Persoalan Pekerja Migran Butuh Solusi Tuntas


Oleh Nina Marlina, A.Md
Aktivis Muslimah

Kisah pilu para pahlawan devisa terus menghiasi media. Penyiksaan dan pelecehan kerap mereka alami saat bekerja di luar negeri. Semula berharap kebahagiaan, namun yang didapat malah kepedihan. Ada yang mengalami luka bahkan hingga meregang nyawa. 

Meriance adalah salah satu dari sekian banyak Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia. Malangnya ia mengalami penyiksaan amat kejam oleh sang majikan di Malaysia. Diceritakan beberapa minggu setelah bekerja, ia mulai mendapatkan pukulan dan penderitaan bertubi-tubi. Bagian wajah, hidung, bibir, telinga dan anggota tubuh lainnya mengalami luka. Di tengah kepedihan tersebut, bayangan wajah anak-anaknya menjadi penguat baginya untuk bisa bertahan. Peristiwa memilukan ini terjadi pada tahun 2015. Sayangnya pada tahun 2017 Pengadilan Malaysia membebaskan sang majikan. Sungguh ketidakadilan nampak dalam hal ini. Dubes Hermono menuding Malaysia tak serius dalam menangani kasus-kasus dugaan penyiksaan yang menimpa para pekerja rumah tangga Indonesia (BBC News Indonesia, 01/03/2023). 

Akar Masalah Pekerja Migran
Kemiskinan menjadi faktor utama banyaknya rakyat bekerja di negeri sebrang termasuk para wanita. Rakyat tak memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rakyat harus berjuang sendiri pasalnya negara abai akan kesejahteraan rakyatnya. Rakyat sulit untuk bisa makan, sekolah, berobat, karena biayanya yang mahal. Para ibu pun harus ikut terjun memikul beban mencari nafkah karena penghasilan suami tidak mencukupi atau menganggur. Akhirnya para wanita mencoba peruntungan untuk bekerja di luar negeri seperti Malaysia, Arab Saudi, Hongkong, Taiwan dan negara lainnya karena berharap gaji yang besar.  Ada yang melalui prosedur legal. Tidak sedikit pula yang tertipu oleh penyalur ilegal.  

Adapun negara mendapatkan keuntungan (devisa) dengan banyaknya para pekerja migran ini. Sebagaimana kita tahu pekerja migran telah menjadi salah satu penopang tumbuhnya perekonomian nasional dan berkontribusi secara konkret bagi pendapatan negara dan produktivitas ekonomi,  melalui tingginya remitansi atau pendapatan yang dikirimkan ke dalam negeri.

Meski ada yang sukses bekerja di luar negeri, namun banyak pula yang bernasib malang. Mereka dilukai fisiknya, dilecehkan, tidak diberi makan, gaji dan jam istirahat. 

Selain itu penyebab lain banyaknya pekerja migran ini adalah karena sempitnya lapangan pekerjaan di dalam negeri. Rakyat banyak yang menganggur baik yang tak berpendidikan maupun bergelar sarjana. Parahnya justru negara membiarkan Warga Negara Asing (WNA) bersaing dengan rakyatnya sendiri dalam memperoleh pekerjaan. Seperti halnya buruh China yang membanjiri negeri ini. 

Namun, saat rakyatnya bekerja di negeri orang, negara tak mampu memberikan jaminan keamanan kepada mereka. Banyaknya pekerja yang mengalami penyiksaan membuat hati kita teriris. Pengorbanan mereka untuk berjuang demi keluarga dibayar dengan penyiksaan bahkan hingga harus kehilangan nyawa.

Adanya penyalur ilegal pun kian menambah persoalan pekerja mirgan ini. Para penyalur ini dengan mudah membohongi para korban dengan iming-iming gaji besar, kontrak kerja, dan berbagai kemudahan dalam prosesnya. Namun faktanya para calon pekerja mengalami penipuan. Mereka harus menunggu berhari-hari ketika akan diberangkatkan, menjadi korban traficking (perdagangan manusia) atau disalurkan menjadi para pekerja seks. Padahal mereka sudah membayar sejumlah uang kepada para penyalur ini. Sungguh peristiwa yang mengerikan dan membuat mereka kapok untuk kembali menjadi calon pekerja migran.

Islam Solusi Tuntas Penyelesaian Pekerja Migran
Problem ini tentu harus diselesaikan secara tuntas. Negara harus menyelesaikan kemiskinan, menyejahterakan rakyat dan menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya agar rakyat tak perlu mengadu nasib ke negeri orang. Meski berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dalam melindungi para pekerja migran. Namun, sayangnya tidak mampu menyelesaikan secara tuntas. Misalnya pemberantasan sindikat penempatan ilegal PMI di negara tujuan migran, legalitas perjanjian kerja, dan jaminan sosial. 

Adapun upaya negara yang harus dilakukan dalam menciptakan lapangan kerja adalah dengan membuka berbagai sektor lapangan kerja seperti sektor pertanian, industri, pertambangan, perkantoran, transportasi dan sebagainya. Rakyat pun diberikan pembekalan keahlian atau keterampilan agar dapat menjalani pekerjaan tersebut. Para lelaki didorong untuk bekerja agar bisa memenuhi kebutuhan nafkah diri dan keluarganya. Hal ini pun merupakan kewajiban dalam agama Islam.  

Adapun bagi wanita tidak diwajibkan untuk bekerja karena ditanggung oleh kepala keluarga atau ahli warisnya. Meski hukum bekerja baginya adalah boleh. Mereka boleh bekerja di bidang yang sesuai fitrah sebagai wanita seperti perawat dan guru. Selain itu tidak memberatkan fisik mereka, mengeksploitasi kecantikan, dan melalaikan kewajiban sebagai pengatur rumah tangga. Para wanita akan dimuliakan dan diberikan perlindungan oleh negara. 

Namun negara yang mampu memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada rakyat hanya dapat terwujud tatkala mengambil Islam sebagai solusi. Islam mewajibkan negara menerapkan syariat Allah untuk mengatur kehidupan bernegara. Hal ini sudah pernah terjadi saat tegaknya kepemimpinan Khilafah Islam. Misalnya pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid yang berpusat di Kota Baghdad. Selain begitu besarnya perhatian terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan, sang khalifah juga berupaya keras dalam memajukan sektor perekonomian, perdagangan dan pertambangan. Hal inilah yang membuat rakyat saat itu merasakan kesejahteraan. Saking makmurnya, tidak ada rakyat yang berhak untuk menerima zakat. 

Untuk itu sudah saatnya negeri ini mengambil Islam sebagai solusi atas berbagai persoalan termasuk masalah pekerja migran. Dengan penerapan syariat Islam yang sempurna akan bisa menyejahterakan rakyat dengan penyediaan lapangan kerja yang luas oleh negara. Alhasil, ketentraman dan keberkahan hidup dapat terwujud. 
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post