Narasi Buruk di Balik Program Moderasi Beragama


Oleh  Ummu Ainyssa
Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif

Cahaya kebenaran (Dinul Islam) selamanya akan bersinar hingga alam semesta sirna ditelan masa. Cahaya ini tidak akan pernah surut oleh gelapnya kebatilan yang semakin pekat. Allah Swt. pun telah menegaskan bahwa sekalipun orang-orang kafir hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut-mulut (ucapan-ucapan) mereka, maka Allah akan tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang kafir membencinya.

Hal ini memperingatkan kepada kita umat muslim bahwa kebatilan terutama yang datang dari musuh-musuh Islam, akan selalu ada untuk memadamkan cahaya Islam sampai Islam kembali berjaya mengepakkan sayapnya, menerangi seluruh alam semesta dengan cahaya gemilangnya. 

Seperti ide moderasi beragama yang akhir-akhir ini semakin digencarkan oleh pemerintah. Terlebih pada era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi) periode kedua ini. Hampir dalam setiap kesempatan, kampanye moderasi terus digencarkan.

Sekilas istilah moderat terdengar bagus dan indah. Namun siapa yang sangka narasi buruk yang ada di dalamnya tidaklah sebagus kemasan luarnya. Siapa pun yang tidak meneliti secara mendalam tentang asal muasalnya, konten, dan tujuannya pastilah bisa terkecoh. Padahal paham ini sama halnya dengan Islam Nusantara, Islam modernis, ataupun Islam liberal.

Di dalam KBBI kata moderat bermakna selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem. Sementara yang mereka maksud ekstrem tidak lain adalah kelompok yang dianggapnya menganut agama secara berlebihan, keras atau fanatik, terlebih terhadap setiap muslim yang berupaya untuk taat terhadap ajaran Islam secara kafah (menyeluruh).

Sebenarnya program moderasi beragama atau Islam moderat ini tidaklah datang secara tiba-tiba saat ini. Namun, sudah direncanakan sejak bertahun-tahun yang lalu. Barat menganggap, bahwa setelah runtuhnya komunisme, dan beberapa kegagalan dari sistem kapitalisme yang nyata-nyata terlihat di hadapan mata, maka tantangan terbesar yang akan mereka hadapi adalah Islam. Untuk itu, sebelum Islam berjaya kembali, mereka harus secepatnya membuat Islam menjadi Islam yang ramah terhadap demokrasi dan modernisasi serta mematuhi aturan-aturan internasional atas nama menciptakan perdamaian global. 

Semua program tersebut bisa dilihat di dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Rand Corporation tahun 2007 dengan judul "Building Moderate Muslim Network" yang pada bab 5 dijelaskan tentang Road Map for Moderate Network Building in the Muslim World (Peta Jalan untuk Membangun Jaringan Moderat di Dunia Muslim). Bahkan di dalam salah satu anak judulnya dijelaskan tentang karakteristik muslim moderat. 

Karakter muslim moderat tersebut adalah mereka yang akan menyebarkan kunci peradaban demokrasi. Termasuk di dalamnya gagasan tentang HAM, kesetaraan gender, pluralisme, menerima hukum-hukum non sektarian, serta melawan terorisme dalam bentuk legitimasi terhadap kekerasan. (Angel Rabasa, Cheryl Benard et all, Building Moderate Muslim Network, hal. 66, RAND Corporation, 2007)

Dengan demikian program moderasi beragama jelas-jelas mengajak kaum muslim untuk menerima produk demokrasi yang pastinya bertentangan dengan ajaran Islam. Semua itu telah nyata terlihat di tanah air ini, hampir semua undang-undang yang ada semuanya adalah hukum yang bertentangan dengan ajaran Islam. Seperti Undang-undang Minerba, Undang-undang Omnibus Law yang saat ini sedang digugat oleh kaum buruh karena nyata-nyata isinya tidak memihak kepada para buruh, melainkan memihak pengusaha. Permen PPKS yang begitu manisnya bertujuan untuk membela para korban kekerasan seksual, padahal tidak lain telah melegalkan zina. Aturan BPJS yang selalu menjanjikan kesehatan gratis tapi nyatanya hanya memalak rakyat dengan dalih asuransi kesehatan, dan sebagainya.

Demi melancarkan program ini, mereka pun mengaburkan pengertian moderat dengan membajak nash-nash dan menyamakannya dengan istilah wasathiyah. Mereka mengambil istilah ini dari surat al-Baqarah ayat 143, yang menurut mereka ini adalah anjuran untuk menjadi muslim wasathiyah atau muslim moderat (umat pertengahan).

