Meninjau Naiknya Harga Mie Instan



Oleh Hany Handayani, S.P.
(Aktivis Muslimah)

Para pecinta mie instan ketar-ketir dengan isu kenaikan harga mie instan belakangan ini. Bagaimana tidak, mie instan merupakan salah satu makanan yang jadi bagian penting dari lidah dan perut penduduk Indonesia. Mulai dari kalangan elit hingga menengah ke bawah. Sampai-sampai mereka yang tinggal jauh di luar negeri pun rela kopernya diisi mie instan sebagai oleh-oleh dan bekal praktis di negeri tujuan.

Bukan tak mungkin kenaikan harga mie instan melonjak tiga kali lipat, sebab krisis pangan yang melanda dunia dan akses dari penghasil gandum sebagai bahan baku utama mie instan yang terkendala ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina. Betul bahwa Indonesia masih belum bisa lepas dari impor gandum. Maka ketergantungan terhadap bahan makanan pokok berupa gandum menjadi bukti bahwa Indonesia masih belum mandiri dalam hal ketersediaan pangan.

Memang gandum bukanlah makanan pokok penduduk Indonesia. Namun turunan dari gandum berupa produk roti dan mie instan menjadi makanan praktis yang banyak dikonsumsi di segala kalangan. Maka tak heran permintaan terhadap mie instan ini sangat besar. Sebab itu, swasembada beras saja belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk Indonesia. Perlu ada perhatian khusus dari pemerintah untuk mengatasi masalah krisis ketersediaan gandum ini. Jika tidak cepat ditangani maka akan menimbulkan efek yang cukup signifikan.

Salah satu efek yang akan sangat terasa pengaruhnya dari kenaikan harga mie instan ini adalah pada inflasi atau orang miskin. Jumlah orang miskin baru nantinya akan naik, karena garis kemiskinan bakal menyesuaikan lebih tinggi lagi. Jika sebelumnya masyarakat termasuk ke kelas menengah rentan bisa jadi masuk ke kategori miskin baru.

Selaras dengan apa yang disampaikan oleh direktur Center of Economics and Law Studies (Celios),
Bhima Yudhistira mengatakan jika harga mie instan naik tiga kali lipat seperti proyeksi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, maka garis kemiskinan berisiko naik. Sebab data menunjukkan mie instan ada di posisi kelima sumbangan terhadap garis kemiskinan yang paling besar.  (tempo.co.id)

Jika melihat kondisi demikian, sepatutnya hal ini dijadikan sebuah pendorong agar Indonesia tidak hanya mengandalkan prestasi swasembada beras saja. Mie instan bahkan menjadi indikator kemiskinan. Maka dirasa perlu adanya penyediaan bahan pokok  gandum guna mendukung proses produksi pangan sejenis. Agar kemandirian pangan pun bisa diraih.

Jauh sebelumnya Islam sebagai agama paripurna pun telah memberikan gambaran bagaimana caranya agar manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya serta cara pencegahan dan penanggulangan krisis pangan. Sebagaimana firman Allah dalam surat Yusuf. Allah menyampaikan: “Yusuf berkata, agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa, kemudian  apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan ditangkainya, kecuali sedikit untuk kamu makan” (TQS. Yusuf:47)

Konteks ayat di atas menceritakan bagaimana pencegahan yang dilakukan oleh nabi Yusuf as ketika menyusun perencanaan strategis di sektor pertanian. Demi menjamin ketahanan pangan, berdasarkan prediksi akan mengalami kekurangan makanan pokok. Yakni akibat kemarau yang berkepanjangan selama tujuh tahun berturut-turut. Maka dibuatlah sistem tanam dan penyimpanan hasil olahan bahan pangan agar dapat memenuhi kebutuhan selama masa kemarau. Pola makan rakyat pun tak luput menjadi salah satu langkah alternatif guna mendukung kebijakan tersebut.

Sedangkan terkait pemenuhan kebutuhan pangan rakyat, Islam mewajibkan negara menjalankan kebijakan makro dengan menjalankan apa yang sekarang disebut dengan politik ekonomi. Politik ekonomi yang berkaitan dengan pemenuhan pangan adalah penerapan berbagai kebijakan sesuai dengan landasan Islam yang akan menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok tiap individu masyarakat secara keseluruhan.

Nampak dari penjelasan di atas bahwa antara kebijakan pengelolaan pangan serta ekonomi sangat berkaitan erat. Maka jika tak ditinjau secara rinci dengan panduan yang selaras dengan anjuran Islam maka bisa dipastikan bahwa kita akan tetap menjadi negara yang terus bergantung kepada pihak luar. Serta terpenuhinya kebutuhan rakyat akan bahan pokok akan semakin rumit.

Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post