BPJS, belum ditambah dengan dicabutnya subsidi energi bagi rakyat. Contohnya adalah pemotongan subsidi pada BBM (Bahan Bakar Minyak), LPG dan listrik. Menurut Ibu Sri Mulyani, semua itu dilakukan agar lebih tepat sasaran dan disalurkan pada golongan yang kurang mampu. (tirto.id, 21/8/2019)

Pemerintah Lepas Tangan

Klaim atas BPJS Kesehatan sebagai lembaga penjamin kesehatan dinilai salah dan menyesatkan. Pasalnya, BPJS kesehatan identik dengan asuransi sosial. Dengan prinsip mengumpulkan dana wajib dari peserta setiap bulannya. Dengan dana tersebut dapat digunakan untuk memberikan perlindungan atas resiko sosial-ekonomi yang akan menimpa peserta dan atau anggota keluarganya (Pasal 1 ayat 3 UU SJSN). Dengan demikian, layanan kesehatan hanya diberikan kepada mereka yang membayar iuran tersebut.

Tentunya semua itu tidak lepas dari konsep pemikiran yang ada di sistem sekarang. Sekularisme dan neoliberalisme yang telah berakar kuat menjadikan negara ini sebagai pedagang produk dan jasa layanan publik. Alhasil, rakyatlah yang kembali menjadi korban.

Jaminan Kesehatan Seharusnya Gratis

Kebutuhan akan pelayanan kesehatan adalah hal pokok bagi masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Dalam Islam, negara bertanggung jawab penuh dalam menyediakan sarana dan prasarana kesehatan. Semua lapisan masyarakat mendapatkan fasilitas yang terbaik, tidak ada perbedaan antara orang kaya dan miskin.

Penyediaan klinik, rumah sakit dan segala fasilitas kesehatan lainnya merupakan kebutuhan pokok publik yang diperlukan oleh seluruh rakyat. Hal tersebut menjadi tanggung jawab bagi seorang pemimpin untuk memenuhinya. Sebagaimana sabda Rasul Saw “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar).

Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi Saw (sebagai kepala negara) pernah mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay. Beliau juga pernah menjadikan seorang dokter yang merupakan hadiah dari Muqauqis (Raja Mesir) sebagai dokter umum bagi masyarakat. 

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa serombongan orang dari kabilah ‘Urainah masuk Islam, mereka jatuh sakit di Madinah maka Rasulullah Saw selaku kepala negara meminta kepada mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola oleh Baitul Mal di dekat Quba. Di sana mereka diizinkan untuk meminum air susu unta sampai sembuh.

Semua itu adalah dalil bahwa pelayanan kesehatan dan pengobatan termasuk kebutuhan dasar yang wajib disediakan oleh negara secara cuma-cuma (gratis) tanpa memandang pada tingkat ekonominya. Tentunya perlu dana yang sangat besar untuk menyediakan itu semua. Biaya tersebut dapat dipenuhi dari pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Diantaranya adalah dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum seperti hasil laut, hutan, barang tambang dan migas. Semua itu adalah harta milik umum (milik seluruh rakyat).

Segala bentuk kezaliman di atas harus dihilangkan, tentunya hanya dengan mengubah jaminan kesehatan yang palsu menjadi benar. Hal tersebut hanya bisa terwujud dengan menerapkan sistem Islam di muka bumi ini, yaitu dengan ditegakkan khilafah rasyidah. Dengan itu pula kemudaratan dalam bentuk penarikan iuran kesehatan dan penguasaan kekayaan alam milik rakyat yang dikelola oleh asing dapat dicegah. Sehingga kekayaan alam bisa dikelola sendiri. Maka hasilnya pun dapat dinikmati dan dirasakan bukan hanya bagi kaum Muslim melainkan nonmuslim juga. Semoga masa itu akan segera hadir kembali dalam kehidupan kita. Tentunya perlu usaha secara serius yang dilakukan oleh semua umat muslim. 

Wallahu a’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post