Sementara Syeikh 'Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah menjelaskan bahwa makna al-ummah al-wasath adalah umat yang adil. Allah Swt. menjadikan umat Nabi Muhammad saw. sebagai umat yang adil di antara semua umat untuk menjadi saksi atas mereka. Al-wasath dalam perkataan orang-orang Arab bermakna al-khiyar (pilihan). Orang terpilih dari umat manusia adalah mereka yang adil. ('Atha bin Khalil, At-Taysir fi Ushul at-Tafsir: Surah Al-Baqarah, hal. 177)

Dengan begitu tidaklah benar jika Allah memerintahkan agar manusia menjadi muslim yang tengah-tengah. Karena di dalam surah al-Baqarah ayat 208 nyata-nyata Allah Swt. memerintahkan agar kaum muslim masuk ke dalam Islam secara keseluruhan. 

Sementara saat ini di tanah air sendiri sudah ada beberapa agenda yang telah dilakukan pemerintah terhadap umat muslim untuk melancarkan program moderasi beragama ini, di antaranya:

Pertama, pemerintah terutama melalui Kemenag terus menyuarakan agenda deradikalisasi ajaran Islam. Seperti pelarangan para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tidak terlibat dengan kelompok yang dianggap terlarang oleh pemerintah, pelarangan cadar, jenggot maupun celana cingkrang di lingkungan instansi pemerintah atau kampus-kampus. Bahkan pemerintah juga memantau akun media sosial para ASN melalui Surat Edaran Menteri PANRB No. 137/2018 tentang penyebarluasan informasi melalui media sosial bagi ASN. 

Kedua, penyusunan kurikulum bermuatan Islam moderat. Menurut Menag, moderasi beragama bisa diimplementasikan dalam beberapa program yang strategis, seperti revisi 155 buku pendidikan agama, termasuk di dalamnya menggeser dan merevisi materi tentang jihad dan khilafah dari mata pelajaran, pendirian Rumah Moderasi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), dan penguatan bimbingan perkawinan. (okezone.com, 3/7/2020)

Ketiga, membuat regulasi untuk lembaga pendidikan Islam, dalam hal ini adalah pesantren, agar mengembangkan paham moderasi di lingkungan masing-masing.
Seperti dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang pesantren misalnya, di dalam pasal 3 berbunyi: Pesantren diselenggarakan dengan tujuan: 
a. Membentuk individu yang unggul di berbagai bidang yang memahami dan mengamalkan nilai ajaran agamanya atau menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, tolong-menolong, seimbang, dan moderat. 
b. Membentuk pemahaman agama dan keberagaman yang moderat dan cinta tanah air serta membentuk perilaku yang mendorong terciptanya kerukunan hidup beragama.

Keempat, mengembangkan fikih moderat dengan cara rekontekstualisasi ajaran fikih. Dalam Annual Internasional Conference on Islamic Studies (AICS) Menag menyampaikan perlunya rekontekstualisasi fikih Islam, untuk menyinkronkan Islam dengan realitas. Hal ini berarti fikih Islam harus dibuat fleksibel agar cocok dengan kehidupan masyarakat saat ini, bukan masyarakat yang harus mengubah peradaban sesuai dengan fikih Islam. 

Kelima, menempatkan Islam bukan sebagai agama yang sempurna dan yang paling benar. Jika agama Islam tidak boleh dianggap sebagai agama yang paling benar, ini sama dengan menyamakan Islam dengan ajaran agama yang lain. Jadi intinya semua agama dianggap benar. Padahal Allah Swt. telah menegaskan di dalam Surah Ali Imran ayat 19, 
“Innaddiina indallaahil Islaam."  
Artinya, "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam."

Dari semua uraian di atas, maka jelaslah bahwa tujuan dari program moderasi beragama ini tidak lain adalah untuk membuat umat Islam jauh dari aturan agamanya sendiri. Ini seperti yang diungkapkan oleh seorang yang berpangkat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) berinisial AD bahwa belajar agama tidak usah terlalu mendalam. (tirto.id, 6/12/2021)

Terlebih di tengah semakin derasnya ide-ide tentang penerapan syariat Islam secara kafah, maupun khilafah di tengah-tengah umat. Mereka akan semakin gencar dan konsisten dalam kebatilannya. Tujuannya agar ide-ide mengenai Islam kafah tidak mempengaruhi pikiran masyarakat. 

Inilah narasi buruk di balik indahnya ungkapan moderasi beragama. Maka tugas kita semua tentunya masih sangat berat, untuk semakin menggencarkan dakwah kita demi merubah pemikiran umat dari racun-racun moderat tersebut. Memahamkan kepada umat bahwa paham Islam moderat ini jika dibiarkan akan menyeret umat Islam dalam jurang kebinasaan. Kemudian terus membina umat, menancapkan aqidah yang mendalam dalam diri mereka, meyakinkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar yang bisa mengayomi seluruh umat manusia baik muslim maupun nonmuslim, serta menjelaskan urgensi  terhadap solusi yang akan menyelesaikan segala permasalahan yang ada di negeri ini, yaitu hanya dengan diterapkannya syariat Islam secara totalitas dalam bingkai negara Khilafah 'ala minhajin nubuwwah.

Wallahu a'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post