Genjot UMKM dan Eksploitasi Perempuan?



Oleh: Afifah Azzahra
Anggota @mahasiswibicara

 

Presiden RI Joko Widodo telah menghadiri acara KTT G-20 yang digelar di Roma-Italia pada 31 Oktober 2021. Dalam pidatonya, ia mendorong negara-negara G-20 memperkuat peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta perempuan melalui sejumlah aksi nyata. Aksi nyata itu di antaranya dengan meningkatkan inklusi keuangan dan digitalisasi UMKM. (antaranews.com)

UMKM saat ini memang menjadi pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, Indonesia memiliki lebih dari 64 juta unit UMKM yang berkontribusi terhadap 61% perekonomian nasional. Di saat yang sama, 64% pelaku UMKM Indonesia adalah perempuan sehingga bagi Indonesia, memberdayakan UMKM berarti juga memberdayakan perempuan.

Pandemi Covid-19 memberi dampak yang cukup besar bagi sebagian besar UMKM, termasuk UMKM yang diberdayakan oleh kaum perempuan. Salah satu upaya yang sudah lama dilakukan oleh pemerintah melalui program Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP). PEP dinilai bisa menjadi solusi kemiskinan dan kesejahteraan bagi perempuan.

Itulah pandangan Barat atas pemberdayaan ekonomi perempuan yang hanya dilandaskan pada aspek ekonomi semata. Padahal kemiskinan terjadi bukan disebabkan karena perempuan tak berdaya di sektor ekonomi, namun karena sistem kapitalisme yang meniscayakan kebijakan pasar bebas kapitalis dan privatisasi sumber daya alam. Dalam sistem kapitalisme, siapa pun dianggap sebagai sumber daya ekonomi yang harus bisa mendatangkan manfaat secara materi.

Kapitalisme justru menjadikan perempuan sebagai alat genjot kesejahteraan sehingga mengabaikan perannya sebagai pendidik generasi. Dalam Islam, bekerja bagi seorang perempuan hukumnya hanyalah pilihan semata (mubah). Perempuan justru diberi tempat mulia dengan peran dan fungsi utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (ummu wa rabbatul bait).

Pemberdayaan perempuan dalam Islam bukan sekadar memperkaya diri dengan materi. Berdaya dalam Islam adalah memaksimalkan potensi perempuan dalam mendidik generasi sebagai pilar peradaban. Bukan mengeksploitasi tenaga, waktu, dan pikirannya untuk bekerja di lingkup domesik.

Allah SWT berfirman, yang artinya: "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya" (QS an-Nisa: 34).

Islam mewajibkan laki-laki (suami) untuk mencari nafkah. Islam juga memiliki mekanisme untuk menanggung nafkah perempuan dan anak-anaknya dalam kondisi tertentu sehingga perempuan tetap dapat menjalankan perannya sebagai istri dan pendidik generasi.

Selain itu, Islam mewajibkan negara mengelola semua sumber daya alam yang dimilikinya untuk kesejahteraan rakyat. Penguasa harus bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya termasuk menjamin kebutuhan pokok rakyatnya agar tak terjadi kemiskinan seperti hari ini. Rasulullah SAW bersabda, "Imam/pemimpin adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, yang umat butuhkan sekarang adalah kepemimpinan Islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah agar syariat Islam yang menyeluruh (kaffah) dapat diterapkan. Sehingga bukan hanya perkara ekonomi yang dapat tersolusi, melainkan akan memberi kemudahan bagi manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Wallahua’lam .[]

Post a Comment

Previous Post Next Post