Oleh : Rasyidah (Pegiat Literasi)
Tentunya suatu Pendidikan yang berkualitas pastinya adalah impian setiap bangsa. Masa depan suatu bangsa terletak pada kualitas pendidikan. Dan pendidikan yang berkualitas adalah dorongan dari tenaga pendidik yang memiliki kompetensi yang profesional dalam mendidik, mengajarkan dan mengevaluasi peserta didik. Akan tetapi semua itu nihil untuk teralisasi dalam hidup saat ini.
Dilansir Tempo.co (8/1/2025)Pemerintahan Prabowo meniadakan tunjangan kinerja dosen pada 2025. Faktor ketiadaan anggaran dan perubahan nomenklatur lembaga.
Poin penting yang di tinjau adalah Pemerintah akan menghapus tunjangan kinerja dan tunjangan profesi dosen berstatus aparatur sipil negara, Perubahan nomenklatur dalam kabinet Prabowo Subianto menjadi dalih penghapusan dua tunjangan dosen ASN itu, dan Aturannya tunjangan kinerja dan tunjangan profesi dosen masih berlaku.
Tukin (Tunjangan kinerja) yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan tambahan bagi para pendidik dipastikan tidak akan cair pada tahun 2025.
Hal ini diungkapkan oleh Togar Mangihut Simatupang selaku Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, dalam sebuah taklimat media yang digelar di Kemendiktisaintek.
Togar menjelaskan bahwa penyebab utama batalnya pencairan tukin dosen adalah perubahan nomenklatur yang terjadi secara berulang kali di kementerian terkait (klik.pendidikan, 6/1/2025)
Melalui Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek) Seluruh Indonesia (ADAKSI) memprotes belum dibayarnya tunjangan kinerja (Tukin) dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemendikti Saintek. Protes itu dilakukan simbolik dengan memberikan 60 karangan bunga ke Kantor Kemendikti saintek pada Senin (Kompas.com/1/2024).
Miris, tunjangan dosen dihentikan karena alasan perubahan nomenklatur dan ketiadaan anggaran. Kebijakan ini menunjukkan minimnya perhatian negara pada pendidikan dan kerja keras pada pendidik.
Apalagi dalam sistem kapitalisme saat ini, beban kehidupan sangat berat karena minimnya peran negara dalam mengurus rakyat. Tidak hanya dosen yang mengalami kesulitan karena kebijakan yang tidak tepat.
Sungguh kondisi ini memperlihatkan bahwa pendidikan di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Sungguh sangat prihatin melihat kondisi masalah tukin yang diterima oleh para pendidik, khususnya para dosen.
Sungguh ironis betapa mirisnya negeri ini yang kaya akan sumber daya alam. Namun, belum mampu mensejahterakan para pendidik.
Inilah realitas hidup dalam naungan sistem kehidupan yang rusak dan merusak yakni sistem kapitalisme-sekulerisme yang hanya berpihak pada materi saja dan mengesampingkan kesejahteraan masyarakatnya.
Selain itu, sistem kapitalisme-sekulerisme membuat negara tidak mau bertanggung jawab secara utuh.
Satu sisi, hidup dalam naungan sistem sekulerisme-kapitalisme menjadikan pendidikan harus serba bayar dengan harga yang begitu mahal.
Para pemerintah dalam sistem kapitalisme hanya cenderung pada citra oleh mitra populis ketimbang memperhatikan persoalan yang terjadi di negeri ini. Padahal, seharusnya Tugas mereka adalah mensejahterakan masyarakatnya termasuk para Seluruh tenaga pendidik. Apalagi tugas pendidik, termasuk dosen mengemban amanah membentuk syakhsiyah Islam generasi. Mereka adalah sosok penting dalam menyiapkan generasi pembangun peradaban.
Hal ini wajar terjadi dalam sistem kapitalisme sekularisme, para pendidik yang tidak sejahtera. Sejatinya Negara dalam sistem kapitalisme telah gagal mensejahterakan para dosen. Tidak ada penghargaan kepada para guru atau dosen terhadap jasa yang telah mereka curahkan.
Hal kesejahteraan tidak bisa di rasakan jika kehidupan saat ini masih di atur dengan sistem yang kufur. Berbeda halnya jika kehidupan di atur dengan aturan yang shahih, yang berasal dari sang pencipta.
Islam memberikan jaminan kehidupan kepada para pendidik, dan anggarannya masuk dalam pembiayaan pendidikan Islam. Islam memberikan gaji yang sangat besar sebagai bentuk penghargaan atas besarnya tanggung jawab mereka, sebagaimana pada masa kekhilafahan
Jaminan kesejahteraan ini akan membuat para pendidik, fokus berkarya, mengembangkan keilmuannya yang bermanfaat untuk umat tanpa perlu terbebani urusan gaji yang tidak mencukupi kebutuhan hingga mencari pekerjaan sampingan
Islam juga menyediakan layanan pendidikan berkualitas gratis pada semua warga negaranya hingga pendidikan tinggi. Negara mampu menyediakan layanan pendidikan gratis karena memiliki sumber pemasukan yang beragam dan besar. Negara yang berperan sebagai raa’in akan selalu melayani kebutuhan rakyat sesuai dengan tuntunan syarak.
Pendidik dalam Islam sangat dihargai kedudukan nya. Derajat seorang pendidik begitu mulia dalam pandangan islam. Sebab, mereka mendidik dengan ilmu, membina akhlak yang rendah jadi mulia dan mencetak generasi penerus peradaban.
Tugas pendidik itu sangat berat. Namun, dilakukan apa adanya dan tidak mendapatkan imbalan yang setimpal. Namun semua pemahaman tentang amanah sudah di bekali oleh para pendidik bahwa mulia nya pendidikan dan para pendidik. Didalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman, “Allah niscaya akan mengangkat orang-orang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat”. (QS.Al-Mujadalah : 11).
Dalam khilafah akan terealisasi kesejahteraan para pendidik serta kemuliaan ilmu sebagaimana yang pernah dirasakan pada penerapan khilafah islam 13 abad lamanya.
Contohnya, pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Khattab, guru digaji sebanyak 15 dinar/bulan (1 dinar setara dengan 4,25 gram emas). Jika 1 gram emas Rp. 1 juta maka 15 dinar sebesar Rp. 63.750.000. Hal itu dilakukan sebagai bentuk memuliaan tugas guru.
Sumber kesejahteraan yang dilakukan oleh khilafah islam adalah dari kekayaan sumber daya alam yang di miliki oleh negara, dimana sumber kekayaan ini di kelola oleh negara dengan bijak dan tepat sasaran dengan mindset negara segalanya dikembalikan lagi untuk mensejahterakan masyarakatnya.
Sesungguhnya, hanya dalam Khilafah islam, pendidik dapat merasakan sejahtera. Memuliakan pendidik dan berlomba-lomba untuk menuntut ilmu.
Wallahualam bissawab
COMMENTS