Menyoal Kemacetan Mudik dan Buruknya Mitigasi


Oleh Ummu Kholda

Pegiat Literasi



Mudik lebaran telah menjadi tradisi tahunan yang dilakukan masyarakat khususnya di Indonesia. Seolah tidak afdal jika lebaran tanpa mudik dan bertemu sanak keluarga. Masyarakat bahkan rela menempuh perjalanan jauh demi pulang ke kampung halaman.


Seperti tahun-tahun sebelumnya, mudik kali ini masih diwarnai dengan kemacetan. Seperti yang terjadi di Pelabuhan Merak, di mana antrean kendaraan baik pribadi maupun bus begitu panjang sehingga waktu tempuh hingga dapat naik ke atas kapal bisa tembus sampai tujuh jam. Sebelum sampai Pelabuhan Merak, kemacetan parah juga terjadi di Tol Tangerang-Merak KM 95. Beberapa kendaraan sempat berhenti tak bergerak. Kemacetan diduga mulai dari titik ini, karena terjadi penumpukan antrean pemudik ke gerbang tol Merak. (CNBC Indonesia, 6/4/2024) 


Tak hanya arus mudik saja yang mengalami kemacetan, arus balik pun sama, terjadi kemacetan di sejumlah titik jalan, seperti di Tol Jakarta-Cikampek (Japek), yakni mulai di titik KM 54 arah Jakarta, titik KM 55 hingga 58. (detik.news, 15/4/2024) 


Selain itu, antrean kendaraan juga macet panjang oleh lalu lintas pemudik, wisatawan, dan pemudik lokal di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada 13 April 2024. Para pemudik kebanyakan dari Jawa Tengah yang melintasi jalur selatan Ciamis, Tasikmalaya, dan Garut. (Tempo.co, 13/4/2024) 


Begitulah situasi arus mudik maupun arus balik di setiap lebaran. Tidak ada perubahan yang signifikan di setiap tahunnya, meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya. 


Buruknya Mitigasi dalam Sistem Kapitalisme


Jika kita cermati, dari tahun ke tahun layanan transportasi masih menjadi masalah di saat-saat istimewa seperti Hari Raya Idul Fitri. Tak hanya kemacetan yang menjadi masalah utama, masyarakat juga dibayangi rawannya kecelakaan saat mudik lebaran. Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mencatat telah terjadi 2.689 kasus kecelakaan selama periode arus mudik dan puncak pertama arus balik lebaran, tanggal 4-14 April 2024. Berdasarkan data IRSMS Korlantas Polri, jumlah kasus laka lantas selama periode arus mudik tanggal 4-11 April 2024 berjumlah 1.021 kasus dengan korban meninggal dunia 208 orang. Sedangkan periode arus balik tanggal 12-14 April 2024 melonjak hingga 1. 668 kasus dengan fatalitas korban meninggal dunia 231 orang. (Kompas.com, 16/4/2024) 


Hal yang demikian semestinya dapat diantisipasi oleh pemerintah, mengingat momen lebaran terjadi setiap tahun. Sayangnya mitigasi yang dilakukan belum berjalan dengan baik dan optimal sehingga tidak dapat menyelesaikan persoalan transportasi secara tuntas. Jalan-jalan masih banyak yang berlubang, lampu penerangan minim, transportasi yang sudah tidak layak jalan hingga penggunaan teknologi yang belum maksimal untuk mendukung transportasi yang canggih. 


Semua itu semakin memperlihatkan buruknya pelayanan negara terhadap masyarakat khususnya di bidang transportasi. Karena selama ini pelayanan transportasi disediakan dengan prinsip bisnis. Prinsip yang lumrah terjadi di negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Sistem yang berorientasi pada perolehan materi, sehingga prinsip pelayanan negara pun tidak lepas dari bisnis yang harus menghasilkan keuntungan materi. Transportasi yang merupakan kebutuhan publik, semestinya menjadi tanggung jawab negara, akan tetapi kini negara lebih berperan sebagai regulator dan menyerahkan kepada swasta sebagai penyelenggara penyediaan transportasi. Dapat dibayangkan betapa peluang meraup keuntungan bagi swasta begitu terbuka, sementara kenyamanan dan keselamatan rakyat tidak diprioritaskan. 


