Rudapaksa Merajalela, Apa Kabar Anak Bangsa?


Oleh : Leny Agustin S.Pd 
(Aktivis Muslimah) 

Memperbincangkan masalah umat dalam sistem demokrasi seakan tak ada habisnya. Mulai dari pengerukan sumber daya alam yang ugal-ugalan hingga kasus rudapaksa anak TK. Ya, anda tidak salah membaca! Baru-baru ini kasus kekerasan seksual yang terjadi di Mojokerto, Jawa Timur membuat tidak habis pikir. Dunia anak yang sejatinya bermain dan belajar menjadi kelam karena kekerasan seksual. 

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Polisi Gondam Prienggondhani membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan kasus rudapaksa tersebut yang sekarang sedang dalam proses penyidikan. 

Adapun Kuasa hukum korban, Krisdiyansari menceritakan, peristiwa rudapaksa itu terjadi pada 7 Januari 2023 lalu. Terduga pelaku merupakan tetangga korban dan teman sepermainan. (Liputan6.com, 20/01/2023).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Nyaris dari lima ribu pengaduan itu bersumber dari pengaduan langsung, pengaduan tidak langsung (surat dan email), daring dan media massa. 

Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus. 

"Data tersebut mengindikasikan anak Indonesia rentan menjadi korban kejahatan seksual dengan berbagai latar belakang, situasi dan kondisi anak dimana berada," kata Ketua KPAI, AI Maryati Solihah. (Republika,22/1/2023). 

Sekularisme Biang Kebobrokan 

Anak SD menjadi pelaku pemerkosaan siswi TK adalah buah kebobrokan negara mengurus rakyatnya dalam berbagai aspek, khususnya Sistem  Pendidikan dan pengaturan media. Hingga tulisan ini dipublish belum ada pertanyaan resmi dari Mentri pendidikan, disayangkan karena seperti angin lalu saja dan tidak dianggap meresahkan. 

Pemicunya banyaknya kasus kekerasab seksual pada anak adalah akidah dan moral yang lemah akibat salah pola asuh, faktor ekonomi, lingkungan pergaulan yang buruk, masyarakat yang cuek, media sosial/internet, pendidikan sekolah yang tidak ideal, sistem sanksi yang tidak membawa efek jera, dll. 

Sesungguhnya akar masalahnya ada pada penerapan sistem berasas sekularisme & HAM serta menjauhkan agama dari kehidupan (berupa UU).

Adapun hal yang mampu membangkitkan syahwat dan seksualitas tidak dihilangkan atau ditutup rapat. Berbagai sarana pun dimanfaatkan, mulai dari media visual, audio visual, maupun cetak, juga berbagai kanal media sosial menayangkan berbagai tontonan yang dapat membangkitkan syahwat, seperti pornografi dan pornoaksi. Juga perilaku perempuan yang mengumbar aurat, turut berkontribusi memperparah cara pandang terhadap lawan jenis dengan pandangan seksual dan syahwat. 

Paparan sekularisme inilah yang turut serta mempengaruhi anak-anak bangsa yang sejatinya menjadi mutiara umat malah menjadi predator seksual. Gaya hidup sekularisme masuk dalam sendi paling kecil dalam negara berupa keluarga. Lalu, bagaimana nasib anak bangsa? 

Islam Menjaga Anak Bangsa

Solusi tuntas hanya dapat diperoleh dengan merubah asasnya, yaitu dengan menjadikan akidah islam sebagai asas.  Islam memiliki aturan lengkap yang mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan ini. 

Pertama, membangun asas kehidupan bernegara berdasarkan akidah Islam yang menerapkan syariat Islam secara kafah, termasuk akan melarang keras paham kebebasan (liberalisme).

“Kedua, menutup rapat semua pintu terjadinya tindak pelecehan dan kekerasan seksual, baik berupa tontonan, tayangan/iklan yang mendorong bangkitnya syahwat dan seksualitas,”.

Ketiga, memberi sanksi tegas yang membuat jera pelaku dengan menerapkan had (hukuman) Islam atas pelaku pelecehan seksual, perkosaan, ataupun tindak pidana lainnya dengan hukuman jilid, rajam, atau hukuman lain yang lebih berat sesuai tindak pidana yang dilakukan.

“Keempat, negara membangun ketakwaan individu setiap rakyat dan mendorong untuk selalu taat dalam menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi segala larangannya,” 

Faizah Majid, S.Pd. dalam wawancaranya menyatakan "Kekerasan seksual tidak akan bisa dituntaskan dengan sexual consent sebagaimana terkandung dalam Permendikbudristek No.30/2021. Hanya dengan membuang paham liberalisme dan berperilaku sesuai aturan Islam terkait interaksi laki-laki dan perempuan disertai pemberlakuan sanksi bagi pelanggar, serta melarang produksi dan penyebaran konten porno, maka para pemuda akan terselamatkan dari kekerasan seksual dan kebejatan perilaku."

Penerapan Islam secara kaffah yang akan menyelamatkan anak bangsa dari kekerasan seksual. Wallahu alam.

Post a Comment

Previous Post Next Post