Aparat Kepolisian Terus Terlibat Kasus, Bagaimana Menyelesaikannya ?


Oleh Siti Juni Mastiah, SE
(Anggota Penulis Muslimah Jambi dan Aktivis Dakwah)

Miris saat kita mengetahui aparat penegak hukum yang justru terlibat berbagai macam kasus. Belum usai kasus pembunuhan yang melibatkan Ferdy Sambo, tragedi Kanjuruhan, kemudian muncul kasus terbaru yang melibatkan aparat kepolisian juga, terkait dugaan terlibat peredaran narkoba.

Dikutip dari Kompas.Com (15/10/2022), Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo membeberkan bahwa anak buahnya Irjen Pol Teddy Minahasa, yang baru saja diangkat sebagai Kapolda Jawa Timur menggantikan Irjen Nico Afinta yang dicopot dari jabatannya setelah peristiwa tragedi Kanjuruhan, ternyata diduga terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkoba. Tak hanya Teddy namun peredaran gelap narkoba tersebut melibatkan personel kepolisian lainnya yang berpangkat Bripka, Kompol hingga AKBP.

Tak hanya kasus peredaran narkoba, akan tetapi masih banyak sederet kasus lainnya yang melibatkan aparat kepolisian seperti kasus suap, judi online, kekerasan, dan sebagainya. Dimana seharusnya masyarakat menjadikan mereka sebagai tempat untuk menjaga keamanan, menegakkan hukum dan keadilan. Justru mereka yang mencemarkan peradilan sebagai tempat masyarakat mengadu.

Lalu kenapa hal demikian terjadi? Pastinya diakibatkan dari sistem dan rezim yang rusak. Ya, begitulah jika sistem aturan kehidupan manusia diserahkan oleh manusia yang membuatnya. Otomatis peraturan diterapkan untuk dilanggar, sanksi hukum dibuat tidak membuat efek jera. Apalagi ada istilah sanksi hukum seperti "pisau", tajam ke bawah tumpul ke atas.

Banyak kasus yang sudah tak terhitung lagi yang melibatkan para penegak hukum. Tapi kasus-kasus yang terjadi terkadang hilang saja tanpa terselesaikan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Polisi adalah badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya). Jelaslah bahwa tugas besar polisi adalah memberi rasa aman dan menjaga ketertiban di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, setiap masyarakat membutuhkan lembaga kepolisian sebagai tempat mengadu untuk meminta keadilan serta sebagai  tempat memberi keamanan.

Jika fungsi lembaga kepolisian tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka rakyat mengadu kemana? Inilah dilema kehidupan masyarakat yang diatur dengan sistem sekuler. Maraknya peredaran narkoba dimainkan oleh aktor utamanya ada pada aparat penegak hukum, sungguh memprihatinkan.

Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, SH.,MH menyampaikan pandangannya melalui kanal youtube Khilafah News yang bertajuk "Jangan Ada Mafia Narkoba di Polisi", bahwa jika aparat penegak hukum yang terlibat kasus maka sanksinya harus berlipat-lipat. Dikarenakan sebagai aparat penegak hukum seharusnya mereka yang menertibkan pelanggaran hukum bukan yang melakukan pelanggaran hukum.

Maka sanksi yang diberikan kepada aparat penegak hukum berupa dua hal, yakni pertama sanksi kode etik seperti dicabut statusnya sebagai anggota Polri. Kedua diproses secara hukum terkait tindak pidana narkobanya dan menjual barang tersebut. 

Narkoba merupakan barang haram dalam Islam. Sehingga tidak dijadikan barang ekonomi yang diperjual belikan, maka dilarang untuk memproduksi, mendistribusi dan mengkonsumsinya di tengah masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang artinya:
"Rasulullah shallallahu alaihi wassalam telah melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Maka barangsiapa yang memproduksi, mengkonsumsi dan mengedarkan narkoba termasuk melakukan tindakan kejahatan (jarimah). Pelakunya dikenakan sanksi hukum ta'zir yang ditentukan oleh khalifah ataupun hakim (qadhi).

Sanksi ta'zir merupakan sanksi hukum yang ditentukan oleh khalifah atau hakim. Dimana pada pelaku kejahatan sebagai produsen, konsumen ataupun pengedar narkotika dan sejenisnya tidak ada ketetapan langsung di dalam nash, sehingga sanksi nya ditetapkan oleh khalifah atau hakim yang berwenang.

Para qadhi akan mempertimbangkan kadar sanksi yang diberlakukan kepada setiap pelaku kejahatan. Mulai dari sanksi yang paling ringan, sedang sampai yang paling berat, seperti diumumkan atau diekspos di tengah masyarakat, dipenjara, didenda, dicambuk, bahkan sampai di hukum mati jika sampai membuat kejahatan yang luar biasa.

Syeikh Abdurrahman Al Maliki dalam kitab "Nidzomul 'Uqubat Fil Islam" halaman 189 menjelaskan garis-garis besar sanksi ta'zir pada perbuatan yang membahayakan akal adalah sebagai berikut:
1.) setiap orang yang memperdagangkan narkotika seperti ganja, heroin, sabu-sabu, ekstasi dan sejenisnya dianggap sebagai tindakan jarimah (kejahatan), maka pelakunya akan dikenakan sanksi jilid (cambuk), dipenjara 15 tahun, dan membayar denda yang ditetapkan oleh qadhi.
2.) setiap orang yang membeli, menjual, meracik, membuat, mengedarkan, menyimpan narkotika, maka dikenakan sanksi jilid, dipenjara selama 15 tahun, dan dikenakan denda yang ringan.
3.) setiap orang yang membuka tempat secara sembunyi ataupun terang-terangan dalam memperdagangkan narkotika, maka dikenakan sanksi jilid atau dipenjara selama 15 tahun.

Jika sanksi yang diberikan tersebut tidak memberikan efek jera, maka qadhi (hakim) akan memberikan sanksi ta'zir berupa hukuman mati. Karena kejahatan tersebut merupakan kejahatan luar biasa yang mengancam, dan membahayakan jiwa manusia.

Peredaran narkoba yang marak dan merusak yang justru melibatkan aparat penegak hukum tidak akan pernah bisa terselesaikan. Selagi masih diatur dengan tatanan sekulerisme yang jauh dari agama. Sehingga melahirkan aparat penegak hukum yang kering dari keimanan dan ketakwaan. Pondasi sekulerisme menjadikan manusia tidak sadar akan adanya hari pertanggung jawaban diakhirat, serta tidak menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatan, yang ada justru bebas dalam bertindak.

Oleh karena itu polisi dambaan yang diharapakan mampu menertibkan aturan, memberikan rasa aman, dan keadilan akan ada hanya dalam sistem Islam. Mengapa demikian? Karena dengan sistem Islam ada tiga hal yang akan diterapkan. Pertama menumbuhkan ketakwaan terhadap masyarakat. Kedua adanya kontrol dari masyarakat yang melakukan amar ma'ruf nahi munkar. Ketiga adanya sanksi hukum yang tegas dari negara yang membuat efek jera bahkan mampu mencegah setiap orang untuk takut berbuat kejahatan.

Ketiga hal diatas lah yang akan mampu menyelesaikan problem kehidupan kita saat ini. Dan itu hanya bisa diterapkan dengan sistem Islam dalam naungan Daulah Islamiyah. Wallahualam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post