IRONIS, DANA PARPOL NAIK DI TENGAH KRISIS


Oleh: Ulif Fitriana

Bagaimana mungkin rakyat kecil tidak sakit hati, di tengah kenaikan harga BBM, listrik dan bahan-bahan kebutuhan pemerintah justru mendorong kenaikan dana parpol. Dana parpol yang sebelumnya Rp 1000 diusulkan naik tiga kali lipat menjadi Rp 3.000 per suara atau sekitar Rp252 miliar. Usulan tersebut disampaikan  Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam rapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (21/09/2022). Untuk pemilu 2024 saja, KPU menyodorkan anggaran sebesar Rp76,6 triliun. Angka ini secara keseluruhan meningkat 199,34% dibandingkan pemilu 2019 yang menghabiskan Rp25,59 triliun. Urgensi kenaikan dana parpol tersebut tentu menjadi hal yang wajar dipertanyakan. 

Mahalnya biaya kontestasi memang tidak bisa dilepaskan dari sistem demokrasi yang diterapkan di negeri ini. Akibatnya hal tersebut semakin membebani APBN. Sedangkan sumber APBN sendiri berasal dari pajak. Sudah jelas ujungnya rakyat kecil pulalah yang kemudian semakin menderita dengan beban pajak yang makin bertambah baik besarannya maupun jenis objek pajak demi menutupi  kekurangan APBN.

Ironisnya besarnya biaya kontestasi tersebut tidak berbanding lurus dengan kinerja partai politik. Secara teori ada 5 fungsi parpol dalam negara  demokrasi, yaitu (1) sebagai sarana sosialisasi atau pendidikan politik yang berperan mentransmisikan budaya politik untuk membentuk sikap dan orientasi anggota masyarakat sebagai warga negara, (2) sebagai sarana rekrutmen kader politik untuk mengisi bursa kepemimpinan negara, (3) sebagai sarana partisipasi politik yang rakyat menyalurkan aspirasinya untuk memengaruhi proses politik, (4) sebagai sarana komunikasi politik, baik dari pemerintah kepada rakyat maupun dari rakyat kepada pemerintah, dan (5) sebagai sarana pengatur konflik dengan berusaha mengatasi atau meminimalkan terjadinya konflik melalui kerjasama di antara elit politik.

Faktanya fungsi partai politik tersebut hampir tidak terlihat dalam kehidupan bernegara. Partai politik yang ada tidak lebih dari kendaraan yang digunakan dalam meraih kekuasaan semata. Ketika partai politik tersebut menduduki kekuasaan aspirasi rakyat kecil sama sekali tidak dihiraukan. Kebijakan dan aturan yang disahkan justru makin menyusahkan rakyat. Sebut saja UU omnibuslaw, kenaikan BBM, TDL, BPJS dll.

Berbeda dengan partai politik dalam demokrasi. Dalam islam keberadaan partai politik harus berasaskan akidah islam. Di antara aktivitas partai politik dalam islam adalah melakukan   amar makruf  dan nahi mungkar, melakukan muhasabah lil hukam serta membantu mengedukasi masyarakat untuk taat kepada syariat. Sebagaimana dalam QS. Ali Imran 104 yang artinya : “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Sehingga  keberadaan partai politik dalam pemerintahan islam benar-benar bisa dirasakan kehadirannya di tengah-tengah rakyat, jauh dari ambisi kekuasaan dan justru memperkuat negara dengan aktivitas amar makruf nahi mungkarnya. 

Dari sini bisa kita lihat bahwa menaikkan dana parpol adalah kebijakan yang sama sekali tidak membawa kebaikan bagi rakyat. Justru hal tersebut menunjukkan ketiadaan empati terhadap kondisi rakyat hari ini. Jika ingin meningkatkan atau memperbaiki kinerja partai politik seharusnya dengan merubah asas dan paradigma yang ada dari sekuler kapitalis menjadi islam.

Post a Comment

Previous Post Next Post