Sungguh, kebijakan seperti ini termasuk kezaliman yang dilakukan negara, karena telah melalaikan hak rakyat yang seharusnya dilayani dengan baik. Di sisi lain, masyarakat seolah memaklumi kelalaian tersebut, bahkan negara berlindung di bawah pemakluman tersebut, sehingga tidak dapat menyusun langkah yang tepat. Alhasil, negara dengan sistem kapitalisme tidak pernah tuntas dalam menyelesaikan setiap persoalan rakyatnya. Solusi yang ditawarkan bersifat parsial dan pragmatis. Seperti dengan memberikan diskon tiket, penerapan ganjil genap, sistem one way, dan yang sejenisnya. 


Para akhirnya kita menyadari, solusi tersebut sesungguhnya tidak menyentuh pada akar masalah. Masyarakat tetap saja terjebak dalam kemacetan yang parah setiap tahunnya. Bahkan yang lebih miris lagi, perjalanan yang ditempuh berhari-hari di akhir Ramadan tanpa disadari tidak dijalankan dengan penuh kekhusyukan dalam beribadah, terlebih meraih ketakwaan. 


Pelayanan Transportasi dalam Islam


Islam sebagai agama yang sempurna memiliki aturan yang mampu mengatasi berbagai persoalan hidup termasuk masalah  transportasi. Dalam hal ini, penguasa (kepala negara) bertanggung jawab penuh terhadap penyediaan transportasi yang aman dan nyaman sebagai sarana publik yang menjadi hak rakyat.


Rasulullah saw. bersabda yang artinya: "Imam (penguasa) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari) 


Sebagai pengurus rakyat, penguasa akan semaksimal mungkin memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya, termasuk dalam hal transportasi mudik. Untuk itu, negara akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut, demi kenyamanan dan keselamatan rakyatnya. Pertama, membangun dan memperbaiki jalan raya secara totalitas,  baik jalan arteri maupun jalan tol. Perbaikan yang dilakukan tidak hanya di jalur utama, akan tetapi hingga ke jalan-jalan menuju desa dan perkampungan. Mulai dari pemilihan bahan untuk mengaspalnya dan proses pengerjaannya. Juga perbaikan sarana lainnya seperti lampu penerang jalan yang ditempatkan di semua jalan yang dilalui rakyat. 


Kedua, negara menyediakan moda transportasi dengan teknologi terbaru dan tingkat keselamatan yang tinggi sehingga akan terjamin keselamatannya. Karena negara memang harus memberikan rakyat kemudahan dalam mengakses moda transportasi yang aman, nyaman, dan berkualitas. Sehingga tidak akan terjadi antrean panjang, berebut tiket, hingga kemacetan yang mengular sampai berjam-jam. 


Ketiga, negara menyediakan layanan transportasi atas dasar layanan sosial, bukan bisnis. Sehingga tidak ada prinsip untung rugi ketika melayani rakyat. Selain itu negara juga menyediakan rest area dengan prinsip pelayanan di sejumlah titik jalan. Seperti kebijakan pada masa Khalifah Umar bin Khattab yang membangun darul ad-daqiq (rumah singgah yang menyediakan bahan makanan) untuk Ibnu sabil atau orang yang dalam perjalanan. 


Keempat, negara akan mengembangkan industri transportasi dengan teknologi terbarukan agar transportasi yang ada terjamin kelayakan dan kualitasnya. Selain itu, riset-riset yang dilakukan dapat membantu menghindarkan dari hal-hal yang mengganggu perjalanan, sehingga dapat terhindar dari kecelakaan. Adapun sumber pembiayaannya, negara dapat mengambil dari kas baitulmal yang salah satunya adalah dari harta milik umum. 


Demikianlah upaya-upaya yang ditempuh negara yang menerapkan sistem Islam, yang memudahkan masyarakat dalam melaksanakan mudik. Lebih dari itu, masyarakat juga masih dapat melaksanakan ibadah secara khusyuk dan optimal. Perjalanan mudik ke kampung halaman tidak akan menjadi penghalang dalam meraih ketakwaan sebagai buah dari bulan Ramadan. 


Jelaslah di sini bahwa peran negara sangatlah penting dalam melakukan mitigasi dan antisipasi agar arus mudik maupun balik berjalan dengan lancar dan nyaman. Penerapan langkah-langkah di atas tentu akan dapat terealisasi jika negara menerapkan aturan Islam secara kaffah (menyeluruh) di setiap aspek kehidupan, lebih khususnya pelayanan transportasi saat mudik lebaran. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post