Remisi Khusus terpidana korupsi di hari Raya Idul Fitri, bagaimana Pandangan Islam?


Oleh: Auliah, S.Pd.


Mengutip dari laman Metro.tempo.co pada tanggal 15 April 2024, dikatakan bahwa terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP Setya Novanto kembali mendapatkan remisi khusus Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah alias remisi Lebaran. 


Eks Ketua DPR RI itu mendapatkan diskon masa tahanan bersama 240 narapidana korupsi lainnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. 


“Yang mendapatkan remisi pada hari ini (Rabu, 10 April 2024) seluruhnya berjumlah 240 orang, yang paling kecil 15 hari dan yang paling besar remisi dua bulan,” kata Kepala Lapas Sukamiskin Wachid Wibowo di Bandung, seperti dilansir dari Antara. 


Tahun lalu, Setnov, akronim Setya Novanto, bersama 207 napi lainnya juga mendapatkan remisi khusus Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah, pada Sabtu, 22 April 2023. Kala itu dia mendapatkan remisi sebanyak 30 hari atau sebulan. Sementara tahun ini, jumlah pemotongan masa tahanan yang diperoleh Setya serupa tahun sebelumnya. 


Menurut Sulastri, Andini dalam tulisannya “polemic remisi koruptor” menyebutkan bahwa Korupsi merupakan penggelapan atau penyelewengan harta demi kepentingan pribadi atau individu. 


Korupsi sudah menjadi penyakit yang sangat berbahaya dan turun temurun di negara demokrasi ini. Buktinya  selalu ada yang menjadi koruptor dengan tersangka yang berbeda. Korupsi ini menjangkiti tiap-tiap perusahaan dan juga pemerintahan.


Dalam islam, korupsi tidaklah sama  dengan mencuri, karena korupsi merupakan pengkhianatan harta yang telah diamanahkan. Oleh karena itu korupsi tidak bisa dihukumi hukum hudud atau potong tangan seperti dalam firman Allah Qs. Al-maidah ayat 38, melainkan tergolong hukum ta’zir. 


Dalam sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda “Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan (termasuk koruptor), orang yang merampas harta orang lain dan penjambret” (HR. Abu Dawud). 


Ta’zir merupakan ketetapan hakim menentukan jenis dan kadar hukuman sesuai dengan besar kesalahannya agar setimpal dan pelaku jera. Diantaranya ada yang berupa cambuk, rajam, pasung, diasingkan, dan lainnya sesuai dengan berat kesalahannya. Dan proses pelaksanaan hukuman ini disaksikan oleh publik agar tidak ada lagi pelaku berikutnya.


Tak hanya di provinsi Bandung, remisi khusus hari raya idul fitri ini pun diberikan merata pada semua lapas di seluruh provinsi Indonesia. Tujuan remisi ini adalah pemotongan masa tahanan yang berkisar 15 hari sampai 2 bulan. Ini menunjukkan Negara tidak serius dalam memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. 


Remisi pada momen tertentu menunjukkan sistem sanksi yang tidak menjerakan. Bertambahnya kejahatan dengan bentuk yang makin beragam menjadi bukti tidak adanya efek jera. 


Hal ini akan berakibat hilangnya rasa takut sehingga melakukan kejahatan yang lebih besar. Selain itu sistem pidana yang dijadikan rujukan sekarang tidak baku, mudah berubah, karena aturannya berasal dari manusia, sehingga mudah disalahgunakan.


Islam memiliki sistem sanksi yang khas, tegas dan menjerakan, yang berfungsi sebagai jawabir dan zawajir Ketika diterapkan dalam kehidupan. Karena islam merupakan aturan yang berasal dari pencipta alam semesta yaitu Allah azza wajalla melalui rasulnya, telah dicontohkan ratusan tahun yang lalu dibawah naungan daulah islamiyah (Khilafah).


Kesejahteraan Masyarakat dalam naungan Khilafah dijamin  oleh negara, baik jaminan langsung maupun tidak langsung.  Hal ini akan mengurangi factor resiko terjadinya kejahatan.  Demikian pula sistem pendidikan Islam, yang mampu mencetak individu yang beriman sehingga jauh dari kemaksiatan.

Wallahu alam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post