Generasi ODGJ, Tanggung Jawab Siapa?


Oleh Titi Kurniatini

Generasi tahun 2010-an biasa disebut gen Z menempati populasi terbanyak di Indonesia. Kebanyakan dari mereka telah menjadi generasi millenial dan sandwich. Dimana kesibukannya terpusat pada ponsel dan mencari materi sebanyak-banyaknya. Ternyata dampaknya menjadikan mereka terkena gangguan kejiwaan, sebab terlalu mengedepankan kehidupan dunia. 

Dilansir dari theconversation.com (12/10/2022), hasil riset yang dilakukan Amirah Ellyza Wahdi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gajah Mada menemukan bahwa 1 dari 20 (sekitar 5.5%) remaja Indonesia terdiagnosis mengalami gangguan mental, dengan mengacu pada Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-V). Artinya sekitar 24.5 juta remaja di seluruh Indonesia termasuk dalam kelompok Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Hasilnya bahwa tanda-tanda yang paling umum dari gangguan mental berupa gangguan kecemasan, gangguan depresi mayor, gangguan perilaku, gangguan stres pasca trauma (PTSD), dan gangguan pemusatan perhatian serta hiperaktivitas (ADHD).

Selain itu, berdasarkan riset yang dilakukan Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran pada tahun 2021, sebanyak 96,4% dari hampir 400 remaja kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami (theconversation.com, 12/10/2022). Hal ini sungguh membuat miris, apabila remaja sebagai generasi penerus bangsa banyak yang mengalami stres dan gangguan mental. Lantas, bagaimana mereka bisa diharapkan untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan di negeri ini?

Pada dasarnya, kesehatan mental yaitu kondisi dimana seseorang bisa berkembang dengan baik secara fisik, mental, dan spiritual. Dimana ketiga hal tersebut sangat dibutuhkan agar seseorang mampu bekerja dengan baik dan mengatasi berbagai persoalan dalam hidupnya. Orang yang sehat jiwanya bisa bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. Dengan kata lain menjadi manusia yang produktif. Sedangkan ODGJ sangatlah rentan untuk mengalami gangguan jiwa yang lebih fatal.

Oleh karena itu, selain kesehatan fisik, kesehatan mental pun perlu mendapat perhatian yang serius. Salah satunya, kasus stunting yang belum terselesaikan hingga detik ini. Maka, permasalahan kesehatan fisik dan mental masih menjadi tugas bersama, terutama yang menyerang generasi. 

Sayangnya, selama ini pembangunan fisik (infrastruktur) saja yang diperhatikan oleh pemerintah. Sedangkan pembangunan sumber daya manusia yang sehat secara fisik dan mental diabaikan. Padahal pembangunan dan majunya negara ini membutuhkan manusia-manusia yang sehat jiwa dan raga. Peran pemerintah dalam hal ini sangat penting terhadap kesehatan mental para remaja. Disamping orang-orang terdekat seperti orang tua, keluarga, teman serta lingkungan tentu saja.

Namun sejatinya yang menjadi sebab utama munculnya masalah gangguan mental dan fisik terkait dengan sistem kehidupan yang diterapkan saat ini. Yaitu sistem kapitalisme yang mengesampingkan peran agama dari kehidupan sebagai biang keladinya. Akibatnya kita disibukkan untuk mengejar materi demi memenuhi segala kebutuhan hidup dan dijauhkan dari agama.

Nampak sekali, bahwa generasi menjadi individualis dan hedonis. Semuanya bisa berawal dari orang tua yang sibuk bekerja sehingga tidak punya waktu untuk membersamai anak-anaknya. Padahal setiap fase pertumbuhan anak membutuhkan perhatian. Terlebih lagi pada usia dini hingga remaja. Bisa pula dari adanya kesenjangan sosial, dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. 

Oleh karena itu, aturan kapitalisme telah gagal mensejahterakan dan membahagiakan rakyat. Justru menjerumuskan rakyat dalam kesempitan hidup dan penderitaan, baik secara fisik maupun psikis. Maka, tidak ada cara lain yang bisa menjadi solusi atas semua carut maut kehidupan saat ini selain menerapkan sistem kehidupan Islam. Sebuah sistem kehidupan yang sudah terbukti bisa mensejahterakan dan membahagiakan seluruh umat manusia. Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post