PERCERAIAN SEMAKIN MENINGKAT, KARENA SALAH SISTEM


Oleh : Yuni Irawati
 ( Ibu Rumah Tangga )

Sepanjang tahun 2022, Pengadilan Agama (PA) Soreang menangani 8.135 kasus perceraian di Kabupaten Bandung. Didominasi oleh faktor ekonomi, hampir 80 persen dari seluruh kasus perceraian itu diajukan oleh pihak istri.

Humas PA Soreang Samsul Zakaria menyebutkan, total 8.135 perkara perceraian yang ditangani pada tahun lalu itu terdiri atas 6.388 perkara cerai gugat dan 1.747 perkara cerai talak. Baik cerai gugat atau cerai talak, kata dia, penyebabnya kebanyakan adalah faktor ekonomi.


"Jadi, kalau cerai gugat, yang mengajukan pihak istri, itu berarti tidak dinafkahi. Kalau cerai talak, yang mengajukan pihak suami, itu biasanya karena istrinya tidak bersyukur dengan nafkah yang diberikan suaminya," kata Samsul di kantornya di Soreang, Rabu, 18 Januari 2023.

Dengan total 8.135 kasus perceraian yang ditangani PA Soreang itu, Samsul enggan menyimpulkan apakah jumlah tersebut banyak atau sedikit. Alasannya, diperlukan pembanding yang tepat, mengingat jumlah penduduk Kabupaten Bandung pun mencapai sekitar 3,6 juta jiwa.

"Pandemi juga menjadi salah satu sebab, karena PHK (pemutusan hubungan kerja) dan sebagainya. Namun, total perkara yang ditangani di PA Soreang itu setiap tahun memang kurang lebihnya ada di kisaran 9.000-10.000 perkara," ucapnya.***

Ini menunjukkan bahwa rapuhnya ketahanan ikatan rumah tangga. Sebagian besar terjadi karena faktor tekanan ekonomi yang sulit. Sehingga berimbas pada pendapatan yang menurun, pemasukan berkurang, sampai beberapa kepala rumah tangga harus rela di PHK, karena perusahaan sudah tidak mampu untuk menggaji mereka akibat daya jual yang menurun.

Akibatnya faktor tersebut membuat sebagian istri harus membantu peran suami untuk mencari nafkah. Sebagian ibu rumah tangga harus berpikir keras mengelola keuangan supaya kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi.

Tingginya angka perceraian tersebut, sebenarnya tidak luput dari peran negara yang abai menjaga ketahanan rumah tangga. Seperti membuka lapangan pekerjaan bagi rakyatnya, memberi gaji yang pantas dan cukup bagi rakyat. Bukan hanya ekonomi, tidak adanya pendidikan dan pembinaan pada suami istri ditambah pemahaman agama yang minim. Sehingga kurangnya memahami visi misi berumah tangga yang benar sesuai syari’at Islam. Dari faktor tersebut inilah rentan terjadinya percekcokan dalam keluarga.

Sistem kapitalisme saat ini, memang terbukti tidak mampu memberikan solusi yang tuntas atas keretakan tatanan rumah tangga. Karena, akar masalahnya ada pada sistematis hanya diselesaikan dengan secara parsial, bahkan cenderung kontra produktif atau justru hanya memunculkan masalah yang baru bagi tatanan keluarga tersebut.

Berbeda dengan sistem Islam, relasi hubungan sakral antara suami dan istri semata-mata adalah ibadah. Visi misi keluarga akan sama yakni mendapatkan rida-Nya. Seperti firman Allah Swt., “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum: 21).

Dalam Islam, negara akan tetap memastikan anggota keluarga tersebut mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, sesuai ajaran Islam. Negara wajib bertanggung jawab penuh atas rakyatnya. Termasuk memberi lapangan pekerjaan, memberi tempat tinggal yang layak dan aman dengan harga terjangkau, pangan yang cukup dan murah, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

Maka terwujudnya keluarga sakinah, mawadah, warahmah dapat dirasakan ketika negara hadir ditengah-tengah masyarakat dengan mengembalikan kehidupan Islam.

Wallohu alam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post