Benarkah Dunia Pendidikan Terpapar Radikalisme?




Oleh Iis Siti Maryam

Fenomena merebaknya isu radikalisme dalam dunia pendidikan bukanlah hal yang baru, hampir setiap waktu isu radikalisme di digembor-gemborkan secara masif. Baru-baru ini isu itupun digoreng kembali, sekolah dan kampus tempat para pelajar mengenyam pendidikan diduga tempat yang paling mudah terpapar radikalisme.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Rafli Amar, M.H., memberikan pengarahan di depan 150 perwakilan BEM, universitas, sekolah tinggi, madrasah dan pondok pesantren yang mengikuti kegiatan Ekspresi Indonesia Muda Pelibatan Pemuda Dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme Dengan Pitutur Kebangsaan melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Banten, di gedung aula Universitas Mathlaul Anwar, Pandeglang.

Beliau menjelaskan, ada tiga vaksin ampuh yang dapat melindungi pemuda Indonesia agar tidak terpapar dari radikalisme dan terorisme, yaitu, penguatan wawasan kebangsaan, moderasi beragama dan budaya bangsa.(bnpt.go.id, 11/08/22).

Pada waktu dan tempat yang sama, pernyataan ini mendapat dukungan dari Rektor Universitas Mathlaul Anwar, Prof Dr KH E.Syibli Syarjaya. Beliau mengatakan, anak muda harus menjadi pemuda harapan bangsa. Anak muda perlu diisi dengan wawasan keilmuan hingga bisa menangkal propaganda radikalisme dan terorisme agar bisa berkontribusi dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.

Setali tiga uang, Wakapolri komjen Gatot Eddy Pramonopun mengatakan, harus meningkatkan kewaspadaan terhadap paham dan gerakan kekerasan terutama di dunia pendidikan. Paham dan gerakan tersebut adalah intoleransi, radikalisme, ekstrimisme dan terorisme. 

Menurutnya, catatan Global Terrorism Index 2022, menyebut bahwa sepanjang 2021, diseluruh dunia terdapat 5.226 aksi terorisme, korban jiwa akibat aksi tersebut mencapai 7.142 jiwa (Web Humas Polri).

Gerakan kekerasan yang dikenal dengan radikalisme ini akhirnya melatarbelakangi gerakan terorisme yang membayangi dan menjadi permasalahan di negara-negara dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, tidak aneh jika aparat negara begitu masif mengopinikan isu ini.

Mirisnya, isu-isu tersebut diidentikkan dengan agama Islam, padahal Islam sendiri melarang umatnya untuk melakukan kekerasan. Sejumlah lembaga dakwah, baik di sekolah ataupun di kampus selalu menjadi sorotan, gencarnya dakwah dan gelombang hijrah kaum pelajar atau mahasiswa sedikit banyak telah mempengaruhi pemuda muslim.

Namun, karena isu ini selalu disandingkan dengan syariah Islam juga perjuangan penegakkannya. Dianggap sebagai paham radikal yang membahayakan, tidak sedikit pemuda muslim merasa was-was dan khawatir terhadap isu ini. 

Padahal jika kita cermati tentang kekerasan di dunia pendidikan, justru adanya kekerasan terjadi pada saat penerimaan mahasiswa baru dan kekerasan seksual yang ada di perguruan tinggi. Bukan malah dituduhkan kepada pemuda yang aktif berdakwah mengajak untuk hijrah.

Sebenarnya paham radikalisme, terorisme, ekstrimisme dan lain sebagainya dalam dunia pendidikan, hanyalah upaya memadamkan cahaya Islam. Meredam bergulirnya bola salju dalam seruan penegakan syariah Islam secara kafah yang semakin menyebar ke seluruh pelosok termasuk sekolah-sekolah dan kampus-kampus.

Dalam Al-Qur'an surat Attaubah ayat 32, Allah berfirman: "Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai."

Sesungguhnya Islam itu jauh dari kata radikalisme, seperti makna kekerasan. Islam adalah satu-satunya agama sekaligus ideologi dengan konsep yang jelas. Saat ini gelombang kebangkitan Islam kian membesar, rakyat mulai sadar bahwa bobroknya sistem saat ini tidak mungkin bisa diharapkan, hanya sistem Islamlah satu-satunya yang bisa diandalkan.

Wallahu a'lam bishawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post